YOHANES 2:1-11: MENGUBAH AIR MENJADI ANGGUR (2)
MUJIZAT YESUS KRISTUS : MENGUBAH AIR MENJADI ANGGUR (2)
Ada beberapa aspek yang muncul dari tindakan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang bisa kita catat, antara lain:
Ada beberapa aspek yang muncul dari tindakan mukjizat yang dilakukan oleh Yesus, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang bisa kita catat, antara lain:
[1]. Kita catat SAAT peristiwa itu terjadi. Peristiwa itu terjadi dalam suatu pesta perkawinan. Yesus sendiri tidak merasa canggung di dalam pesta semacam itu. Ia bukanlah seorang pengganggu kesenangan. Ia senang untuk ikut serta dalam kesukacitaan pesta perkawinan semacam itu.
Memang ada sejumlah penganut agama yang suka menampilkan wajah muram ke mana pun mereka pergi. Mereka selalu menaruh curiga terhadap berbagai macam kesenangan dan kegembiraan,. Bagi mereka agama adalah sesuatu yang harus dinampakkan dengan pakaian gelap, suara besar dan bernada rendah, serta menjauhi pergaulan sosial masyarakat.
Charles H. Spurgeon, dalam bukunya yang berjudul “Lectures To My Students” memberikan nasihat yang bijaksana, tetapi juga pedas. Ia mengatakan, “Nada-nada berat yang menakutkan hanya pantas bagi para penggali kubur, sedangkan Lazarus dibangkitkan bukan oleh keluh kesah kosong.” “Aku mengenali banyak orang beragama yang penampilannya, dari kepala sampai ujung kaki, dari pakaiannya, nada bicaranya, tingkah laku, dasi, dan sepatunya, begitu berlagak saleh sehingga kemanusiaannya tidak tampak sedikit pun....” “Beberapa orang laki-laki memakai selendang putih yang dililitkan pada kepalanya, sehingga kemanusiaannya yang asli terselubung di dalamnya..”
“Seseorang yang tidak mempunyai keramahtamahan terhadap orang lain, sebaiknya menjadi tukang gali kubur untuk para orang mati, karena ia tidak akan pernah bisa mempengaruhi orang lain yang masih hidup.” “Aku inginkan agar setiap orang memiliki keriangan untuk memenang-kan orang lain, bukan jiwa kesembronoan dan pembual, melainkan jiwa yang ramah dan gembira. Lebih banyak lalat yang terpikat madu daripada cuka, dan lebih banyak orang yang masuk surga karena perbuatan orang yang berwajah kasih daripada perbuatan orang berwajah durja.”
“Seseorang yang tidak mempunyai keramahtamahan terhadap orang lain, sebaiknya menjadi tukang gali kubur untuk para orang mati, karena ia tidak akan pernah bisa mempengaruhi orang lain yang masih hidup.” “Aku inginkan agar setiap orang memiliki keriangan untuk memenang-kan orang lain, bukan jiwa kesembronoan dan pembual, melainkan jiwa yang ramah dan gembira. Lebih banyak lalat yang terpikat madu daripada cuka, dan lebih banyak orang yang masuk surga karena perbuatan orang yang berwajah kasih daripada perbuatan orang berwajah durja.”
Yesus sendiri tidak pernah menganggap kegembiraan sebagai kejahatan. Karena itu para pengikut-Nya pun tidak perlu menganggap kegembiraan sebagai kejahatan.
[2]. Kita catat TEMPAT peristiwa itu terjadi. Peristiwa itu terjadi di suatu rumah yang sederhana di sebuah desa di daerah Galilea. Mungkin itu terjadi bukan dalam suatu peristiwa besar dengan kehadiran banyak orang. Mujizat itu terjadi di dalam suatu rumah.
Di dalam bukunya yang berjudul “A Portrait of St. Luke”, A.H.N. Green Armytage, membicarakan tentang Kesukaan Lukas untuk menampilkan Yesus di tengah-tengah kenyataan keluarga dan orang-orang yang sederhana. Dengan tandas ia mengatakan bahwa Lukas telah menghadirkan Allah di tengah-tengah kehidupan rumah tangga dan ditengah-tengah hal-hal yang biasa di dalam kehidupan manusia. Tindakan Yesus di Kana Galilea menunjukkan sikap dan pandangan Yesus tentang rumah tangga. Di dalam rumah tangga itulah Yesus menyatakan kemuliaan-Nya.
Dalam sikap dan pandangan banyak orang terhadap rumah, terdapat suatu pertentangan yang aneh. Pada satu pihak semua orang akan mengakui bahwa tak ada tempat yang lebih indah di dunia ini kecuali rumah sendiri. Tetapi pada pihak lain, mereka juga mengakui, bahwa justru di dalam rumah sendiri itu mereka merasa berhak untuk bertindak sangat tidak sopan, sangat canggung, sangat egoistis dan kurang ajar. Di dalam rumah sendiri mereka justru melakukan banyak hal yang mereka tidak berani lakukan di luar. Banyak di antara kita akan memperlakukan orang-orang yang yang sangat kita kasihi dengan cara-cara yang tidak akan kita pakai untuk memperlakukan teman atau kenalan. Yang sering terjadi ialah, bahwa malah orang lain-lah yang melihat kebaikan kita, sedangkan orang yang tinggal bersama kita hanya melihat keburukan kita. Namun, kita harus selalu ingat, bahwa justru di dalam rumah yang sederhanalah Yesus menyatakan kemuliaan-Nya. Bagi Yesus rumah adalah tempat, di mana tidak ada yang baik kecuali kebaikan-Nya sendiri.
[3]. Kita mencatat MENGAPA peristiwa itu terjadi. Kita telah lihat bahwa di Timur Tengah keramahtamahan adalah suatu tugas suci. Pada hari itu keluarga yang mengadakan pesta perkawinan akan sangat dipermalukan kalau anggurnya habis. Untuk mendorong sebuah keluarga sederhana di Galilea itulah Yesus menyatakan kuasa-Nya. Yesus melakukan hal itu karena ia menaruh belas kasihan, kebaikan dan pengertian yang mendalam, terhadap rakyat kecil dan sederhana tersebut.
Hampir setiap orang dapat melakukan hal yang besar di dalam dan bagi suatu peristiwa besar. Tetapi hanya Yesuslah yang melakukan hal yang besar di dalam suatu peristiwa keluarga yang kecil dan sederhana. Agaknya ada suatu kejahilan manusiawi yang alamiah, di mana orang merasa gembira kalau ada orang lain yang sengsara. Kejahilan demikian itu tampak pula di mana orang merasa senang untuk memper-gunjingkan kesengsaraan orang lain di tempat dan saat apa saja.
Tetapi Yesus, Tuhan semua yang hidup dan Raja kemuliaan, justru memakai kuasa-Nya untuk menolong dan menyelamatkan pasangan muda Galilea itu dari kejatuhan dan merasa dipermalukan. Dengan perbuatan yang sama, yaitu tindakan yang penuh pengertian dan kebaikan yang tanpa banyak bicara kita dapat menunjukkan bahwa kita adalah pengikut Yesus Kristus.
Selanjutnya cerita ini secara indah menunjukkan dua hal tentang kepercayaan Maria terhadap Yesus.
(1). Secara segera dan sengaja Maria datang kepada Yesus ketika ada sesuatu yang tak bersama-Nya.
Ada suatu cerita tradisi kuno yang menceritakan tentang masa kecil Yesus di Nazaret. Cerita itu mengatakan, bahwa banyak orang yang datang kepada Yesus. Mereka datang karena merasa lelah, khawatir, panas, terganggu dan hampir putus asa. Ketika mereka melihat Yesus, semua gangguan itu hilang. Cerita itu cukup menarik. Dan sampai sekarang masih berlaku, bahwa siapa pun yang mengenal Yesus secara akrab akan selalu datang kepada-Nya, kalau ia merasakan adanya sesuatu yang tidak beres. Dan Yesus tidak pernah mengecewakan mereka itu.
(2). Meskipun Maria tidak mengerti apa yang akan dilakukan oleh Yesus, dan meskipun Yesus tampak akan menolak permintaan Maria. Maria tetap percaya kepada-Nya. Itulah sebabnya Maria meminta kepada para pelayan pesta untuk melakukan apa yang dikatakan oleh Yesus. Maria mempunyai iman yang kuat meskipun ia tidak mengerti. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Yesus, tetapi ia yakin bahwa Yesus akan melakukan sesuatu yang benar.
Di dalam kehidupan kita, sering ada masa-masa yang gelap ketika kita tidak mengetahui apa-apa. Sering kita mengalami kejadian-kejadian yang tidak kita mengerti sebab atau maknanya. Berbahagialah orang yang tetap percaya meskipun ia tidak mengerti.
Cerita ini pun menceritakan sesuatu tentang Yesus. Dalam jawaban-Nya kepada Maria, Yesus berkata, “Saat-Ku belum tiba.” Di dalam seluruh cerita Injil Yesus selalu berbicara tentang “saat-Nya”. Di dalam Yohanes 7:6,8, Ia berbicara tentang waktu pemunculan-Nya sebagai Mesias. Di dalam Yohanes 12:23 dan 17:1; Matius 26:18, 45 dan Markus 14:41 Yesus berbicara tentang waktu penyaliban dan kematian-Nya.
Dalam sepanjang hidup-Nya Yesus mengetahui bahwa kedatangan-Nya ke dunia ini adalah untuk suatu maksud dan tugas tertentu. Ia melihat hidup-Nya bukan menurut keinginan-Nya sendiri melainkan menurut kehendak Allah terhadap diri-Nya. Ia melihat hidup-Nya bukan dalam hubungan dengan waktu yang berubah-ubah, melainkan dalam hubungan dengan kekekalan yang abadi. Sepanjang hidup-Nya Yesus secara teguh berjalan menuju saat yang telah ditentukan bagi-Nya, dan yang Ia ketahui, berhubung dengan kedatangan-Nya ke dalam dunia ini.
Demikian pula kita harus berpikir tentang maksud Allah terhadap diri kita dan bukan berpikir maksud serta keinginan kita sendiri. Kita ada di dalam dunia ini bukan untuk memenuhi maksud dan keinginan kita sendiri, melainkan untuk memenuhi maksud dan kehendak Allah.
(Bersambung)
(Bersambung)