ANAK-ANAK DAN ORANG TUA (EFESUS 6:1-4)

Efesus 6:1-4 -Efesus 6:1 Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Efesus 6:2 Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: Efesus 6:3 supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Efesus 6:4 Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu , tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

1. Anak-anak harus taat kepada orang tua di dalam Tuhan (Efesus 6:1).

“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian” (Efesus 6:1) Kata “anak-anak”, pada ayat ini berasal dari bahasa Yunani τέκνα (tekna). Menurut Thayer’s Greek Lexicon kata anak-anak adalah τέκναἐπαγγελίας (tekna evangelias) yaitu anak-anak Injil. Karena itu ‘anak-anak’ di sini dicatat sebagai anak-anak yang diperanakkan berdasarkan janji Tuhan (Roma 9:7-8).
ANAK-ANAK DAN ORANG TUA (EFESUS 6:1-4)
Surat-surat Paulus biasanya dibacakan dalam ibadah-ibadah jemaat tidak dapat dikatakan dengan pasti. Suatu kepastian bahwa bagi Paulus adalah lumrah untuk memberi nasihat kepada mereka. Sebagai anak anggota-anggota jemaat, mereka juga adalah “orang-orang kudus” (1:1) dan bukan “anak-anak cemar” (1 Korintus 7:14). Justru karena itu Paulus menuntut, supaya mereka juga hidup sebagai orang-orang kudus dan menaati orang tua mereka “di dalam Tuhan” (=ἐνκυρίῳ).

Ketaatan yang demikian menurut Paulus, adalah suatu keharusan, atau barangkali lebih baik, sesuatu yang benar, yang adil (=διακιον), sesuatu yang benar dan adil bagi Allah. Di dalam Kristus, Allah ini menyatakan kasih-Nya kepada orang tua, dan di dalam Dia, Ia memberikan kepada mereka suatu tempat yang terhormat. Itulah sebabnya Paulus menambahkan, “karena haruslah demikian”.

2. Perintah penting yang perlu di perhatikan (Efesus 6: 2)


Hormatilah ayahmu dan ibumu ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini (Efesus 6:2). Efesus 6:2 ini sama dengan Keluaran 20:12. Di mana Paulus memberikan nasihat kepada jemaat di Efesus yaitu anak-anak untuk menghormati ayah dan ibunya, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu. Bagi penulis surat Efesus dan kitab Keluaran perilaku untuk menghormati ayah dan ibu itu sangat penting. Pentingnya dapat dilihat dari, arti kata “ayah” yang sesungguhnya dan apa dampaknya bagi anak-anak dimasa itu. Dalam ayat ini kata ‘ayah’ berasal dari bahasa Yunani πατήρα (patera).Kata ini berasal dari bentuk πατήρ (pater), yaitu kata benda akusatif maskulin tunggal orang pertama. Secara harafiah seorang ayah itu memelihara, melindungi.

Menurut John Stott, Otoritas orang tua terhadap anak-anaknya lebih ketat dibandingkan otoritas suami sebagai kepala terhadap istrinya. Seperti biasa, Paulus mendasarkan ajarannya dengan seksama. Ia memberikan tiga alasan mengapa anak-anak dalam rumah tangga Kristen wajib menaati orang tuanya, yakni: kewajaran secara ilmiah, hukum, dan Injil. Sama seperti dari istri-istri (terhadap suami-suami mereka), demikian pula dari anak-anak (terhadap orang tua mereka), Paulus menuntut, selain dari pada ketaatan. Ia mengandung juga aspek ketakutan, bukan ketakutan hamba atau budak, tetapi seperti yang telah didengar, ketakutan yang lahir dari ketakutan kepada Tuhan (5:21,33). 

Orang tua berhak atas penghormatan yang demikian. Hukum ini yaitu menghormati orang tua (Paulus sebut “suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji” yang berikut lih. Efesus 6: 3). Dari ayat 2 dan 3 itu berkesinambungan, di mana anak-anak ketika menghormati ayah dan ibunya itu adalah suatu perintah dan nyata dari janji yang sangat penting, supaya mereka menjadi berbahagia dan panjang umur.

3. Janji atau Berkat yang akan di terima (Efesus 6: 3)

“Supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Efesus 6:3). Isi dari janji (= επανγγελια) itu berbunyi: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi (ay. 3). Janji ini diberikan oleh Paulus kepada anak-anak dari anggota-anggota jemaat di Efesus. Janji ini sedikit lain dari pada janji yang terdapat dalam hukum kelima: “supaya lanjut umurmu di tanah yang akan diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu” (Keluaran 20:12). Anggota-anggota jemaat di Efesus adalah orang-orang yang berasal dari bangsa-bangsa kafir. Sesuai dengan itu, maka yang Paulus maksudkan di sini dengan di bumi (= επιτηςγης) bukanlah Tanah Kanaan, tetapi bumi atau dunia, di mana mereka diam.

Tetapi di sini sangat berbeda dari kata aslinya Yunani: ἵναεὖσοιγένηται, καὶἔσῃμακροχρόνιοςἐπὶτῆςγῆς. (Efesus 6:3); supaya kamu menjadi berhasil dan engkau adalah yang berumur panjang di antara manusia di bumi. Menurut KBBI kata “berhasil” adalah mendatangkan hasil tidak gagal. Menurut penulis berarti ketika seseorang menghormati orang tua apa yang dilakukannya pasti mendatangkan hasil yang tidak gagal dan berumur panjang di antara manusia di bumi.

Orang tua jangan membangkitkan amarah kepada anak-anak, tetapi didiklah mereka dengan ajaran dan nasihat Tuhan (ay. 4) “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” (Efesus 6:4)

Jika anak-anak Kristen dinasihati untuk menaati dan menghormati orang tuanya (Efesus 6:1-3), maka Efesus 6:4 merupakan kewajiban bapak-bapak sebagai kepala keluarga lebih ditekankan. Pada waktu itu di dalam budaya Yunani-Romawi dan dalam tulisan-tulisan Yahudi, bapak-bapak mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak-anak. Karena itu hal ini dituliskan untuk mereka. Dalam ayat ini mereka diperintahkan untuk tidak membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka. Di dalam hukum Romawi yang berlaku bagi masyarakat pada waktu itu ditekankan tentang patria potestas (otoritas kepala rumah), di mana bapak-bapak diberikan kuasa tanpa batas atas anak-anak mereka, dan hukum ini mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam budaya Helenistik pada waktu itu.

Dalam ayat ini sesudah Paulus selesai menasihati anak-anak, ia berkata kepada bapak-bapak: “Dan kamu, bapa-bapa janganlah bangkitkan amarahmu di hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Efesus 6: 4). Pertanyaan tentang mengapa ibu-ibu tidak turut di sebut di sini, padahal mereka juga adalah orang tua yang turut bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak mereka, tidak diketahui sebab yang sebenarnya. Mungkin karena Paulus menganggap bahwa bapak-bapak sebagai kepala rumah tangga (keluarga) yang memikul dan mewakili wibawa orang tua”

Menurut W. Barclay, sebagaimana dikutip oleh Stott, “Bapak Romawi memegang dan menerapkan kekuasaan mutlak atas keluarganya. Ia boleh sesukanya menjual anak-anaknya menjadi hamba, memaksa mereka bekerja di ladang bahkan dengan terbelenggu, menghukum mereka sampai pada hukuman mati karena kuasa menghukum ada padanya.” Konteks tersebut tentu saja sangat berpengaruh pada cara pandang, bagaimana menyikapi pemberian didikan bagi anak-anak. 

Itu sebabnya O’Brien mewanti-wanti agar ‘disiplin yang keras’ tidak boleh diterapkan di dalam pendidikan anak. Menurutnya, Paulus jelas menentang hal ini, ia menentang “disiplin keras yang berlebihan, tuntutan tak beralasan yang beralasan, penyalahgunaan otoritas, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, omelan, dan hukuman yang konstan, merendahkan seorang anak pada penghinaan, dan semua bentuk ketidakpekaan yang besar pada kebutuhan dan perasaan seorang anak

Paulus tahu, bahwa amarah dapat membawa seseorang kepada dosa dan kepada kuasa Iblis (4:26). Alasannya, dengan amarah dan segala sesuatu yang berhubungan dengan hal itu, orang dapat jatuh ke dalam perbuatan fitnah (bnd. 4:31), yang memisahkannya dari persekutuan dengan Allah. Terutama untuk anak-anak, hal itu sangat berbahaya. Seorang ayah yang menyebabkan hati anaknya menjadi panas atau marah, sadar atau tidak sadar sedang memimpin mereka kepada pemberontakan melawannya. 

Hal itu bisa juga berdampak pada pemberontakan melawan Allah sebagai Bapa. Mengapa hal itu terjadi, tidak dikatakan oleh Paulus dengan jelas. Bukankah sikap, perkataan, perbuatan, tindakan, dan lain sebagainya dari orang tua, terutama bapak-bapak, sangat berpengaruh pada diri seorang anak? Itulah sebabnya teladan yang tidak baik perlu dihindarkan. Paulus juga menasihatkan mereka secara positif supaya mereka mendidik anak-anak mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.

Pendidikan keras yang biasanya diterapkan pada waktu itu seringkali membuat anak-anak menyimpan amarah di dalam hati mereka. Amarah ini jelas akan menghancurkan kehidupan anak-anak tersebut, seperti yang diperingatkan oleh Paulus dalam Efesus 4:26-27, 31, di mana Iblis akan mengambil keuntungan dari amarah yang berlarut-larut. Karena itu Paulus menentang praktik pendidikan yang keras dan sewenang-wenang. 

Selain perintah yang bersifat negatif, Paulus melanjutkan nasihatnya untuk bapak-bapak agar mendidik anak-anak mereka. Kata ἀλλὰ (alla) yang berarti ‘tetapi’ menunjukkan adanya suatu kontras dari yang tidak seharusnya dilakukan menjadi apa yang seharusnya dilakukan. Hal ini diperkuat dengan perintah yang harus secara kontiniu dijalankan yakni, ἐκτρέφετε (didiklah). Kata ini mempunyai arti mengasuh dan mendidik anak-anak menuju kedewasaan. Baik dengan memenuhi kebutuhan fisik mereka maupun kebutuhan psikis mereka. Didikan inilah yang akan menghindarkan bangkitnya amarah di dalam diri anak-anak, karena melalui didikanlah anak-anak mewarisi gaya hidup kristiani.

Frasa “ajaran” dan “nasihat” di sini merupakan kata benda yang biasanya digunakan bersamaan untuk menunjukkan suatu konsep. “Ajaran” (παιδείᾳ - paideia) mengacu pada “pendidikan atau pengajaran dalam pengertian menyeluruh (Kisah Para Rasul 7:22; 22:3; 2 Timotius 3:16; Titus 2:12). Akan tetapi “nasihat” (νουθεσίᾳ - nouthesia) seperti juga di dalam 1 Korintus 10:11 dan Titus 3:10 mengacu pada nasihat verbal atau pengoreksian. Paideia ini juga “berarti latihan melalui disiplin, dan kalau perlu hajaran. 

Hal ini sangat sesuai dengan apa yang dikatakan di dalam PL tentang perlunya disiplin dan hajaran. Amsal 22:15 menyatakan: “Kebodohan melekat pada hati orang muda, tetapi tongkat didikan akan mengusir itu dari padanya.” Akan tetapi di sini bukan berarti orang tua bisa sewenang-wenang memukul anak-anaknya.

Kata “Tuhan” di sini yang genetif menunjukkan bahwa ajaran dan nasihat itu harus berasal dari Tuhan. Hal ini menunjukkan juga bahwa apa yang diajarkan kepada anak-anak oleh bapak-bapak, haruslah pengenalan akan Tuhan dan ajaran-ajaran-Nya. Sebenarnya pengajaran ini adalah pengajaran Tuhan, yang ditanggung jawabkan kepada bapak-bapak. Tuhan sendirilah yang sebenarnya berada di balik para ayah dalam mengajar. 

Di sini dituntut agar bapak-bapak terlebih dahulu mengetahui dan melakukan ajaran dan nasihat Tuhan. Mereka dituntut terlebih dahulu untuk hidup dekat dengan Tuhan, baru mereka dapat mewakili Tuhan mengajarkannya pada anak-anak mereka. Jadi bukan sekadar mengajarkan melalui kata-kata verbal tetapi juga mencontohkan dan membuktikannya melalui gaya hidup sehari hari.

Inilah tanggung jawab utama dan seharusnya dari bapak-bapak. Demikianlah yang ditekankan oleh Alkitab, yakni melalui penggunaan kata: οἱπατέρες – hoi pateres atau bapak-bapak. Penulis melihat begitu pentingnya posisi seorang laki-laki sebagai seorang kepala keluarga. Pada saat ini, banyak juga para ibu yang menjadi kepala keluarga, dikarenakan kehilangan suami atau ditinggalkan suami. Penulis melihat, pada umumnya ayat ini di tunjukan kepada para keluarga. 

Para kepala keluarga mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak-anak mereka. Posisi kepala keluarga sangatlah penting, karena sebagai kepala keluarga ia akan memberikan contoh kepada seisi rumahnya. Gaya hidup dan kerohanian kepala keluarga akan sangat mempengaruhi gaya hidup dan kerohanian seluruh anggota keluarga

Baca Juga: Eksposisi Efesus 6:1-4 (Peranan Orang Tua Dalam Pertumbuhan Rohani Anak)

O’Brien menekankan bahwa Surat Efesus sangat penting untuk mendukung hal ini, karena: Surat Efesus membuat beberapa penegasan teologis penting tentang umat Allah. Surat ini memperkenalkan serangkaian gambaran yang sangat penting tentang gereja, termasuk istilah-istilah seperti tubuh, bangunan, bait, dalam Kristus, pengantin, manusia baru, keluarga, dan pernikahan. 

Maka tidak heran kalau mereka kemudian melihat banyak klaim yang mengatakan bahwa tulisan Perjanjian Baru ini berisi tulisan tentang “ekklesiologi yang paling tinggi dari semuanya.” Rujukan-rujukan yang dimaksud dan pengajaran khusus yang dihadirkan melalui gambaran-gambaran yang beragam dan memiliki jangkauan luas ini memiliki makna yang penting, sedangkan implikasi-implikasi dari semua itu memberikan tantangan besar terhadap semua hal yang bersifat dangkal, duniawi, berpusat pada diri sendiri, dan individualistis dalam jemaat-jemaat pada masa kini.
Next Post Previous Post