AMSAL 1:10-19 (PENTINGNYA BERJAGA-JAGA TERHADAP PERGAULAN BURUK)
Matthew Henry (1662 – 1714)
BAHASAN: AMSAL 1:10-19
Sebab tidak ada hal lain yang lebih merusak, baik untuk ibadah yang hidup maupun perilaku sehari-hari daripada pergaulan yang buruk (Amsal 1:10): “Hai anakku, yang aku kasihi dan aku peduli dengan sepenuh hati, jikalau orang berdosa hendak membujuk engkau, janganlah engkau menurut.”
Ini adalah nasihat yang baik untuk diberikan orang tua kepada anak-anak mereka ketika mereka melepaskan anak-anak mereka ke dalam dunia. Nasihat ini sama dengan nasihat yang diberikan Rasul Petrus kepada orang-orang yang baru bertobat (Kisah Para Rasul 2:40).“Berilah dirimu diselamatkan dari angkatan yang jahat ini.”
Amatilah:
[1]. Betapa giat orang fasik menggoda orang lain ke jalan-jalan si pembinasa: mereka akan membujuk. Orang-orang berdosa suka mencari teman di dalam dosa. Malaikat-malaikat yang jatuh menjadi para penggoda hampir segera setelah mereka berdosa. Mereka tidak mengancam atau berbantah, tetapi membujuk dengan pujian dan kata-kata manis. Dengan umpan mereka menarik orang muda yang tidak waspada kepada kail.
Tetapi mereka keliru jika berpikir bahwa dengan membawa orang lain untuk ikut serta dalam kesalahan mereka, dan seolah-olah terikat pada tali mereka, mereka sendiri akan membayar kurang dari yang seharusnya. Sebab akan ada jauh lebih banyak hal yang harus mereka pertanggungjawabkan.
[2]. Betapa orang muda harus berhati-hati agar tidak tergoda oleh mereka: “Janganlah engkau menurut, supaya sekalipun mereka membujukmu, mereka tidak dapat memaksamu. Jangan berkata-kata seperti mereka, dan juga jangan melakukan apa yang mereka lakukan, atau apa yang diinginkan mereka untuk engkau lakukan. Jangan bersekutu dengan mereka.”
Untuk memperkuat peringatan ini:
[I]. Ia menggambarkan penalaran-penalaran keliru yang digunakan orang-orang berdosa dalam bujukan-bujukan mereka, dan tipu muslihat yang mereka pakai untuk memperdaya jiwa-jiwa yang tidak teguh. Ia berbicara secara khusus tentang penyamun di tengah jalan, yang berbuat apa saja yang bisa mereka perbuat untuk menarik orang lain ke dalam komplotan mereka (Amsal 1:11-14).
Lihatlah di sini apa yang diinginkan mereka untuk diperbuat oleh orang muda: “Marilah ikut kami (ayat 11). Temanilah kami.” Pertama-tama mereka berpura-pura tidak meminta lebih. Tetapi perkenalan itu segera menuntut sesuatu yang lebih (Amsal 1:14): “Buanglah undimu ke tengah-tengah kami. Jadilah rekan kami, gabungkanlah kekuatanmu dengan kekuatan kami, dan marilah kita bertekad untuk hidup dan mati bersama-sama: apa yang terjadi padamu akan terjadi pada kami. Marilah kita membuat satu pundi-pundi bagi kita sekalian, supaya apa yang kita dapatkan bersama-sama dapat kita habiskan bersama-sama pula dengan gembira ria.” Itulah yang mereka tuju.
Dua hawa nafsu yang tidak masuk akal dan tiada habisnya, yang mereka sangka akan dipuaskan, dan yang dengannya mereka menjerat mangsa ke dalam perangkap mereka adalah:
1. Kekejaman mereka. Mereka haus darah, dan membenci orang-orang yang tidak bersalah dan yang tidak pernah memanas-manasi mereka. Mereka benci orang-orang itu karena melalui kejujuran dan ketekunannya, orang-orang itu mempermalukan dan menghukum mereka. Karena itu, mereka berkata, “Oleh sebab itu, biarlah kita menghadang darah mereka, dan mengintai mereka. Mereka sadar bahwa mereka tidak melakukan kejahatan apa-apa, dan karena itu tidak khawatir akan bahaya apa pun yang mengancam, sehingga bepergian tanpa senjata. Karena itu, kita akan memangsa mereka dengan lebih mudah.
Oh, betapa manisnya jika kita menelan mereka hidup-hidup!” (Amsal 1:12). Orang-orang yang haus darah ini akan melakukan hal ini dengan sama rakusnya seperti singa melahap domba. Kalau ada yang berkeberatan, “Jika korban dibiarkan tersisa, maka pembunuhnya akan terungkap;” mereka menjawab, “Tidak perlu takut. Kita akan menelan mereka bulat-bulat seperti orang yang terkubur.” Siapa yang dapat menyangka bahwa sifat manusia sudah merosot sedemikian jauh sehingga yang satu merasa senang untuk menghancurkan yang lain!
2. Ketamakan mereka. Mereka berharap mendapatkan banyak jarahan dengannya (Amsal 1:13): “Kita akan mendapat pelbagai benda yang berharga dengan mengikuti cara ini. Apa masalahnya jika kita memper-taruhkan nyawa kita untuknya? Kita akan memenuhi rumah kita dengan barang rampasan.”
Lihatlah di sini:
(a). Gagasan mereka mengenai kekayaan duniawi.
Mereka menyebut-Nya benda yang berharga. Padahal itu bukanlah benda yang sebenarnya dan juga tidak berharga. Itu hanyalah bayang-bayang, kesia-siaan, terutama apa yang didapat dengan cara merampas (Mazmur 62:11). Itu seperti sesuatu yang tidak ada, yang tidak akan memberikan kepuasan penuh kepada manusia. Itu hal yang murah, sudah lazim, namun, dalam pandangan mereka, itu berharga, dan oleh karenanya mereka mau mempertaruhkan hidup mereka, dan mungkin jiwa mereka, untuk mengejarnya. Adalah kesalahan yang menghancurkan beribu-ribu orang bahwa mereka terlalu menghargai kekayaan dunia ini dan melihatnya sebagai benda yang berharga.
(b). Kelimpahan harta yang mereka janjikan pada diri mereka sendiri: kita akan memenuhi rumah kita dengannya.
Orang-orang yang hidup di dalam dosa menjanjikan banyak hal bagi diri mereka sendiri, dan bahwa itu akan menjadi keuntungan yang berlimpah ruah (semua ini akan kuberikan kepadamu, kata si pencoba). Tetapi hanya dalam mimpi mereka makan. Barang-barang segudang akan berkurang bahkan tidak sampai segenggam, seperti rumput yang tumbuh pada tembok.
[II]. Ia menunjukkan betapa merusaknya jalan-jalan ini sebagai alasan mengapa kita harus menjauhinya (Amsal 1:15): “Hai anakku, janganlah engkau hidup menurut tingkah laku mereka; janganlah bergaul dengan mereka; jauhkanlah mereka sebisa mungkin dari padamu; tahanlah kakimu dari pada jalan mereka. Jangan mencontoh mereka, dan jangan melakukan apa yang mereka lakukan.”
Seperti itulah kerusakan sifat kita, sampai-sampai kaki kita begitu condong untuk melangkah di jalan dosa. Kalau perlu, kita harus keras pada diri kita sendiri untuk menahan kaki kita agar tidak ke sana, dan menegur diri kita sendiri jika suatu waktu kita mengambil satu langkah saja ke arah sana.
Pertimbangkanlah:
1. Betapa merusaknya jalan mereka dengan sendirinya (Amsal 1:16): kaki mereka lari menuju kejahatan, menuju pada apa yang tidak berkenan kepada Allah dan menyakiti manusia, sebab mereka bergegas-gegas untuk menumpahkan darah. Perhatikanlah, jalan dosa adalah jalan yang menurun.
Manusia bukan saja tidak dapat menghentikannya, tetapi juga, semakin lama mereka berada di dalamnya, semakin cepat mereka berlari, dan bergegas-gegas di dalamnya, seolah-olah mereka takut tidak dapat melakukan cukup banyak kejahatan dan bertekad untuk tidak menyia-nyiakan waktu sedikit pun. Mereka berkata bahwa mereka akan terus melanjutkannya dengan santai (biarlah kita menghadang darah, ayat 11), tetapi engkau akan mendapati bahwa mereka semua bertindak dengan tergesa-gesa, betapa hati mereka sudah kerasukan Iblis.
2. Betapa merusaknya akibat-akibat dari jalan itu nanti. Mereka diberi tahu dengan jelas bahwa jalan fasik ini pasti akan berakhir dengan kehancuran mereka sendiri, namun mereka tetap bersikeras di dalamnya. Dalam hal ini,
(a). Mereka seperti burung yang bodoh yang melihat jaring terbentang untuk menangkapnya.
Namun percuma saja walaupun ia melihat jaring. Ia terjerat di dalamnya karena termakan umpan, dan tidak mau memperhatikan peringatan yang diberikan oleh matanya sendiri kepadanya (Amsal 1:17). Tetapi kita tahu bahwa kita lebih berharga dari pada banyak burung pipit, dan oleh sebab itu harus lebih cerdik, dan bertindak dengan lebih hati-hati. Allah telah memberi kita hikmat melebihi burung di udara (Ayub 35:11), jadi pantaskah jika kita berlaku sama bodohnya seperti mereka?
(b). Mereka lebih buruk daripada burung-burung itu, dan tidak mempunyai indra jasmani seperti yang kadang-kadang kita pikir mereka punya. Sebab penangkap burung tahu bahwa percuma saja membentangkan jaringnya di depan mata segala yang bersayap, dan oleh sebab itu ia mempunyai taktik untuk menyembunyikannya. Tetapi orang berdosa melihat kehancuran di ujung jalannya.
Pembunuh, pencuri, melihat penjara dan tiang gantungan di depan mata mereka, bahkan, mungkin mereka melihat neraka di hadapan mereka. Para penjaga mereka memberi tahu mereka bahwa mereka pasti akan mati. Tetapi, itu tidak ada gunanya. Mereka bergegas menuju dosa, dan terus berbuat dengan tergesa-gesa di dalamnya, seperti kuda yang melaju ke medan perang. Sebab sesungguhnya batu yang mereka gulingkan akan berbalik menimpa mereka sendiri (Amsal 1:18-19).
Mereka menghadang dan mengintai darah dan nyawa orang lain, padahal ternyata, berlawanan dengan niat mereka, apa yang mereka hadang dan intai itu adalah darah mereka sendiri, nyawa mereka sendiri. Pada akhirnya, mereka akan mendapat malu. Kalaupun mereka bisa terhindar dari pedang hakim, masih ada hukuman ilahi yang mengejar-ngejar mereka.
Dewi Keadilan tidak membiarkan mereka hidup. Kelobaan mereka akan keuntungan gelap membuat mereka tergesa-gesa melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak akan membiarkan mereka hidup setengah dari umur mereka, tetapi akan memotong bulan-bulan mereka di tengah jalan. Mereka mempunyai sedikit alasan untuk berbangga akan harta milik mereka, sebab harta itu mengambil nyawa orang yang mempunyainya dan diserahkan ke pemilik lain.
BACA JUGA: AMSAL 1:7-9 : PERINGATAN-PERINGATAN ORANGTUA
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Sebab dengan demikian ia tidak bisa lagi menikmati dunia. Terlebih lagi jika ia kehilangan jiwanya dan ditenggelamkan ke dalam kehancuran dan kebinasaan, sebagaimana yang terjadi pada banyak orang karena cinta akan uang.
Nah, walaupun Salomo hanya berbicara secara khusus tentang godaan untuk merampok di tengah jalan, melalui hal itu ia berniat untuk memperingatkan kita akan semua kejahatan lain, yang ditawarkan para pendosa untuk menggoda manusia. Seperti itulah jalan-jalan pemabuk dan orang najis. Mereka memanjakan diri dalam kesenangan-kesenangan yang mengarah pada kehancuran mereka baik pada saat ini maupun untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, janganlah menuruti mereka.