10 TANDA PEMULIAAN DIRI
Oleh Paul Tripp
Penting untuk mengenali jika ada sikap memuliakan diri dalam dirimu dan dalam pelayananmu. Semoga Tuhan memakai daftar di bawah ini untuk memberikan hikmat untuk memeriksa diri. Dengan daftar ini, Tuhan bongkar hatimu dan beri arah yang baru atas pelayananmu.
Kemuliaan diri akan menyebabkan kamu:
Kemuliaan diri akan menyebabkan kamu:
bisnis, tutorial |
1. Memamerkan di depan umum apa yang seharusnya adalah hal pribadi.
Kaum farisi adalah contohnya. Karena merasa betapa mulia hidupnya maka mereka suka memamerkan kemuliaannya. Jika kamu merasa dirimu hebat, kamu akan melihat dirimu tidak butuh kasih karunia Tuhan yang menyelamatkan itu dan kamu akan cenderung menonjolkan diri dan memuji diri sendiri.
Karena yang utama adalah kemuliaan diri, kamu akan berusaha mendapatkan kemuliaan yang lebih lagi bahkan tanpa kamu sadari. Kamu cenderung menceritakan kisah yang menonjolkan kehebatanmu. Kamu akan berusaha di depan orang berbicara tentang tindakan iman yang kamu lakukan. Karena kamu pikir dirimu layak mendapat pujian, kamu akan mencari pujian dari orang lain dengan berbagai cara supaya mereka melihatmu sebagai orang yang beriman.
Saya tahu banyak pendeta yang membaca ini akan berpikir mereka tidak mungkin lakukan itu. Namun saya percaya banyak pelayanan pastoral yang demikian. Inilah sebabnya saya sering merasa tidak nyaman saat menghadiri konferensi pendeta, rapat presbiteri, pertemuan majelis, dll. Setelah selesai acara, sekumpulan pendeta ini akan seperti ikut kontes siapa yang terhebat, berusaha menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi di dalam hati dan pelayanan mereka. Setelah selesai memuji kemuliaan karunia Injil, mereka mulai menonjolkan diri lebih dari yang sepantasnya.
2. Terlalu merasa diri penting
Kita semua tahu, pernah alami, pernah rasa tidak nyaman di situasi demikian, dan pernah lakukannya. Orang sombong suka menceritakan tentang dirinya. Mereka lebih pentingkan pendapatnya daripada pendapat orang lain. Mereka merasa ceritanya lebih menarik dan menyenangkan. Mereka pikir lebih tahu dan lebih mengerti. Juga mereka merasa harus didengarkan / diperhatikan. Mereka banyak menceritakan apa saja yang dia tahu dan apa yang sudah dia lakukan.
Orang sombong tidak menunjukkan kelemahannya. Juga tidak bicara tentang kegagalan. Tidak mungkin mengaku dosanya. Mereka ahli mengarahkan perhatian ke dirinya daripada mengarahkan cerita dan opini mereka kepada kemuliaan Tuhan dan kasih karunia-Nya yang sama sekali tidak layak kita terima.
3. Berbicara saat seharusnya diam
Ketika merasa diri hebat, kamu akan merasa bangga dan penuh keyakinan akan opinimu. Kamu percaya opinimu yang terbaik sehingga tidak tertarik mendengar opini orang lain. Kamu ingin pemikiranmu, perspektifmu dan pandanganmu yang menang dalam setiap percakapan atau rapat. Artinya dalam pertemuan, kamu merasa lebih nyaman saat kamu mendominasi percakapan.
Kamu tidak bisa menerima “dalam banyak penasihat ada kebijaksanaan”. Kamu akan gagal melihat esensi pelayanan dalam tubuh Kristus di hidupmu. Kamu tidak sadar bahwa kamu buta rohani dan tidak obyektif. Akibatnya kamu hadir ke suatu rapat bukan dengan tujuan mencari kerja sama dengan orang lain tapi yang terjadi adalah kamu terlalu menguasai pembicaraan.
4. Diam di saat seharusnya bicara
Memuliakan diri bisa juga terjadi sebaliknya. Pemimpin yang terlalu percaya diri melihat rapat sebagai buang waktu saja, mereka tidak sadar bahwa kesanggupannya karena kasih karunia-Nya. Karena merasa mampu lakukan sendiri semuanya maka mereka melihat rapat sebagai suatu kegiatan yang menjengkelkan dan mengganggu jadwal pelayanan yang sudah sangat padat. Karena itu sikap mereka bisa acuh tak acuh di rapat itu atau bisa juga hadir di rapat tapi berusaha agar rapatnya secepatnya diselesaikan. Mereka tidak akan membeberkan pemikirannya untuk di bicarakan bersama karena sejujurnya mereka tidak merasa perlu masukan dari orang lain.
Dan saat usulan mereka di perdebatkan, mereka akan diam saja, tidak mau ikut berdebat karena merasa tidak ada yang perlu di perdebatkan, usulan mereka sudah sempurna. Memuliakan diri dapat membuat orang berbicara terlalu banyak saat seharusnya kamu mendengar atau merasa tidak perlu berbicara saat seharusnya kamu bicara.
5. Terlalu peduli apa kata orang tentang dirimu
Saat kamu kira kamu adalah “sesuatu”, kamu mau orang melihat “sesuatu” itu. Sekali lagi, contohnya adalah orang farisi. Kaum farisi: karena melihat diri mulia menghasilkan sikap yang selalu mau mencari kemuliaan. Orang yang merasa hebat menjadi orang yang terlalu fokus apa pendapat orang tentang dia. Karena kamu terlalu perhatikan reaksi orang terhadapmu, kamu mungkin bahkan tidak menyadari sikapmu yang selalu mau di pandang orang dan mendapat pujian.
Sayangnya kita sering melayani Injil Yesus Kristus untuk kemuliaan diri sendiri bukan untuk kemuliaan Kristus atau untuk keselamatan jemaat di bawah pimpinan kita. Saya pernah melakukan hal ini. Sewaktu menyiapkan khotbah, ada saatnya saya sempat memikirkan bagaimana dapat membuat orang tertentu memandang saya hebat dan saya juga perhatikan reaksi orang tertentu sewaktu sedang khotbah. Pada saat seperti itu, saat khotbah dan persiapannya, saya mengabaikan panggilan saya sebagai duta kemuliaan kekal menggantinya dengan kemuliaan sementara yaitu pujian dari manusia.
6. Tidak terlalu peduli apa pendapat orang terhadap dirimu
Jika merasa diri sudah sukses, kamu akan dengan percaya dirinya pikir orang lain tidak akan berani mengkritik/ menilai pemikiranmu, idemu, perkataanmu, rencana dan tujuanmu, sikapmu, inisiatifmu. Kamu juga merasa tidak butuh bantuan. Kau lakukan semua pekerjaan yang sebenarnya bisa di kerjakan bersama dalam suatu tim.
Kalaupun bekerja sama dalam satu tim, kamu akan pilih orang- orang yang mengidolakan kamu, orang- orang yang sangat gembira kau libatkan, dan orang yang sulit berkata “tidak” terhadapmu. Kamu lupa siapa dirimu dan apa yang Juru Selamatmu katakan bahwa kau butuh Dia dari hari ke sehari. Hidup semacam ini berbahaya bagi pelayanan dan kehidupan pribadimu.
7. Tidak mau menerima dan mengakui dosa, kelemahan dan kesalahanmu
Mengapa ada orang yang marah atau jengkel ketika mereka di konfrontasi? Mengapa kita langsung membenarkan dan membela diri? Mengapa kita langsung membalik situasi ganti mengingatkan orang itu bahwa dia juga seorang pendosa? Mengapa kita membantah fakta atau menentang pendapat orang tentang kita? Kita semua lakukan hal ini karena kita percaya kita lebih baik dan benar di bandingkan orang itu.
Orang sombong tidak bisa menerima peringatan, teguran, konfrontasi, kritik dan di minta pertanggung-jawabannya walau di lakukan dengan kasih. Jika mereka gagal dalam suatu urusan atau relasi dengan orang lain, mereka dengan pandainya membangun suatu alasan yang masuk akal bahwa bukan salahnya.
Apakah kamu cepat mengakui kelemahanmu? Apakah kamu siap mengakui kesalahanmu di hadapan Tuhan dan manusia? Apakah kamu siap mengakui kelemahanmu dengan rendah hati? Ingat, jika teman satu pelayanan mengemukakan dosamu, kelemahanmu atau kesalahanmu jangan menerimanya sebagai serangan, gangguan dan jangan pernah melihatnya sebagai penghinaan. Selalu melihatnya sebagai kasih karunia. Tuhan mengasihimu, Dia yang menempatkanmu di komunitas agama ini dan Tuhan akan menyingkapkan kebutuhan spiritualmu kepada orang yang ada di sekelilingmu supaya mereka dapat menjadi alat-Nya untuk meneguhkan imanmu, menolong dan mengubahmu.
8. Tidak senang dengan berkat orang lain
Kemuliaan diri adalah penyebab utama dari iri hati. Kamu iri dengan berkat orang lain karena merasa kamu yang lebih pantas menerima berkat itu daripada mereka. Karena merasa kamu yang layak maka wajarlah jika kamu marah mereka dapatkan apa yang sepantasnya hakmu dan juga wajarlah kau menginginkan berkat yang menurutmu tidak layak mereka nikmati. Di dalam kemuliaan dirimu yg penuh dengan rasa iri, sebenarnya kamu menuduh Tuhan tidak adil.
Kemudian tanpa di sadari kamu terbiasa meragukan pengaturan, keadilan dan kebaikan Tuhan. Kau pikir Tuhan tidak perlakukan kau sebagaimana layaknya. Dan mulailah kamu kehilangan motivasi melakukan apa yang benar karena berpikir tidak ada gunanya. Ingat, iri dan kepahitan beda tipis.
Karena itu Asaf yang iri berseru di Mazmur 73:13, “ Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih, dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah”. Yang mau dia katakan, “ saya sudah taat dan hanya ini yang saya peroleh?” Kemudian dia menulis,” Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu”. Kata- kata yang menggambarkan hewan yang penuh kepahitan.
Saya pernah bertemu dengan beberapa pendeta yang kepahitan, mereka merasa mereka mengalami penderitaan yang tidak seharusnya terjadi pada mereka. Saya juga pernah bertemu dengan pendeta yang kepahitan, yang iri kepada pelayanan pendeta lain, mereka kehilangan motivasi dan sukacita. Saya berjumpa dengan banyak pendeta yang sampai meragukan kebaikan Tuhan. Dan tentu saja saat susah kamu tidak akan mencari Persona yang kau ragukan kebaikannya.
9. Lebih berorientasi kepada jabatan daripada kepada ketundukan kepada Tuhan
Memuliakan diri selalu menjadikan kamu lebih berorientasi kepada kedudukan, kekuasaan dan jabatan daripada tunduk kepada kehendak Tuhan. Kamu lihat contoh ini di kehidupan para rasul. Yesus tidak memanggil mereka untuk mewujudkan kerajaan kecil mereka tapi mereka di panggil untuk menerima dan menjadi alat kerajaan yang lebih baik. Namun keangkuhan membutakan mereka. Mereka semua terlalu fokus kepada siapakah yang akan menjadi terbesar dalam kerajaan itu.
Kamu tidak akan bisa penuhi panggilan sebagai duta utusan jika ingin akan kekuasaan dan kedudukan raja. Berorientasi kepada jabatan akan mengakibatkan kamu menjadi politikal padahal seharusnya jadi pastoral. Jadinya kamu akan menuntut di layani bukannya melayani, menuntut orang melakukan apa yang kamu sendiri tidak mau lakukan, menuntut perlakuan istimewa padahal seharusnya kamu rela kehilangan hak.
Kamu akan lebih memikirkan bagaimana itu menguntungkan dirimu daripada bagaimana itu dapat membawa kemuliaan bagi Yesus. Kamu akan lebih suka menyusun rencanamu sendiri daripada dengan sukacita tunduk kepada rencana-Nya. Memuliakan diri mengubah orang yang seharusnya di pilih dan di panggil sebagai duta utusan kerajaan Allah menjadi orang yang mengangkat dirinya sendiri menjadi raja.
10. Lebih mengontrol daripada mendelegasikan dalam pelayanan
Jika kamu sombong, terlalu percaya diri, kamu cenderung berpikir kamulah orang yang paling MAMPU di dalam lingkup pelayananmu. Kamu sulit melihat dan menghargai talenta orang lain karena itu akan sulit menjadikan pelayananmu sebagai komunitas yang saling bekerja sama mencapai suatu hasil. Memandang diri lebih tinggi dari yang seharusnya membuat kamu memandang rendah orang lain.
Sifat rendah hati dan membutuhkan bantuan dari orang lain menjadikan kamu orang yang selalu mencari dan menghargai talenta dan kontribusi orang lain.
Sifat rendah hati dan membutuhkan bantuan dari orang lain menjadikan kamu orang yang selalu mencari dan menghargai talenta dan kontribusi orang lain.
Pendeta yang merasa sudah sukses biasanya melihat pendelegasian tugas sebagai buang- buang waktu saja. Mereka berpikir dalam hati, Untuk apa tugaskan ke orang lain jika aku dapat kerjakan dengan lebih baik? Kesombongan semacam itu akan hancurkan pelayanan yang saling berbagi dan arti pelayanan sesungguhnya dari Tubuh Kristus.