HAWA NAFSU DAN PERSAHABATAN DENGAN DUNIA (YAKOBUS 4:1-10)
Matthew Henry
Dalam Yakobus 4:1-10 ini kita diarahkan untuk memperhatikan :
I. Beberapa penyebab pertengkaran, selain yang sudah disebutkan dalam pasal sebelumnya, supaya kita waspada terhadapnya (Yakobus 4:1-3).
II. Kita diajar untuk meninggalkan persahabatan dengan dunia ini, sehingga kita berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah (Yakobus 4: 4-10).
III. Segala fitnah dan penghakiman yang membabi buta terhadap orang lain harus dihindari dengan cermat (Yakobus 4: 11-12)
IV. Kita harus senantiasa memperhatikan, dan sepenuhnya menghormati, keputusan-keputusan tentang apa yang diizinkan terjadi dalam Pemeliharaan ilahi (Yakobus 4:13-17).
Asal Mula Sengketa dan Pertengkaran; Melawan Kesombongan; Tunduk kepada Allah (Yakobus 4: 1-10)
Pasal sebelumnya berbicara tentang iri hati satu terhadap yang lain sebagai sumber utama dari sengketa dan pertengkaran. Pasal ini berbicara tentang hawa nafsu terhadap hal-hal duniawi, dan terlalu menghargai kesenangan-kesenangan duniawi dan persahabatan dengan dunia, sebagai sesuatu yang membawa perpecahan di antara jemaat menjadi hal yang sangat memalukan.
I). Rasul Yakobus di sini menegur orang-orang Yahudi Kristen karena pertengkaran mereka, dan karena hawa nafsu mereka sebagai penyebabnya: Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (Yakobus 4:1).
Orang-orang Yahudi itu suka menghasut orang, dan karena itu sering kali menimbulkan pertikaian dengan orang-orang Romawi. Mereka suka sekali berselisih dan memecah belah, sering bertengkar di antara mereka sendiri. Dan banyak dari orang-orang Kristen yang rusak itu, yang kesalahan dan kekejiannya diperingatkan dalam surat kerasulan ini, tampak terseret ke dalam persengketaan bersama ini. Oleh sebab itulah Rasul Yakobus memberi tahu mereka bahwa penyebab dari sengketa dan pertengkaran mereka bukanlah (seperti yang mereka duga) semangat yang benar untuk membela negara dan demi kehormatan Allah, melainkan hawa nafsu mereka yang meraja-lelalah yang menjadi penyebab dari semuanya.
3. Keinginan-keinginan dan segala perasaan yang berdosa pada umumnya tidak mengikutsertakan doa, dan di dalamnya tidak ada keinginan-keinginan terhadap Allah: “Lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Kamu bertengkar, dan tidak berhasil, karena kamu tidak berdoa, karena kamu tidak bertanya kepada Allah dalam usaha-usahamu, apakah Ia akan memperbolehkannya atau tidak. Kamu tidak menyerahkan jalanmu kepada-Nya, dan memberitahukan permintaan-permintaanmu kepada-Nya, tetapi mengikuti pandangan dan kecenderunganmu sendiri yang rusak. Oleh karena itulah kamu senantiasa menemui kekecewaan.” Atau kalau tidak,
4. “Nafsu-nafsumu merusak doa-doamu, dan menjadikannya kekejian bagi Allah, setiap kali kamu memanjatkannya kepada Dia (Yakobus 4: 3). Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Seolah-olah dikatakan di sini, “Meskipun mungkin adakalanya kamu berdoa supaya berhasil melawan musuh-musuhmu, namun kamu tidak bermaksud untuk memanfaatkan keuntungan-keuntungan yang kamu per oleh untuk meningkatkan kesalehan dan agama sejati dalam dirimu sendiri atau orang lain.
Marilah kita belajar dari sini, dalam mengurusi semua perkara duniawi kita, dan dalam doa-doa kita kepada Allah supaya berhasil di dalamnya, untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan kita benar. Apabila orang menjalankan urusan duniawi (misalnya sebagai pedagang atau petani), dan meminta kepada Allah supaya berhasil, tetapi tidak menerima apa yang mereka minta, itu karena mereka meminta untuk tujuan dan niat yang salah.
Orang-orang duniawi di sini disebut sebagai orang-orang yang tidak setia (KJV: pezinah) karena kedurhakaan mereka terhadap Allah, sementara mereka memberikan perasaan-perasaan terbaik kepada dunia. Di tempat lain ketamakan disebut sebagai penyembahan berhala, dan di sini disebut sebagai perzinahan. Perzinahan berarti meninggalkan orang yang kepadanya kita mengabdikan diri atau mengikat diri dan melekat pada yang lain. Sebutan untuk hal ini diberikan kepada pikiran yang duniawi, yang merupakan permusuhan terhadap Allah.
Penjelasan yang diberikan Kitab Suci tentang kodrat hati manusia adalah bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kejadian 6:5). Kodrat yang sudah menjadi bejat terutama menunjukkan dirinya dengan iri hati, dan selalu ada kecenderungan untuk itu. Roh yang secara alami berdiam dalam diri manusia selalu mengeluarkan suatu khayalan jahat, selalu berusaha menandingi apa yang kita lihat dan ketahui dalam diri orang lain, dan berusaha mendapatkan hal-hal yang dimiliki dan dinikmati orang lain.
Ini diketengahkan sebagai bahasa Kitab Suci dalam Perjanjian Lama. Sebab demikianlah yang dinyatakan dalam Kitab Mazmur, bahwa Allah menyelamatkan bangsa yang tertindas (jika roh mereka sesuai dengan keadaan mereka), tetapi orang yang memandang dengan congkak Ia rendahkan (Mazmur 18:28). Dan dalam kitab Amsal dikatakan, apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya (Amsal 3:34). Dua hal harus dicermati di sini:
1. Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Allah menentang mereka. Kata aslinya, Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Allah menentang mereka. Kata aslinya, antitassetai, berarti Allah menempatkan diri-Nya bagaikan sedang berperang melawan mereka. Dan kehinaan apa lagi yang lebih besar daripada ketika seseorang dinyatakan Allah sebagai pemberontak, musuh, dan pengkhianat bagi mahkota dan martabat-Nya, dan bertindak melawan Dia?
Orang-orang Kristen harus mencampakkan persahabatan dengan dunia, dan waspada terhadap iri hati dan kesombongan yang mereka lihat merajalela dalam manusia-manusia duniawi. Melalui anugerah, mereka harus belajar untuk bermegah dalam ketundukan mereka kepada Allah. “Tunduklah kepada Dia seperti warga kepada raja mereka, di dalam kewajiban, dan seperti seorang teman satu sama lain, di dalam kasih dan perhatian. Tundukkanlah budi pekertimu kepada kebenaran-kebenaran Allah. Tundukkanlah kehendakmu kepada kehendak Allah, kehendak perintah-Nya, dan kehendak pemeliharaan-Nya.”
1. Mendekatlah kepada Allah. Hati yang sudah memberontak harus dibuat tersungkur di kaki Allah. Roh yang jauh dan terasing dari hidup bersekutu dan bergaul dengan Allah harus didekatkan untuk mengenal Dia: “Mendekatlah kepada Allah, dalam ibadah dan ketetapan-ketetapan-Nya, dan dalam setiap kewajiban yang dituntut-Nya darimu.”
2. Tahirkanlah tanganmu. Orang yang datang kepada Allah harus menahirkan tangannya. Oleh karena itulah Rasul Paulus memerintahkan untuk menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan (1 Timotius 2;8), tangan yang bersih dari darah, suap, dan segala sesuatu yang tidak adil atau kejam, dan bersih dari segala kecemaran dosa. Orang tidak tunduk kepada Allah jika ia menjadi hamba dosa. Tangan harus di-tahirkan oleh iman, pertobatan, dan pembaharuan, atau sia-sia saja kita mendekat kepada Allah di dalam doa, atau dalam ibadah apa saja.
3. Hati orang yang mendua harus disucikan. Orang yang berpindah-pindah haluan antara Allah dan dunia, itulah yang dimaksudkan di sini dengan mendua hati. Menyucikan hati berarti tulus, dan bertindak berdasarkan tujuan dan pegangan yang satu ini, yaitu lebih ingin menyenangkan Allah daripada menginginkan apa saja di dunia ini. Kemunafikan adalah ketidaksucian hati. Tetapi orang yang tunduk kepada Allah dengan benar akan menyucikan hati mereka dan juga menahirkan tangan mereka.
4. Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah. “Penderitaan apa saja yang dikirimkan Allah kepadamu, terimalah itu seperti yang dikehendaki-Nya darimu, dan sadarilah ada apa sebenarnya dengan semua penderitaan itu. Sadarilah kemalanganmu apabila kemalangan ditimpakan kepadamu, dan janganlah meremehkannya. Atau ikutlah menderita dengan berbela rasa terhadap orang-orang yang menderita, dan dengan meresapi malapetaka-malapetaka yang menimpa jemaat Allah.
Orang yang mendekat kepada Allah dalam menjalankan kewajibannya, akan mendapati Allah mendekat kepada mereka di jalan belas kasihan. Mendekatlah kepada-Nya dalam iman, kepercayaan, dan ketaatan, maka Ia akan mendekat kepadamu untuk membebaskan kamu. Jika kita tidak mempunyai persekutuan yang erat dengan Allah, itu salah kita sendiri, dan bukan kesalahan-Nya. Ia akan meninggikan orang yang rendah hati. Itu jugalah yang dinyatakan Tuhan kita sendiri, barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Matius 23:12).
Jika kita benar-benar bertobat dan merendahkan diri di bawah tanda-tanda kemurkaan Allah, maka dalam waktu sebentar saja kita akan mengetahui keuntungan-keuntungan dari perkenanan-Nya. Ia akan mengangkat kita keluar dari masalah, atau akan meninggikan kita dalam roh dan penghiburan di dalam masalah. Ia akan meninggikan kita hingga kita memperoleh kehormatan dan keamanan di dunia, atau akan meninggikan kita di jalan menuju surga, sehingga mengangkat hati dan perasaan kita mengatasi dunia.
Dalam Yakobus 4:1-10 ini kita diarahkan untuk memperhatikan :
I. Beberapa penyebab pertengkaran, selain yang sudah disebutkan dalam pasal sebelumnya, supaya kita waspada terhadapnya (Yakobus 4:1-3).
II. Kita diajar untuk meninggalkan persahabatan dengan dunia ini, sehingga kita berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada Allah (Yakobus 4: 4-10).
III. Segala fitnah dan penghakiman yang membabi buta terhadap orang lain harus dihindari dengan cermat (Yakobus 4: 11-12)
IV. Kita harus senantiasa memperhatikan, dan sepenuhnya menghormati, keputusan-keputusan tentang apa yang diizinkan terjadi dalam Pemeliharaan ilahi (Yakobus 4:13-17).
Asal Mula Sengketa dan Pertengkaran; Melawan Kesombongan; Tunduk kepada Allah (Yakobus 4: 1-10)
Pasal sebelumnya berbicara tentang iri hati satu terhadap yang lain sebagai sumber utama dari sengketa dan pertengkaran. Pasal ini berbicara tentang hawa nafsu terhadap hal-hal duniawi, dan terlalu menghargai kesenangan-kesenangan duniawi dan persahabatan dengan dunia, sebagai sesuatu yang membawa perpecahan di antara jemaat menjadi hal yang sangat memalukan.
I). Rasul Yakobus di sini menegur orang-orang Yahudi Kristen karena pertengkaran mereka, dan karena hawa nafsu mereka sebagai penyebabnya: Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? (Yakobus 4:1).
Orang-orang Yahudi itu suka menghasut orang, dan karena itu sering kali menimbulkan pertikaian dengan orang-orang Romawi. Mereka suka sekali berselisih dan memecah belah, sering bertengkar di antara mereka sendiri. Dan banyak dari orang-orang Kristen yang rusak itu, yang kesalahan dan kekejiannya diperingatkan dalam surat kerasulan ini, tampak terseret ke dalam persengketaan bersama ini. Oleh sebab itulah Rasul Yakobus memberi tahu mereka bahwa penyebab dari sengketa dan pertengkaran mereka bukanlah (seperti yang mereka duga) semangat yang benar untuk membela negara dan demi kehormatan Allah, melainkan hawa nafsu mereka yang meraja-lelalah yang menjadi penyebab dari semuanya.
Dari sini perhatikanlah, apa yang dibungkus dan diselimuti dengan dalih untuk membela Allah dan agama, sering kali berasal dari kesombongan, kebencian, ketamakan, ambisi, dan balas dendam manusia. Orang-orang Yahudi melewati banyak pertempuran dengan penguasa Romawi sebelum mereka dihancurkan seluruhnya. Sering kali tanpa sebab yang jelas mereka ribut-ribut sendiri, dan kemudian terpecah belah ke dalam kelompok-kelompok dan golongan-golongan karena perbedaan dalam melancarkan perang terhadap musuh mereka bersama.
Maka dari itu terjadilah bahwa, sementara kepentingan mereka seharusnya untuk kebaikan, cara mereka melaksanakan dan menyiasatinya malah didasarkan pada pegangan yang buruk. Hawa nafsu mereka yang bersifat duniawi dan kedagingan menimbulkan dan mengatur perang dan pertikaian mereka. Tetapi orang akan berpikir bahwa apa yang dikatakan di sini sudah cukup untuk menaklukkan hawa nafsu mereka, sebab :
1. Mereka menimbulkan sengketa di dalam dan juga pertengkaran di luar. Amarah dan keinginan yang menggebu-gebu pertama-tama saling berjuang di antara sesama anggota, dan kemudian menimbulkan pertikaian dalam bangsa mereka. Ada peperangan antara hati nurani dan kebejatan, ada juga peperangan antara kebejatan yang satu dan kebejatan yang lain, dan dari Peselisihan-perselisihan itu sendiri timbullah pertengkaran mereka satu dengan yang lain.
Dengan menerapkan ini pada masalah-masalah pribadi, bukankah kita juga bisa berkata bahwa sengketa dan pertengkaran di antara sanak-saudara dan tetangga berasal dari hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh mereka? Nafsu akan kuasa dan kekuasaan, nafsu kesenangan, nafsu akan kekayaan, satu atau lebih dari nafsu-nafsu itu menimbulkan segala macam percekcokan dan perselisihan yang ada di dunia. Dan, karena semua sengketa dan pertengkaran berasal dari kebejatan hati kita sendiri, maka cara yang benar untuk menyembuhkan pertikaian adalah dengan mencabut akarnya, dan mematikan nafsu-nafsu yang saling berjuang dalam anggota-anggota satu sama lain.
2. Nafsu-nafsu ini seharusnya mati jika kita memikirkan bahwa semuanya itu akan mengecewakan: “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu (Yakobus 4:2).
1. Mereka menimbulkan sengketa di dalam dan juga pertengkaran di luar. Amarah dan keinginan yang menggebu-gebu pertama-tama saling berjuang di antara sesama anggota, dan kemudian menimbulkan pertikaian dalam bangsa mereka. Ada peperangan antara hati nurani dan kebejatan, ada juga peperangan antara kebejatan yang satu dan kebejatan yang lain, dan dari Peselisihan-perselisihan itu sendiri timbullah pertengkaran mereka satu dengan yang lain.
Dengan menerapkan ini pada masalah-masalah pribadi, bukankah kita juga bisa berkata bahwa sengketa dan pertengkaran di antara sanak-saudara dan tetangga berasal dari hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh mereka? Nafsu akan kuasa dan kekuasaan, nafsu kesenangan, nafsu akan kekayaan, satu atau lebih dari nafsu-nafsu itu menimbulkan segala macam percekcokan dan perselisihan yang ada di dunia. Dan, karena semua sengketa dan pertengkaran berasal dari kebejatan hati kita sendiri, maka cara yang benar untuk menyembuhkan pertikaian adalah dengan mencabut akarnya, dan mematikan nafsu-nafsu yang saling berjuang dalam anggota-anggota satu sama lain.
2. Nafsu-nafsu ini seharusnya mati jika kita memikirkan bahwa semuanya itu akan mengecewakan: “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu (Yakobus 4:2).
Kamu mengingini hal-hal besar bagi dirimu sendiri, dan kamu menyangka akan memperolehnya melalui kemenanganmu atas bangsa Romawi, atau dengan menekan pihak ini dan pihak itu di antara kamu sendiri. Kamu berpikir bahwa kamu akan mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan besar bagi dirimu sendiri, dengan menggulingkan segala sesuatu yang menghalang-halangi keinginanmu yang menggebu-gebu.
Tetapi sungguh malang, segala pekerjaan dan darahmu menjadi sia-sia, ketika kamu saling membunuh dengan pandangan-pandangan seperti ini.” Keinginan-keinginan yang tidak semestinya pasti akan sepenuhnya dikecewakan, atau tidak akan terpenuhi dan terpuaskan dengan memperoleh apa yang diinginkan. Kata yang di sini diartikan tidak memperoleh berarti tidak dapat mencapai kebahagiaan yang dicari. Dari sini perhatikanlah, hawa nafsu duniawi dan kedagingan adalah penyakit yang akan membuat pikiran tidak tenang dan tidak puas.
3. Keinginan-keinginan dan segala perasaan yang berdosa pada umumnya tidak mengikutsertakan doa, dan di dalamnya tidak ada keinginan-keinginan terhadap Allah: “Lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Kamu bertengkar, dan tidak berhasil, karena kamu tidak berdoa, karena kamu tidak bertanya kepada Allah dalam usaha-usahamu, apakah Ia akan memperbolehkannya atau tidak. Kamu tidak menyerahkan jalanmu kepada-Nya, dan memberitahukan permintaan-permintaanmu kepada-Nya, tetapi mengikuti pandangan dan kecenderunganmu sendiri yang rusak. Oleh karena itulah kamu senantiasa menemui kekecewaan.” Atau kalau tidak,
4. “Nafsu-nafsumu merusak doa-doamu, dan menjadikannya kekejian bagi Allah, setiap kali kamu memanjatkannya kepada Dia (Yakobus 4: 3). Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Seolah-olah dikatakan di sini, “Meskipun mungkin adakalanya kamu berdoa supaya berhasil melawan musuh-musuhmu, namun kamu tidak bermaksud untuk memanfaatkan keuntungan-keuntungan yang kamu per oleh untuk meningkatkan kesalehan dan agama sejati dalam dirimu sendiri atau orang lain.
Sebaliknya, kesombongan, keangkuhan, kemewahan, dan nafsu kedagingan, itulah yang ingin kamu layani dengan keberhasilanmu, dan bahkan dengan doa-doamu. Kamu ingin hidup dalam kekuasaan dan kegelimangan, ingin bermewah-mewah dan memuaskan nafsu kedagingan. Dengan begitu kamu mempermalukan ibadah dan menghina Allah dengan tujuan-tujuan yang keji dan hina seperti itu. Oleh karena itulah doa-doamu ditolak.”
Marilah kita belajar dari sini, dalam mengurusi semua perkara duniawi kita, dan dalam doa-doa kita kepada Allah supaya berhasil di dalamnya, untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan kita benar. Apabila orang menjalankan urusan duniawi (misalnya sebagai pedagang atau petani), dan meminta kepada Allah supaya berhasil, tetapi tidak menerima apa yang mereka minta, itu karena mereka meminta untuk tujuan dan niat yang salah.
Mereka meminta Allah untuk membuat mereka berhasil dalam panggilan hidup atau pekerjaan mereka, bukan supaya mereka dapat memuliakan Bapa mereka di surga dan berbuat baik dengan apa yang mereka punya, tetapi supaya mereka dapat menghabiskannya untuk memuaskan hawa nafsu mereka – supaya mereka bisa makan makanan yang lebih enak, minum minuman yang lebih mahal, dan memakai pakaian yang lebih bagus, dan dengan demikian memuaskan kesombongan, keangkuhan, dan keinginan mereka untuk bermewah-mewah.
Tetapi, jika kita mencari perkara-perkara dunia ini dengan cara seperti itu, maka sudah sewajarnya Allah menolaknya. Sebaliknya, jika kita mencari apa saja yang dapat kita gunakan untuk melayani Allah, maka kita dapat berharap bahwa Ia akan memberikan apa yang kita cari atau memberi kita hati untuk berpuas diri tanpa memilikinya, dan memberikan kesempatan untuk melayani dan memuliakan Dia dengan suatu cara lain.
Marilah kita camkan ini, bahwa apabila doa-doa kita tidak dijawab, itu karena kita salah berdoa. Entah kita tidak meminta untuk tujuan-tujuan yang benar atau tidak dengan cara yang benar, tidak dengan iman atau tidak dengan kesungguhan hati. Keinginan yang dingin-dingin saja dan disertai ketidakpercayaan hanya mengundang penolakan. Hal ini dapat kita yakini, bahwa apabila doa-doa kita lebih merupakan bahasa hawa nafsu, dan bukan anugerah yang ada pada kita, maka doa-doa itu akan kembali dengan hampa.
II. Kita diberi peringatan yang baik untuk menghindari segala persahabatan terlarang dengan dunia ini: Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? (Yakobus 4: 4)
Marilah kita camkan ini, bahwa apabila doa-doa kita tidak dijawab, itu karena kita salah berdoa. Entah kita tidak meminta untuk tujuan-tujuan yang benar atau tidak dengan cara yang benar, tidak dengan iman atau tidak dengan kesungguhan hati. Keinginan yang dingin-dingin saja dan disertai ketidakpercayaan hanya mengundang penolakan. Hal ini dapat kita yakini, bahwa apabila doa-doa kita lebih merupakan bahasa hawa nafsu, dan bukan anugerah yang ada pada kita, maka doa-doa itu akan kembali dengan hampa.
II. Kita diberi peringatan yang baik untuk menghindari segala persahabatan terlarang dengan dunia ini: Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? (Yakobus 4: 4)
Orang-orang duniawi di sini disebut sebagai orang-orang yang tidak setia (KJV: pezinah) karena kedurhakaan mereka terhadap Allah, sementara mereka memberikan perasaan-perasaan terbaik kepada dunia. Di tempat lain ketamakan disebut sebagai penyembahan berhala, dan di sini disebut sebagai perzinahan. Perzinahan berarti meninggalkan orang yang kepadanya kita mengabdikan diri atau mengikat diri dan melekat pada yang lain. Sebutan untuk hal ini diberikan kepada pikiran yang duniawi, yang merupakan permusuhan terhadap Allah.
Orang bisa saja mendapatkan hal-hal yang baik dalam hidup ini dalam jumlah yang besar, namun tetap menjaga kasihnya kepada Allah. Tetapi orang yang hatinya terpatri pada dunia, yang menempatkan kebahagiaannya pada dunia, ingin serupa dengan dunia, dan bersedia melakukan apa saja daripada kehilangan persahabatan dengan dunia, maka ia adalah musuh Allah. Kita sedang membangun pengkhianatan dan pemberontakan terhadap Allah jika kita menempatkan dunia di atas takhta-Nya di dalam hati kita.
Jadi barang siapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah. Orang yang ingin bertindak berdasarkan prinsip ini, yaitu membuat dunia tetap tersenyum, dan terus menjaga persahabatan dengannya, tidak bisa tidak pasti menunjukkan dirinya, di dalam roh dan dalam perbuatan juga, sebagai musuh Allah. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (Matius 6:24).
Oleh karena itulah timbul sengketa dan pertengkaran dari cinta terhadap dunia ini, yaitu cinta yang menyerupai perzinahan dan penyembahan berhala, dan dari perbuatan melayani dunia. Sebab adakah kedamaian di antara manusia, selama ada permusuhan terhadap Allah? Atau siapa yang dapat melawan Allah dan berhasil? “Renungkanlah dengan sungguh-sungguh apa roh dunia itu, maka kamu akan mendapati bahwa kamu tidak dapat menyesuaikan diri dengannya sebagai sahabat, tetapi pasti dunia akan membuatmu iri hati, dan penuh dengan kecenderungan jahat, sebagaimana dunia pada umumnya.”
III. “Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” (Yakobus 4: 5).
Oleh karena itulah timbul sengketa dan pertengkaran dari cinta terhadap dunia ini, yaitu cinta yang menyerupai perzinahan dan penyembahan berhala, dan dari perbuatan melayani dunia. Sebab adakah kedamaian di antara manusia, selama ada permusuhan terhadap Allah? Atau siapa yang dapat melawan Allah dan berhasil? “Renungkanlah dengan sungguh-sungguh apa roh dunia itu, maka kamu akan mendapati bahwa kamu tidak dapat menyesuaikan diri dengannya sebagai sahabat, tetapi pasti dunia akan membuatmu iri hati, dan penuh dengan kecenderungan jahat, sebagaimana dunia pada umumnya.”
III. “Janganlah kamu menyangka, bahwa Kitab Suci tanpa alasan berkata: Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!” (Yakobus 4: 5).
Penjelasan yang diberikan Kitab Suci tentang kodrat hati manusia adalah bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata (Kejadian 6:5). Kodrat yang sudah menjadi bejat terutama menunjukkan dirinya dengan iri hati, dan selalu ada kecenderungan untuk itu. Roh yang secara alami berdiam dalam diri manusia selalu mengeluarkan suatu khayalan jahat, selalu berusaha menandingi apa yang kita lihat dan ketahui dalam diri orang lain, dan berusaha mendapatkan hal-hal yang dimiliki dan dinikmati orang lain.
Nah, cara dunia ini, yang suka akan kemegahan dan kesenangan, dan bersengketa dan bertengkar demi hal-hal ini, merupakan akibat yang pasti dari persahabatan dengan dunia. Sebab tidak ada persahabatan tanpa kesatuan jiwa, dan karena itu orang-orang Kristen, untuk menghindari perselisihan, harus menghindari persahabatan dengan dunia, dan harus menunjukkan bahwa mereka digerakkan oleh kaidah-kaidah yang lebih mulia, dan bahwa roh yang lebih mulia berdiam dalam diri mereka.
Sebab, jika kita milik Allah, Ia memberikan anugerah yang lebih daripada sekadar hidup dan bertindak seperti yang dilakukan dunia pada umumnya. Roh dunia mengajar manusia untuk menjadi orang kikir. Allah mengajar mereka untuk bermurah hati. Roh dunia mengajar kita untuk menimbun, atau mengeluarkan sesuatu untuk diri kita sendiri, dan untuk menuruti keinginan kita sendiri.
Sebab, jika kita milik Allah, Ia memberikan anugerah yang lebih daripada sekadar hidup dan bertindak seperti yang dilakukan dunia pada umumnya. Roh dunia mengajar manusia untuk menjadi orang kikir. Allah mengajar mereka untuk bermurah hati. Roh dunia mengajar kita untuk menimbun, atau mengeluarkan sesuatu untuk diri kita sendiri, dan untuk menuruti keinginan kita sendiri.
Allah mengajar kita untuk mau memberi guna memenuhi kebutuhan dan bagi penghiburan orang lain, dan dengan demikian berbuat baik kepada semua orang di sekeliling kita, sesuai kemampuan kita. Anugerah Allah bertentangan dengan roh dunia, dan karena itu persahabatan dengan dunia harus dihindari, jika kita mengaku sebagai sahabat-sahabat Allah. Bahkan, anugerah Allah akan memperbaiki dan menyembuhkan roh yang secara alami berdiam dalam diri kita. Di mana Ia memberikan anugerah, di situ juga Ia memberikan roh lain yang berbeda dari roh dunia
IV. Kita diajar untuk mencermati perbedaan yang dibuat Allah antara kecongkakan dan kerendahan hati. Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6).
IV. Kita diajar untuk mencermati perbedaan yang dibuat Allah antara kecongkakan dan kerendahan hati. Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yakobus 4:6).
Ini diketengahkan sebagai bahasa Kitab Suci dalam Perjanjian Lama. Sebab demikianlah yang dinyatakan dalam Kitab Mazmur, bahwa Allah menyelamatkan bangsa yang tertindas (jika roh mereka sesuai dengan keadaan mereka), tetapi orang yang memandang dengan congkak Ia rendahkan (Mazmur 18:28). Dan dalam kitab Amsal dikatakan, apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh, tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya (Amsal 3:34). Dua hal harus dicermati di sini:
1. Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Allah menentang mereka. Kata aslinya, Kehinaan yang ditimpakan ke atas orang congkak: Allah menentang mereka. Kata aslinya, antitassetai, berarti Allah menempatkan diri-Nya bagaikan sedang berperang melawan mereka. Dan kehinaan apa lagi yang lebih besar daripada ketika seseorang dinyatakan Allah sebagai pemberontak, musuh, dan pengkhianat bagi mahkota dan martabat-Nya, dan bertindak melawan Dia?
Orang congkak menentang Allah. Dalam budi pekertinya ia menentang kebenaran-kebenaran Allah. Dalam kehendaknya ia menentang kebenaran-kebenaran Allah. Dalam kehendaknya ia menentang hukum-hukum Allah. Dalam keinginan-keinginannya ia menentang pemeliharaan Allah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Allah menempatkan diri-Nya melawan orang congkak.
Hendaklah jiwa-jiwa yang congkak mendengarkan ini dan gemetar, bahwa Allah menentang mereka. Siapa yang bisa menggambarkan keadaan menyedihkan dari orang-orang yang menjadikan Allah sebagai musuh mereka? Ia pasti (cepat atau lambat) akan menimpakan aib pada wajah-wajah yang sudah memenuhi hati mereka dengan kesombongan. Oleh karena itu, kita harus menentang kecongkakan dalam hati kita, jika kita tidak mau Allah menentang kita.
2. Kehormatan dan pertolongan yang diberikan Allah kepada orang yang rendah hati. Anugerah, sebagai lawan dari aib, adalah kehormatan. Anugerah ini diberikan Allah kepada orang yang rendah hati. Apabila Allah memberikan anugerah kepada orang yang rendah hati, maka Ia juga akan memberikan semua anugerah lain. Juga seperti halnya dalam permulaan ayat 6 ini, Ia akan memberikan anugerah yang lebih besar.
Hendaklah jiwa-jiwa yang congkak mendengarkan ini dan gemetar, bahwa Allah menentang mereka. Siapa yang bisa menggambarkan keadaan menyedihkan dari orang-orang yang menjadikan Allah sebagai musuh mereka? Ia pasti (cepat atau lambat) akan menimpakan aib pada wajah-wajah yang sudah memenuhi hati mereka dengan kesombongan. Oleh karena itu, kita harus menentang kecongkakan dalam hati kita, jika kita tidak mau Allah menentang kita.
2. Kehormatan dan pertolongan yang diberikan Allah kepada orang yang rendah hati. Anugerah, sebagai lawan dari aib, adalah kehormatan. Anugerah ini diberikan Allah kepada orang yang rendah hati. Apabila Allah memberikan anugerah kepada orang yang rendah hati, maka Ia juga akan memberikan semua anugerah lain. Juga seperti halnya dalam permulaan ayat 6 ini, Ia akan memberikan anugerah yang lebih besar.
Apabila Allah memberikan anugerah sejati, Ia akan memberikannya lebih banyak lagi. Sebab setiap orang yang mempunyai, dan menggunakan dengan benar apa yang dipunyainya, kepadanya akan diberikan lebih banyak lagi. Allah terutama akan memberikan anugerah yang lebih besar lagi kepada orang yang rendah hati, karena mereka menyadari kebutuhan mereka akan anugerah itu, akan berdoa memintanya, dan bersyukur untuknya. Dan orang-orang seperti itu akan memilikinya. Oleh sebab itulah,
V. Kita diajar untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah: Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! (Yakobus 4: 7)
V. Kita diajar untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah: Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu! (Yakobus 4: 7)
Orang-orang Kristen harus mencampakkan persahabatan dengan dunia, dan waspada terhadap iri hati dan kesombongan yang mereka lihat merajalela dalam manusia-manusia duniawi. Melalui anugerah, mereka harus belajar untuk bermegah dalam ketundukan mereka kepada Allah. “Tunduklah kepada Dia seperti warga kepada raja mereka, di dalam kewajiban, dan seperti seorang teman satu sama lain, di dalam kasih dan perhatian. Tundukkanlah budi pekertimu kepada kebenaran-kebenaran Allah. Tundukkanlah kehendakmu kepada kehendak Allah, kehendak perintah-Nya, dan kehendak pemeliharaan-Nya.”
BACA JUGA: CIRI-CIRI HIKMAT (YAKOBUS 3:13-18)
Kita adalah warga-Nya, dan karena itu kita harus tunduk, bukan saja dalam ketakutan, tetapi juga dalam kasih. Bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita. “Tundukkanlah dirimu kepada Allah, dengan menimbang betapa dalam banyak hal kita wajib melakukan ini, dan apa keuntungan yang akan kita per oleh darinya. Sebab Allah tidak akan mencelakakanmu dengan berkuasanya Dia atas dirimu, tetapi akan mendatangkan kebaikan bagimu.”
Nah, karena tunduk dan berserah diri kepada Allah ini merupakan hal yang akan berusaha dihalang-halangi Iblis dengan teramat gigih, maka kita dengan penuh perhatian dan keteguhan hati yang besar harus berusaha melawan bujukan-bujukannya. Jika Iblis menggambarkan kerelaan berserah diri kepada kehendak dan pemeliharaan Allah sebagai hal yang akan membawa celaka dan membuat kita dihina dan sengsara, maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk merasa takut seperti ini.
Nah, karena tunduk dan berserah diri kepada Allah ini merupakan hal yang akan berusaha dihalang-halangi Iblis dengan teramat gigih, maka kita dengan penuh perhatian dan keteguhan hati yang besar harus berusaha melawan bujukan-bujukannya. Jika Iblis menggambarkan kerelaan berserah diri kepada kehendak dan pemeliharaan Allah sebagai hal yang akan membawa celaka dan membuat kita dihina dan sengsara, maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk merasa takut seperti ini.
Jika Iblis menggambarkan tunduk kepada Allah sebagai halangan bagi kenyamanan lahiriah kita, atau kemajuan-kemajuan duniawi kita, kita harus melawan hasutan-hasutan untuk berlaku sombong dan malas ini. Jika Iblis ingin menggoda kita untuk menyalahkan Pemeliharaan ilahi atas segala kesengsaraan, salib, dan penderitaan kita, dengan maksud supaya kita mengikuti petunjuk-petunjuknya, dan bukan petunjuk-petunjuk Allah, supaya terhindar dari semua kesengsaraan itu, maka kita harus melawan hasutan-hasutan untuk marah seperti ini, dengan tidak marah sehingga membawa kepada kejahatan.
“Jangan biarkan iblis, dalam upaya-upaya ini atau upaya-upaya sejenisnya, berhasil membujukmu. Tetapi lawanlah dia, maka ia akan lari dari padamu.” Jika kita dengan nista menyerah pada godaan-godaan, maka Iblis akan terus mengikuti kita. Tetapi jika kita mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah, dan berdiri teguh melawan dia, maka ia akan enyah dari kita. Tekad kuat akan membuat pintu tertutup rapat-rapat bagi godaan.
VI. Kita diajarkan bagaimana harus berlaku terhadap Allah, untuk tunduk kepada-Nya (Yakobus 4: 8-10).
VI. Kita diajarkan bagaimana harus berlaku terhadap Allah, untuk tunduk kepada-Nya (Yakobus 4: 8-10).
1. Mendekatlah kepada Allah. Hati yang sudah memberontak harus dibuat tersungkur di kaki Allah. Roh yang jauh dan terasing dari hidup bersekutu dan bergaul dengan Allah harus didekatkan untuk mengenal Dia: “Mendekatlah kepada Allah, dalam ibadah dan ketetapan-ketetapan-Nya, dan dalam setiap kewajiban yang dituntut-Nya darimu.”
2. Tahirkanlah tanganmu. Orang yang datang kepada Allah harus menahirkan tangannya. Oleh karena itulah Rasul Paulus memerintahkan untuk menadahkan tangan yang suci, tanpa marah dan tanpa perselisihan (1 Timotius 2;8), tangan yang bersih dari darah, suap, dan segala sesuatu yang tidak adil atau kejam, dan bersih dari segala kecemaran dosa. Orang tidak tunduk kepada Allah jika ia menjadi hamba dosa. Tangan harus di-tahirkan oleh iman, pertobatan, dan pembaharuan, atau sia-sia saja kita mendekat kepada Allah di dalam doa, atau dalam ibadah apa saja.
3. Hati orang yang mendua harus disucikan. Orang yang berpindah-pindah haluan antara Allah dan dunia, itulah yang dimaksudkan di sini dengan mendua hati. Menyucikan hati berarti tulus, dan bertindak berdasarkan tujuan dan pegangan yang satu ini, yaitu lebih ingin menyenangkan Allah daripada menginginkan apa saja di dunia ini. Kemunafikan adalah ketidaksucian hati. Tetapi orang yang tunduk kepada Allah dengan benar akan menyucikan hati mereka dan juga menahirkan tangan mereka.
4. Sadarilah kemalanganmu, berdukacita dan merataplah. “Penderitaan apa saja yang dikirimkan Allah kepadamu, terimalah itu seperti yang dikehendaki-Nya darimu, dan sadarilah ada apa sebenarnya dengan semua penderitaan itu. Sadarilah kemalanganmu apabila kemalangan ditimpakan kepadamu, dan janganlah meremehkannya. Atau ikutlah menderita dengan berbela rasa terhadap orang-orang yang menderita, dan dengan meresapi malapetaka-malapetaka yang menimpa jemaat Allah.
Berdukacita dan merataplah atas dosa-dosamu sendiri dan dosa-dosa orang lain. Masa-masa perselisihan dan perpecahan adalah masa-masa untuk berdukacita, dan dosa-dosa yang menimbulkan sengketa dan pertengkaran harus diratapi. Hendaklah tertawamu kamu ganti dengan ratap dan sukacitamu dengan dukacita.” Hal ini dapat dipandang sebagai persiapan hati menyambut datangnya dukacita atau sebagai petunjuk untuk bersungguh-sungguh.
Baca Juga: Hawa Nafsu, Kasih Karunia Allah Dan Tanggung Jawab Kita: Yakobus 4:1-10
Baca Juga: Hawa Nafsu, Kasih Karunia Allah Dan Tanggung Jawab Kita: Yakobus 4:1-10
Orang bisa saja tidak menyukai dukacita, tetapi Allah dapat menimpakannya atas mereka. Janganlah orang tertawa sampai terbahak-bahak, sehingga Allah mengubah tawa mereka menjadi ratapan. Dan orang-orang Kristen yang disurati Yakobus ini, yang tidak terlibat dalam perkara ini, terancam akan tertimpa masalah ini. Oleh karena itu mereka dituntun, sebelum semuanya menjadi lebih buruk, untuk menyingkirkan canda tawa mereka yang sia-sia dan kesenangan indriawi mereka, dan membenamkan diri dalam dukacita yang saleh dan air mata pertobatan.
5. “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan. Biarlah perasaan-perasaan di dalam batin sesuai dengan ungkapan-ungkapan kesengsaraan, penderitaan, dan dukacita lahiriah yang disebutkan sebelumnya.” Kerendahan hati dituntut di sini, seolah-olah kita menghadap Dia yang terutama melihat hati manusia. “Hendaklah kamu sepenuhnya merendah dalam meratapi segala sesuatu yang jahat. Hendaklah kamu betul-betul rendah hati dalam melakukan apa yang baik: Rendahkanlah dirimu.”
VII. Kita diberi dorongan yang besar untuk mendekat kepada Allah: Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu (Yakobus 4: 8), dan Ia akan meninggikan orang-orang yang merendahkan diri di hadapan-Nya (Yakobus 4: 10).
5. “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan. Biarlah perasaan-perasaan di dalam batin sesuai dengan ungkapan-ungkapan kesengsaraan, penderitaan, dan dukacita lahiriah yang disebutkan sebelumnya.” Kerendahan hati dituntut di sini, seolah-olah kita menghadap Dia yang terutama melihat hati manusia. “Hendaklah kamu sepenuhnya merendah dalam meratapi segala sesuatu yang jahat. Hendaklah kamu betul-betul rendah hati dalam melakukan apa yang baik: Rendahkanlah dirimu.”
VII. Kita diberi dorongan yang besar untuk mendekat kepada Allah: Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu (Yakobus 4: 8), dan Ia akan meninggikan orang-orang yang merendahkan diri di hadapan-Nya (Yakobus 4: 10).
Orang yang mendekat kepada Allah dalam menjalankan kewajibannya, akan mendapati Allah mendekat kepada mereka di jalan belas kasihan. Mendekatlah kepada-Nya dalam iman, kepercayaan, dan ketaatan, maka Ia akan mendekat kepadamu untuk membebaskan kamu. Jika kita tidak mempunyai persekutuan yang erat dengan Allah, itu salah kita sendiri, dan bukan kesalahan-Nya. Ia akan meninggikan orang yang rendah hati. Itu jugalah yang dinyatakan Tuhan kita sendiri, barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Matius 23:12).
Jika kita benar-benar bertobat dan merendahkan diri di bawah tanda-tanda kemurkaan Allah, maka dalam waktu sebentar saja kita akan mengetahui keuntungan-keuntungan dari perkenanan-Nya. Ia akan mengangkat kita keluar dari masalah, atau akan meninggikan kita dalam roh dan penghiburan di dalam masalah. Ia akan meninggikan kita hingga kita memperoleh kehormatan dan keamanan di dunia, atau akan meninggikan kita di jalan menuju surga, sehingga mengangkat hati dan perasaan kita mengatasi dunia.
Allah menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati (Yesaya 57:15), Ia akan mendengarkan keinginan orang-orang yang tertindas (Mazmur 10:17), dan pada akhirnya akan meninggikan mereka hingga memperoleh kemuliaan. Kerendahan hati mendahului kehormatan. Kehormatan tertinggi di sorga akan menjadi upah bagi kerendahan hati yang terdalam di bumi.