IMAN, PERTOBATAN DAN KESELAMATAN KRISTEN

1. Siapakah obyek pertobatan?

Iman kepada Kristus adalah demi untuk kita bisa diselamatkan! Kita mempercayakan diri kita kepada-Nya bukan karena kita percaya bahwa kita telah diselamatkan, tetapi sebagai orang berdosa agar memperoleh keselamatan. Inilah dasar di mana orang berdosa yang terhilang boleh menyandarkan diri kepada Kristus di dalam keyakinan yang penuh bahwa ia akan diselamatkan,”Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah” (Roma 5:8-9).
IMAN, PERTOBATAN DAN KESELAMATAN KRISTEN
John Murray mengatakan bahwa iman adalah pengetahuan yang berlanjut kepada kepastian, dan kepastian ini dilanjutkan kepada keyakinan. Jadi, iman adalah penerimaan dan kebersandaran kepada Kristus akan keselamatan kita. Iman adalah kebersandaran pada satu pribadi, pribadi Kristus, Juruselamat orang berdosa. Iman merupakan penyerahan diri kita kepada-Nya, bukan sekedar percaya kepada-Nya, tetapi kepercayaan di dalam dan kepada Dia.

Para Reformator telah meletakkan dasar yang teguh bahwa bukanlah iman di dalam Kristus yang menyelamatkan, tetapi Kristus yang menyelamatkan melalui iman. Iman adalah meninggalkan pandangan dari diri sendiri dan mengalihkan seluruh perhatian dan obyek kepada Kristus. Kristus harus menjadi pusat seluruh aktivitas iman. Akhirnya memang benar bahwa Kristus adalah obyek dari iman yang menyelamatkan, tetapi Ia diberikan kepada kita hanya melalui Injil saja.

2. Hubungan antara iman dan pertobatan

Saya ingin menegaskan bahwa iman dan pertobatan adalah satu. Tidak mungkin memisahkan iman dan pertobatan. Iman yang menyelamatkan disalut dengan pertobatan dan pertobatan disalut dengan iman. Kita berpaling dari dosa (pertobatan) kepada Allah (iman).

Pertobatan pada hakikatnya meliputi perubahan hati, pikiran dan kehendak. Pertobatan sesungguhnya berkaitan dengan empat hal: perubahan pikiran berkenaan dengan Allah, berkenaan dengan diri kita sendiri, berkenaan dengan dosa, dan berkenaan dengan kebenaran. Terlepas dari kelahiran baru berarti pikiran kita tentang Allah, diri sendiri, dosa dan kebenaran, telah menyeleweng. Jadi, iman yang menyelamatkan adalah iman yang disertai dengan perubahan pikiran dan sikap. Hal-hal yang lama telah berlalu dan semua hal menjadi baru. Perilaku yang sama sekali baru sebagai hasil dari iman oleh Injil.

Dengan demikian, pertobatan bukan sekedar perubahan pikiran, melainkan bersifat konkrit. Injil bukan hanya Injil anugerah di mana kita diselamatkan melalui iman, tetapi juga Injil pertobatan. Pertobatan merupakan respon perubahan dari dosa kepada Kristus. Pertobatan bukan tindakan penyesalan sesaat, tetapi menghasilkan kepedihan yang konstan atas dosa. Hal itulah yang mendorong kita kepada pengakuan dosa, permohonan pengampunan dan penyucian (1 Yohanes 1:9).

3. Definisi pertobatan

Kata pertobatan yang umum dipakai di PB adalah metanoia. Kata metanoia pertama-tama itu menunjukkan suatu perubahan dalam pikiran, dan kemudian mengubah hidup menuju arah yang lebih baik. Perubahan yang ditunjukkan tidak terbatas pada kesadaran intelektual, tetapi juga mencakup kesadaran moral dan juga hati nurani. Menurut Tit.1:15, baik pikiran/akal budi dan hati nurani telah mengalami kenajisan sehingga ketika seseorang akal budinya telah diubah, ia bukan saja menerima pengetahuan (kepada pengetahuan yang lebih baik tentang Allah dan kebenaran-Nya), tetapi juga mendapatkan arah yang jelas dari kehidupannya yang ia sadari, dan kualitas-kualitas moralnya juga diubahkan.

Di dalam Yesaya 55:7 dikatakan,”Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya”. Jadi pertobatan itu mempunyai arti ganda. Secara negatif, berarti berbalik dari dosa (meninggalkan dosa), sedangkan secara positif, berarti berbalik kepada Tuhan (kembali kepada Tuhan) dan mengasihi serta menaati-Nya. Jadi firman Tuhan mengartikan pertobatan sebagai “perubahan pikiran seseorang”, perubahan arah dari kehidupan seseorang. Hal ini merupakan suatu titik balik atau perubahan yang radikal dari dosa kepada Kristus.

Jenis pertobatan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pertobatan sementara

Alkitab juga mengisahkan pertobatan orang-orang secara pribadi yang tidak menunjukkan adanya perubahan dalam hati, dan dengan demikian hanya menunjukkan kesementaraan saja. Disebut iman sementara sebab iman ini tidak permanen dan gagal mempertahankan diri pada hari pencobaan dan kesulitan. Iman jenis ini saya sebut sebagai iman fantasi. Dalam perumpamaan tentang penabur di Matius 13:20-21, ada orang-orang yang mendengar firman dan segera menerimanya dengan sukacita, tetapi tidak berakar dalam, karena itu hanya dapat bertumbuh sebentar. Ketika kesulitan dan penderitaan datang melanda, segera mereka menjadi layu dan mati. Paulus menyebut Himeneus dan Alexander telah kandas imannya (1 Timotius 1:19-20), Demas meninggalkan Paulus karena lebih mencintai dunia (2 Timotius 4:10).

b. Pertobatan yang benar

Pertobatan yang benar lahir dari dukacita ilahi, dan kemudian nampak dalam suatu hidup yang berbalik kepada-Nya dalam penyesalan akan dosa karena pekerjaan Roh Kudus. Contohnya adalah pertobatan Zakheus (Lukas 19:8-9), perempuan Samaria (Yohanes 4:29,39), Kornelius (Kis 10:44), Paulus (Kis 9:5),dan lain-lain. Pertobatan yang tidak berakar pada kelahiran baru bukan pertobatan yang benar.

c. Pertobatan yang diulang

Alkitab juga berbicara mengenai suatu pertobatan yang diulang, di mana orang Kristen yang mengalami pertobatan yang benar itu dalam suatu waktu mengalami kejatuhan dalam dosa, bahkan mungkin juga orang tersebut berjalan terlalu jauh dari tempat asalnya, kemudian berbalik lagi kepada Tuhan. Contohnya adalah Petrus (Lukas 22:32), jemaat Efesus (Wahyu 2:5,16,21,22). Orang berdosa itu segera meninggalkan hidup dalam dosa yang lama dan berbalik menuju hidup baru, persekutuan dan beribadah kepada Tuhan. Pergumulan itu akan terus berlangsung selama manusia hidup.

Sungguh pertobatan membawa kita kepada pengampunan. Ada janji mengenai pengampunan Allah apabila kita mengakui dosa-dosa kita dan berbalik kepada Tuhan maka melalui jasa Kristus, Allah mengampuni dosa-dosa kita (1 Yohanes 1:9). Sebab itu firman Tuhan memeritahkan agar kita merelakan hati dan bertobat sungguh-sungguh (Wahyu 3:19).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pertobatan mempunyai dua arti. Pertama sebagai langkah awal menuju keselamatan, yang hanya dapat dilakukan sekali saja. Kedua, sebagai sikap senantiasa bagi orang Kristen. Mengapa demikian? Karena orang Kristen melihat betapa kurangnya diri kesucian mereka dari kesucian dan kesempurnaan hidup yang dikehendaki Tuhan.

4. Segi pertobatan yang benar

Pertobatan yang benar meliputi segi intelektual, yaitu menyadari akan dosa yang termasuk juga setiap kesalahan yang dilakukan secara pribadi, kecemaran dan ketidakberdayaan (Roma 3:20). Seperti anak yang hilang itu, ia mengaku ‘aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa’ (Lukas 15:21). Pertobatan yang tidak disertai dengan segi intelektual, maka hanya akan menjadi satu rasa takut pada hukuman, tetapi sama sekali tidak membenci dosa itu sendiri.

Harold Freligh menyatakan bahwa segi intelek adalah kesadaran mengenai keadaan kita dan mengenai apa sebenarnya dosa itu. Hal ini lebih daripada hanya menyadari akan akibat dosa. Pengakuan yang lengkap menyangkut kesadaran bahwa dosa itu merupakan hinaan terhadap Allah. Dosa itu menyakiti Allah yang suci.

Segi emosional, yaitu perubahan perasaan yang diwujudkan dalam bentuk dukacita Ilahi yang mendalam karena telah melakukan dosa pada masa lalu terhadap Tuhan (Mazmur 51:2,10,14; 2 Korintus 7:9-10). Seperti anak yang hilang itu ‘menyadari keadaannya’ dan ia merasa sedih (Lukas 15:17). Soal emosi ini harus diluruskan. Berapa banyak air mata yang dicurahkan oleh seseorang untuk dapat bertobat? Banyaknya air mata tidak menjadi soal karena emosi masing-masing orang berbeda. 

Ada orang yang mudah menangis, ada orang yang jarang sekali mencurahkan air mata. Ada orang yang merasa sedih sekali tetapi tidak memperlihatkan kedukaannya, dan ada orang lain yang emosinya mudah terlihat. Emosi akan berbahaya sekali jika tidak diarahkan oleh kehendak untuk meninggalkan dosanya.

Harus dipahami bahwa pertobatan tidak sama dengan penyesalan. Pertobatan bukanlah mengaku merasa berdukacita karena dosa-dosa masa lalu itu tetapi pada saat yang bersamaan masih tetap ingin terus bertekun di dalam dosa itu. Mungkinlah bagi kita untuk merasa menyesal akan dosa-dosa kita namun kita tidak mempunyai keinginan untuk meninggalkannya. Orang demikian sebenarnya belum siap bertobat sebab ia belum bersedia meninggalkan dosa-dosanya.

Segi kehendak, adalah berupa sebuah keputusan. yaitu perubahan tujuan dari dalam lalu beralih dari dosa dan mencari pengampunan dan penyucian (Mazmur 51:5,7,10; Kis 2:38). Segi ini merupakan unsur tertinggi dari iman yang menyelamatkan. Pertobatan bukan sekedar persoalan intelektual dan emosi yang digabungkan, pertobatan juga persoalan kehendak yang menentukan arah dari jiwa. Tanpa kehendak untuk memutuskan berbalik kepada Kristus sebagai sumber pengampunan dan hidup rohani, maka pada hakikatnya itu hanyalah penyesalan yang bersifat duniawi.

Dr. Heath menyatakan bahwa penyesalan bukan pertobatan. Kadang-kadang seorang narapidana menyesal bukan karena perbuatan salahnya, melainkan ia tertangkap basah. Demikian pula bila seorang anak tertangkap basah waktu mencuri kue. Bagaimana pun besar dukacitanya, kalau ia bermaksud akan mencuri kue sekali lagi pada kesempatan lain, penyesalan semacam itu bukan pertobatan. 

Dukacita hanya boleh disebut pertobatan kalau orang yang bersangkutan menetapkan hatinya untuk tidak melakukannya lagi. Hal ini dapat diumpamakan dengan seorang yang sungguh-sungguh berdukacita atas kelakuan yang satu, tetapi mempertahankan kebiasaan lain yang salah. Jelas ini adalah pertobatan yang sia-sia. Kalau menyesal saja tidak membawa keselamatan.

Penyesalan duniawi tidak akan mendapatkan keselamatan,”Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian” (2 Korintus 7:10). Penyesalan atas dosa yang memimpin pada rasa sedih dan putus asa adalah penyesalan duniawi, yang mendatangkan kematian. Yudas Iskariot didorong penyesalan duniawi dan membunuh diri sendiri. Demikian juga dengan raja Saul. Ketika Roh Kudus menginsafkan akan dosa, Dia tidak pernah memberi rasa putus asa. Semua keputusasaan berasal dari iblis yang ingin mendorong kita kepada kematian dan neraka.

Dengan demikian, ketiga segi ini (intelektual, emosional dan kehendak) tersebut sesungguhnya tak dapat dipisahkan melainkan saling melengkapi dari satu proses yang sama menuju pertobatan yang benar. Jika kita hanya bertobat dari segi intelek dan emosi, maka kita belum cukup. Hal ini akan membawa kita kepada segi pertobatan yang ketiga yaitu kehendak. Seperti anak yang hilang, ia menyadari kesalahannya, merasa sedih dan kemudian bertindak untuk bangkit kembali kepada bapanya (Lukas 15:18). Jadi, secara negatif, pertobatan dibuktikan dengan tindakan meninggalkan dosa, sedangkan secara positif adalah dengan sikap dan tindakan mengasihi dan taat kepada-Nya.

5. Penyebab pertobatan

Hanya Allah saja yang dapat menyebabkan seseorang bertobat (Mazmur 85:5; Kis 11:18). Tuhan Yesus mengatakan Roh Kudus-lah yang menginsafkan seseorang akan dosa, kebenaran dan penghakiman,” Dan kalau Ia (Roh Kudus) datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman” (Yohanes 16:8). Terlepas dari Roh Kudus, tidak seorang pun menyadari besarnya dosa atau betapa buruknya dosa itu dalam pandangan Tuhan. Hanya Roh Kudus yang memperlihatkan kepada kita tentang keseriusan dosa. Roh Kudus menyebabkan orang berdosa melihat kebenaran dan ketika kebenaran itu diterapkan dalam hidupnya, sehingga ia “menyadari” segala dosa-dosanya dan akhirnya membawa kepada Kristus. Itulah iman yang menyelamatkan, yaitu iman yang bersandar pada Kristus dan beriman kepada-Nya untuk keselamatan jiwanya.

Tetapi walaupun memang hanya Allah saja yang menyebabkan pertobatan itu, manusia tetap terlibat di dalamnya. Itu artinya manusia aktif dalam pertobatan. Namun harus senantiasa diingat bahwa respon manusia selalu dihasilkan dari suatu karya Allah (tindakan anugerah-Nya) yang telah dilakukan sebelumnya dalam diri manusia (Kisah Para Rasul 2:38). Pertobatan yang benar merupakan hasil/akibat langsung dari panggilan Tuhan dalam hati seseorang. Dalam panggilan inilah manusia menjadi sadar akan kenyataan bahwa dengan kekuatannya sendiri manusia tidak bisa berbalik kepada Tuhan. Karena semua itu adalah pekerjaan yang dilakukan Tuhan. Itu semuanya adalah anugerah-Nya semata.

IMAN DAN PERBUATAN BAIK

1. Hubungan antara iman dan perbuatan baik

Banyak orang berasumsi bahwa dengan berusaha untuk hidup dengan baik, maka mereka telah melakukan segala yang diperlukan untuk masuk sorga. Mereka bersandar pada perbuatan-perbuatan baik mereka untuk memuaskan tuntutan keadilan Allah. Hal itu merupakan pengharapan yang sia-sia.

Hukum Allah menuntut kesempurnaan. Oleh karena kita tidak sempurna maka kita tidak memiliki kebaikan yang cukup dengan hidup yang baik. Jadi, kebaikan tidak dapat dicapai dengan hidup yang baik. Kita hanya dapat menerimanya dengan percaya pada kebenaran Kristus. Karya Kristus adalah sempurna dan disediakan bagi kita melalui iman.

Relasi antara iman dan perbuatan baik merupakan suatu hal yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Meskipun perbuatan-perbuatan baik kita tidak menambahkan apa-apa bagi iman kita di hadapan Allah, tetapi bila perbuatan-perbuatan baik tidak mengikuti pengakuan iman kita, maka itu merupakan indikasi yang nyata bahwa kita tidak memiliki iman yang membenarkan.

Pembenaran yang sejati selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan baik di dalam proses pengudusan. Bila ada pembenaran, maka pengudusan akan merupakan kelanjutannya. Bila tidak diikuti oleh pengudusan,maka dapat dipastikan bahwa tidak ada pembenaran. Pembenaran bergantung pada iman yang sejati, di mana sebagai akibatnya akan diikuti oleh ketaatan pada perintah Tuhan.

Perbuatan baik tidak dapat dianggap berjasa memberikan keselamatan. Memang kita tidak diselamatkan karena berbuat baik, tetapi kita akan dididik untuk melakukan perbuatan baik SESUDAH kita diselamatkan,”….Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” (Titus 2:13-14).

Jadi, iman dan perbuatan baik memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Firman Tuhan berkata, IMAN TANPA PERBUATAN ADALAH MATI, sia-sia saja (Yakobus 2:14-26). Pada saat yang sama perbuatan baik akan mengalir keluar bersama dengan persekutuan orang percaya dengan Kristus,”Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia akan berbuah banyak” (Yohanes 15:5).

Iman adalah suatu sikap terhadap Tuhan Yesus dan perbuatan merupakan produk/hasil dari iman. Jadi, bukan perbuatan yang melahirkan iman, tetapi iman yang hidup tentu melahirkan perbuatan yang baik.

Iman yang menyelamatkan membimbing kita kepada perbuatan baik. Iman yang menyelamatkan dibuktikan melalui hidup yang diselamatkan. Perbuatan-perbuatan baik dalam ketaatan yang penuh kasih kepada Tuhan dan dalam melayani-Nya dengan sukacita adalah ungkapan yang wajar dan buah dari iman yang menyelamatkan. Iman yang tidak menghasilkan hidup yang diubahkan dalam ketaatan dalam Kristus adalah iman yang mati. Ini adalah iman yang tidak menyelamatkan (Yakobus 2:14-26). Sebab perbuatan-perbuatan baik merupakan buah dari iman itu menyenangkan Allah.

Sesudah kita diselamatkan tidak dapat tidak kita akan melakukan perbuatan baik karena:

1. Perbuatan baik itu perlu sebab dituntut oleh Tuhan (Roma 7:4; Galatia 6:2)

2. Kita diciptakan dalam Kristus untuk melakukan perbuatan baik (Efesus 2:10).

3. Perbuatan baik merupakan buah atau bukti dari iman yang hidup (Yakobus 2:14, 26)

4. Melakukan perbuatan baik itu diperintahkan oleh Tuhan (Matius 5:16, Galatia 6:10)

5. Melakukan perbuatan baik merupakan suatu korban yang berkenan kepada Tuhan (Ibrani 13:16)

6. Perbuatan baik sebagai ungkapan rasa syukur (1 Korintus 6:20)

7. Ada pahala untuk setiap perbuatan baik yang kita lakukan (Lukas 6:35, Why 22:12). Kita dikaruniai upah di surga berdasarkan perbuatan-perbuatan baik kita, meskipun upah ini sebenarnya bagian dari anugerah/kasih karunia.

8. Sebab kita rindu untuk menjadi sama seperti Yesus yang berjalan keliling sambil berbuat baik (Kis 10:38)

9. Perbuatan baik itu memuliakan Allah (Yohanes 15:8; 1 Korintus 10:31)

Dr. Berkhof menjelaskan sifat dari perbuatan baik dalam pengertian teologis memiliki ciri-ciri khas dari perbuatan baik yang dinilai baik secara rohani, yaitu perbuatan baik itu merupakan buah dari suatu hati yang telah dilahirkan baru, sebab tanpa hati yang mengalami kelahiran baru ini tak ada seorang pun yang akan mempunyai sikap hati yang mau mentaati Tuhan dan motivasi untuk memuliakan Tuhan sebagaimana dituntut (Matius 12:33; 7:17-18). 

Perbuatan baik itu terpancar dari prinsip kasih kepada Allah dan dari keinginan untuk melaksanakan kehendak-Nya (Matius 15:9). Dan apapun tujuan dari perbuatan baik itu, tujuan akhirnya bukan demi keuntungan manusia, tetapi untuk kemuliaan Allah, yang merupakan tujuan tertinggi (1 Korintus 10:31; Kolose 3:17,23).

Ingat, bahwa perbuatan baik tersebut tidak boleh dipandang sebagai “jasa” sebab kita adalah orang-orang yang berhutang kepada Tuhan. Dan semua yang kita lakukan sudah sepatutnya menjadi milik Allah. Selain itu, kita tidak dapat melakukan perbuatan baik berdasarkan kekuatan alami kita sendiri. Perbuatan baik itu dilakukan melalui kuasa kasih karunia Allah yang membuat mampu, sementara Roh Kudus bekerja melalui kita dalam diri kita dari hari ke hari (Filipi 2:13).

IMAN ITU HIDUP

Iman yang benar dan menyelamatkan adalah suatu iman yang memiliki kedudukan dalam hati dan berakar pada hidup yang telah mengalami kelahiran baru. Iman ini pertama-tama bukan merupakan tindakan manusia, akan tetapi suatu potensi yang diberikan oleh Tuhan dalam hati orang berdosa. Benih iman ditanamkan dalam diri manusi ketika ia mengalami lahir baru. Hanya sesudah Tuhan menanamkan benih iman dalam hati manusia, maka ia dapat melakukan tindakan iman.

Jadi, iman itu hidup. Iman bukanlah merupakan hal yang statis, tetapi merupakan asas yang hidup. Iman merupakan sebiji benih yang ditanam di dalam hati. Benih itu akan bersemi dan tumbuh. Tuhan Yesus membandingkan iman dengan sebiji benih sesawi. Paulus berkata,”Kami wajib selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara… karena IMAN-mu makin bertambah (2 Tesalonika 1:3). Lalu Paulus pun juga berkata kepada jemaat di Korintus,”Kami berharap, bahwa apabila IMAN-mu makin bertumbuh…(2 Korintus 10:15). Allah juga mengharapkan pertumbuhan yang demikian itu di dalam diri tiap-tiap anak-anak-Nya.

Baca Juga: Hubungan Anugerah Keselamatan Dengan Iman Dan Pertobatan

Jadi, apakah iman yang hidup? Iman hanya dapat diketahui melalui perbuatan-perbuatannya. Bila kita percaya maka sebagai buktinya adalah perbuatannya,”…jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati ” (Yakobus 2:17). Jadi, iman yang hidup akan disertai oleh perbuatannya. Perbuatan apakah yang harus menyertai iman keselamatan kita? Firman Tuhan berkata,”Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu … maka kamu akan diselamatkan ” (Roma 10:9)

Iman memilik aspek ilahi dan aspek manusiawi. Keduanya harus diakui. Iman merupakan syarat yang telah ditetapkan/ditakdirkan oleh Allah untuk keselamatan. Allah memilih untuk menyelamatkan kita berdasarkan IMAN. Tetapi IMAN di dalam Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Apa yang harus dipercayai menurut Roma 10:9 ini? Ada dua hal yang harus kita percayai,yaitu:

1. Percaya bahwa Yesus adalah Juruselamat

“…dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Rm 10:9b). Kita harus mempercayai bahwa Kristus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, dan bahwa Ia telah bangkit dari kematian untuk memberikan hidup kekal kepada kita. Tetapi mempercayai Yesus sebagai Juruselamat saja, belumlah lengkap, kita harus mempercayai hal kedua dalam Roma 10:9.

2. Percaya bahwa Yesus adalah TUHAN

“… sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah TUHAN…”(Roma 10:9a). Inilah bukti awal, bahwa seseorang itu memiliki iman sejati. Ia percaya bahwa Yesus telah mati dan bangkit untuk menebus dosa-dosanya, dan sebagai tindakannya, ia mengakuinya sebagai TUHAN atas hidupnya. Jika kita percaya bahwa Yesus adalah TUHAN (Penguasa hidup kita), maka sebagai bukti iman, kita pasti akan mentaati-Nya. Kita pasti bertobat dari dosa-dosa kita.

Jadi, mempercayai Yesus sebagai Juruselamat saja tanpa ke-Tuhanan-Nya, belumlah lengkap. Itu adalah injil palsu dan murahan. Yang benar, kita harus mempercayai keduanya. Namun mempercayai Yesus sebagai Tuhan tanpa ke Juruselamatan-Nya adalah mempercayai injil perbuatan.

Sekali lagi, dengan jelas firman Tuhan mengatakan,”Semua orang telah berbuat dosa … dan upah dosa ialah maut” (Roma 3:23,6:23). Dosa harus dihukum. Hukuman atas dosa adalah kematian dan perpisahan dengan Allah, hidup tanpa Allah dan tanpa pengharapan! Orang yang di luar Kristus sudah berada di bawah hukuman karena dosa-dosanya (Yohanes 3:18).

Karena kita telah menaruh iman dan percaya pada karya Kristus, maka kita akan diselamatkan dari hari yang dahsyat itu ketika Allah menghukum orang-orang yang tidak percaya karena dosa (Roma 5:9).

Akan tetapi, Alkitab meyakinkan kita,”Jika kamu mengaku dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9). Apakah Saudara sudah melakukan hal itu? Sudahkah Saudara mengaku Kristus yang hidup sebagai Tuhan dan Juruselamat Saudara? Jika sudah, Alkitab mengatakan bahwa KESELAMATAN TELAH MENJADI MILIK SAUDARA!

GUNA IMAN KESELAMATAN

Dengan memiliki iman keselamatan, maka kita memiliki pijakan (dasar) untuk bergerak ke iman-iman yang lain. Firman Tuhan berkata bahwa orang benar akan hidup oleh iman (Roma 1:17). Artinya segala sesuatu yang dilakukannya adalah berdasarkan iman.

Jadi, iman keselamatan adalah batu pijakan (batu loncatan) pertama untuk melangkah ke batu pijakan (iman) lainnya.

1. Iman adalah kunci kemenangan

Kebangkitan Yesus merupakan bukti bahwa Ia telah menang atas kuasa maut. Yesus telah menang! Penguasa kegelapan yaitu iblis telah dikalahkan-Nya oleh kematian dan kebangkitan-Nya. Itu sebabnya segala kuasa di seluruh alam semesta kini berada di tangan Yesus (Matius 28:18). Dengan demikian setiap orang yang percaya kepada Yesus dapat hidup bebas dari hukuman dosa (maut) dan memiliki jaminan keselamatan, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Bila Yesus telah menang, kita pun akan hidup dalam kemenangan atas segala persoalan kehidupan, atas kuasa kegelapan dan atas dosa. Kematian dan kebangkitan Yesus, menjadi jaminan bagi kita untuk senantiasa hidup dalam kemenangan.

Sementara berada di dunia ini, kita dapat senantiasa hidup dalam kemenangan atas setiap persoalan kehidupan,”Di dalam Kristus Allah selalu membawa kita di dalam kemenangan” (2 Korintus 2:14). Iman merupakan kunci untuk membuka pintu masuk ke dalam hidup yang berkemenangan di dalam Kristus. Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia, yaitu iman kepada Kristus yang telah menang itu (1 Yohanes 5:4).

2. Iman adalah dasar pengharapan

Setiap orang punya suatu pengharapan mengenai masa depannya. Orang yang hidup berkemenangan mempunyai pengharapan yang tidak goyah, walaupun harus menghadapi berbagai kesukaran dan tantangan. Sedangkan orang yang hidup tanpa pengharapan (putus asa) adalah orang yang sudah kalah sebelum bertanding.

Iman tidak sama dengan pengharapan, walaupun memang hal itu berhubungan. Pengharapan merupakan keinginan kita, iman merupakan dasar kita. Tanpa pengharapan kehidupan Kristen akan sangat membosankan, tanpa iman hal itu akan hancur. Pengharapan membawa kita ke masa depan walaupun harus melalui ujian-ujian (Roma 8:25,Yakobus 1:3).

Harold Freligh memberikan pernyataan sebagai berikut:

“Iman merupakan aliran darah orang-orang Kristen. Apabila berhenti mengalir maka menyusul kematian rohani. Iman bagi kehidupan rohani sama pentingnya seperti udara bagi kehidupan jasmani”

Firman Tuhan mengatakan,”Orang benar akan hidup oleh sebab iman” (Hab 2:4; Roma 1:17). Kita diberitahukan agar, ”bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang” (Kolose 1:23). Sungguh benar bahwa iman adalah dasar pengharapan orang Kristen.

Dasar dari pengharapan kita menentukan apakah kita akan hidup dalam pengharapan atau dalam keputus-asaan. Bila dasar pengharapan kita adalah IMAN, maka kita tidak akan kuatir mengenai masa depan. Sebaliknya, bila pengharapan kita didasarkan pada keadaan di sekeliling, kita akan mudah menjadi putus asa.

Abraham adalah contoh orang yang mendasarkan pengharapannya atas IMAN. Secara fisik, keadaannya jelas tidak menunjang pengharapan untuk mendapat keturunan. Namun karena mendasarkan pengharapannya atas IMAN, maka pada usia 100 tahun ia mendapat anak sesuai janji Tuhan (Kejadian 21:5; Roma 4:18-21). Karena IMAN, Abraham dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat (mandul), karena ia menganggap Dia yang menjanjikan itu setia (Ibrani 11:11).

Jadi, ada 2 alasan sebagai dasar iman kita pada Tuhan,yaitu: pertama, Tuhan berkuasa untuk menepati dan melaksanakan janji-Nya dan kedua, Tuhan setia pada janji-Nya.

3. Iman melahirkan mujizat

Hidup kekristenan adalah hidup karena IMAN. Dimulai dari IMAN, berjalan dalam IMAN dan menjangkau masa depan dengan IMAN,”Orang benar akan hidup oleh IMAN…” (Rm 1:17). Oleh IMAN kita dapat melihat jauh masa depan, kepada penggenapan segala janji Tuhan. IMAN membuat kita melihat melampaui keadaan kita yang sekarang,”Sebab hidup kita ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat” (2 Korintus 5:7).

Sekali lagi saya katakan, kalau hidup kita hanya berdasarkan pada apa yang kita lihat di sekitar kita, kita akan mudah putus asa. Sebaliknya, kalau hidup kita karena iman pada Tuhan, kita akan terus berjalan maju walaupun harus menghadapi tantangan yang berat. Lihatlah kegagalan Israel masuk Kanaan karena mereka lebih percaya pada pandangan mata mereka dari pada janji Tuhan (Bil 13-14).

Jika, iman kita lemah, itu karena pandangan kita akan Yesus, obyek iman kita, buram! Jika kita memandang badai yang mengamuk di sekeliling kita, maka kita seperti juga Petrus, akan mulai tenggelam. Kalau ada goncangan, itu karena kitalah yang menyebabkan goncangan itu dan bukan Batu Karang di atas di mana kita berdiri. Sadar akan Dasar yang kokoh berarti berdiri teguh.

Dengan demikian, IMAN adalah kunci untuk mengalami mujizat Tuhan. Mujizat ialah tindakan Tuhan yang melampaui batas akal manusia. Jadi, kalau kita ingin mengalami mujizat Tuhan yang membawa kemenangan atas hidup kita, berikut langkahnya:

a. Dengar janji Tuhan dalam firman-Nya

b. Percaya akan kesanggupan dan kesetiaan Tuhan untuk menepati janji-Nya

c. Jangan terpengaruh oleh keadaan sekitar kita

d. Bertindaklah berdasarkan firman Tuhan (taat)

Iman harus dinyatakan di dalam ketaatan. Karena tidak mungkinlah untuk percaya (IMAN) kepada Tuhan tanpa mentaati-Nya (Ibrani 6:11). Ketidak-percayaan merupakan ketidak-taatan.

ASPEK KESELAMATAN

Ketika seseorang merumuskan keselamatan secara salah, maka kekristenannya pun juga salah; kekristenannya menjadi tidak berkualitas. Jadi doktrin keselamatan ini harus dipahami secara tepat karena ini merupakan pokok pengajaran yang sangat penting. Pdt. Dr. Heath menyatakan bahwa kita SUDAH selamat tetapi juga harus menantikan keselamatan kita. Hal ini menunjukkan adanya ketahapan dalam keselamatan. Mencicipi sesuatu yang sedap berbeda dengan memakannya sampai puas. Keselamatan dapat ditinjau dari tiga tahapan aspek waktu yaitu:

1. Aspek waktu yang lalu

Keselamatan yang ditinjau dari masa lalu adalah memandang karya keselamatan yang telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus dua ribu tahun yang lalu telah selesai atau final. Tuhan Yesus telah menyelesaikan tugas penyelamatan itu, sehingga tidak perlu lagi usaha-usaha untuk melengkapi karya Tuhan Yesus yang sudah sempurna.

Memandang keselamatan yang ditinjau dari masa lalu juga mempersoalkan visi utama kedatangan-Nya. Visi utama kedatangan Tuhan Yesus adalah memberikan nyawa-Nya bagi tebusan dosa manusia (Markus 10:45). Dosa menyangkut masalah terputusnya hubungan antara Allah dan manusia, karakter yang rusak dan hidup di bawah ancaman maut kekal di api neraka.

Kenyataan yang kita jumpai hari ini, ada banyak Injil yang telah dipalsukan sehingga umat Tuhan tidak mengerti apa keselamatan itu dan proses hidup di dalam keselamatan tersebut. Banyak orang Kristen tidak mengerti visi utama kedatangan Tuhan Yesus sehingga mereka mengubah Tuhan Yesus sebagai juruselamat duniawi; menyelesaikan masalah pemenuhan kebutuhan jasmani belaka.

2. Aspek waktu yang sekarang ini

Keselamatan ditinjau dari masa sekarang ini adalah pergumulan meresponi keselamatan yang ditawarkan oleh Allah. Mengerjakan keselamatan adalah bertumbuh mengenakan pikiran dan perasaan Kristus atau dengan kata menjadi serupa Kristus (Filipi 2:12). Keselamatan harus dikerjakan supaya menjadi milik yang pasti atau memiliki hak penuh masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 

Jadi, mengaku percaya pada Tuhan Yesus barulah awal dari perjalanan panjang bergumul mengerjakan keselamatan. Perhatikan Efesus 2:8,”sebab karena kasih karunia kamu diselamatan oleh iman”. Di sini jelas ada dua unsur vital keselamatan yaitu kasih karunia dan iman. Keduanya berbeda. Kalau hanya kasih karunia/anugerah berarti keselamatan belum menjadi milik kita, harus ada iman. 

Iman adalah langkah menyambut keselamatan itu. Iman adalah penurutan terhadap kehendak Allah. Iman bukan hanya sebuah pengakuan/perkataan, melainkan tindakan. Menerima Tuhan Yesus jelas bukan sekedar perkataan, melainkan tindakan iman yang nyata dalam kehidupan yaitu menuruti kehendak Allah.

Di sinilah kita temukan letak mahalnya harga keselamatan itu. Keselamatan yang dikerjakan Tuhan Yesus adalah pengorbanan yang sangat mahal dan tidak dapat dikerjakan oleh manusia siapa pun, karenanya disebut anugerah. Tetapi anugerah membutuhkan respon yang memadai dari kita agar menjadi terwujud dalam kehidupan kita.

Sekali lagi ditegaskan bahwa kebenaran ini mendukung prinsip Sola Gratia (keselamatan hanya oleh anugerah). Tanpa keselamatan yang dikerjakan Tuhan Yesus tak seorang pun selamat.

Anugerah harus direspon bukan berarti membuat anugerah menjadi kurang berharga tetapi justru sangat berharga dan tidak murahan. Anugerah bukan berarti manusia si penerima anugerah tidak memiliki langkah sama sekali untuk meraih anugerah tersebut. Kalau seseorang mendapat hadiah gratis tanpa membayar (anugerah), bukan berarti dia hanya diam saja lalu anugerah itu datang dengan sendirinya. Ia harus melangkah mengambil hadiah itu. Inilah respon. 

Jika manusia bisa atau boleh diam saja menerima anugerah manusia menjadi manusia yang tidak bertanggungjawab sama sekali. Jangan berpikir diselamatkan karena anugerah lalu respon manusia tidak dibutuhkan sama sekali. Semua dikerjakan oleh Allah agar manusia tidak menjadi sombong. Itu konsep keliru tentang keselamatan. Jadi, yang dimaksud bahwa keselamatan bukanlah hasil usaha kita, maksudnya bahwa manusia mau berbuat sesempurna bagaimanapun jika tanpa salib menjadi sia-sia.

3. Aspek waktu yang akan datang

Keselamatan dari sudut waktu yang akan datang adalah pengharapan yang menjadi tujuan hidup orang percaya, yaitu realisasi kedatangan Kerajaan Tuhan secara fisik atau penggenapan dari kepenuhan keselamatan yang diterima orang percaya. Kehidupan orang percaya harus diarahkan kepada rencana Bapa untuk menjadikan kita duduk bersama dengan Tuhan dalam memerintah di Kerajaan-Nya (Lukas 22:29-30). Inilah yang dimaksud mengharapkan apa yang tidak kita lihat.

Baca Juga: Pertobatan Dan Iman (Elemen, Makna Dan Sarana)

Langit baru dan bumi baru adalah penyudah proyek keselamatan. Jadi sebelum kita sampai ke negeri itu, maka proyek keselamatan belum lengkap. Dengan demikian, mengenai keselamatan jangan hanya berbicara mengenai “diperkenan masuk Sorga, tetapi juga menerima kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus atau dipermuliakan bersama dengan-Nya.

Iman yang menyelamatkan adalah iman yang mempercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya.

Seseorang diselamatkan oleh IMAN, bukan oleh perbuatan. Tetapi iman sejati pasti menghasilkan perbuatan.

Iman tidak memandang ke dalam atau ke sekeliling, tetapi ke atas “dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita kepada kesempurnaan” (Ibrani 12:2).

Ingatlah, Allah yang menyelamatkan kita. Kita hanya menerima karya yang telah dilakukan Kristus,”Bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus” (Titus 3:5).
Next Post Previous Post