KEHENDAK ALLAH DAN POSISI VERTIKAL MANUSIA

Pdt. DR. Stephen Tong.

MENGETAHUI KEHENDAK ALLAH

BAB III : KEHENDAK ALLAH DAN POSISI VERTIKAL MANUSIA

Bacaan Alkitab : Kejadian 1:26-28; Mazmur 8:4-10; Ibrani 2:5-9

Ketika saya merenungkan lebih dalam lagi, saya menyadari bahwa tema yang kita pelajari ini sedemikian besar. Memang saya biasa memikirkan tema-tema yang besar, mendasar, dan begitu luas, sehingga sering kali apa yang saya khotbahkan tidak langsung menyentuh secara langsung hal-hal yang praktis dalam kehidupan kita. Tetapi manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa, selalu terbelenggu di dalam konsep-konsep yang sangat mengikat kita, yang hanya berdasarkan egoisme dan pragmatismenya saja. Tetapi saya ingin mengajak Saudara untuk menelusuri setiap problem sampai kepada suatu kerangka pikiran yang ditetapkan oleh Tuhan bagi manusia. Itulah kehendak Tuhan!
KEHENDAK ALLAH DAN POSISI VERTIKAL MANUSIA
Kehendak Tuhan, bukan agar kita menjadi orang yang egois, yang hanya mementingkan hal-hal yang sepele saja, tetapi agar kita melihat secara luas, tepat dan secara global sehingga kita mengetahui apa yang harus kita lakukan di dalam keinginan menjalankan kehendak Tuhan.

Kita telah membicarakan, mungkinkah kita mengenal kehendak Tuhan yang sedemikian besar dengan pikiran kita yang terbatas dan sudah tercemar oleh dosa? Kita tidak menyetujui adanya orang-orang yang dengan mudah dan semaunya mengatakan tentang kehendak Allah, tetapi juga menolak Skeptiksisme dan Agnostisisme, yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengenal Tuhan.

Menjadi orang Kristen berarti : (1) Menjadi orang yang mengetahui kehendak Tuhan melalui Kristus. Melalui Roh Kudus yang telah memberikan kepenuhan kepada Kristus, yang memungkinkan Dia hidup secara wajar dan menjadi teladan bagi kita, sehingga kita bisa berjalan di belakang Kristus; (2) Menerima kembali apa yang sudah terhilang di dalam Adam, yang kita dapatkan kembali di dalam Kristus; (3) Kita menjadi orang-orang yang berhak mengetahui isi hati Tuhan dan berjalan di dalam kehendak Tuhan; (4) Menjadi manusia yang mengetahui di mana posisinya di dalam alam semesta yang dicipta oleh Tuhan.

Hal-hal yang sedemikian ini besar dan agung. Akan tetapi, begitu banyak orang Kristen yang belum pernah sungguh-sungguh mengerti apa artinya menjadi orang Kristen. Akibatnya, interpretasi Kekristenan sedemikian simpang siur, sehingga banyak orang Kristen yang sudah sekian lama menjadi Kristen, makin lama makin kacau dan makin lama jauh dari kehendak Tuhan.

(1) Posisi Vertikal Manusia dan Kehendak Allah

Kini kita akan memikirkan suatu kerangka yang sangat penting. Ketika Allah menciptakan manusia, di manakah Ia ingin meletakkan manusia? Di manakah identitas, harkat dan posisi manusia di tengah alam semesta ini? Jika kita tidak mengetahui hal-hal ini, bagaimana mungkin kita ingin dan mungkin mengetahui kehendak Allah? Siapakah saya? Di manakah saya?

Saya sering mengatakan bahwa abad XX adalah abad yang bodoh, karena kita mau dijadikan tempat praktik ideologi-ideologi yang salah dari abad ke 19. Abad ke-20 telah menghabiskan berpuluh-puluh tahun baru membuktikan bahwa ideologi-ideologi abad ke-19 itu salah sama sekali. Kini, ilmu filsafat mengakui tentang satu hal dan terpaksa harus mengakuinya di dalam banyak tesis-tesis yang besar, yaitu bahwa manusia belum mengetahui secara tepat identitasnya sendiri. Apa artinya manusia berada di tengah alam semesta yang sedemikian besar? Ke mana arah tujuan manusia? Ternyata manusia tidak tahu jawabannya.

Komunisme merupakan salah satu ideologi yang paling memberanikan diri menetapkan arah sejarah. Bahkan mereka dengan berani meramalkan langkah-langkah yang akan terjadi dalam sejarah. Lebih berani dan lebih memastikan diri dari ideologi-ideologi lainnya dalam sejarah. Tetapi sejarah membuktikan bahwa komunisme adalah “nabi palsu”. Saya meminta Saudara untuk kembali kepada rencana Allah yang kekal, rencana Allah yang semula, yang telah ditetapkan oleh Allah bagi manusia. Manusia diciptakan di mana dan dalam posisi yang bagaimana? Alkitab berkata bahwa Allah menciptakan manusia menurut peta dan teladan Allah sendiri, dan menginginkan manusia menjadi penguasa alam semesta.

Terkadang pada malam hari kita direpotkan oleh seekor nyamuk, dan kita tidak tahu bagaimana menguasainya. Pada saat demikian, kita yang sadar bahwa kita sudah belajar sedemikian tinggi, yang begitu besar, ternyata tidak dapat menguasai seekor nyamuk. Pasti ada sesuatu yang salah. Manusia seharusnya menjadi penguasa alam semesta,ini yang Alkitab katakan. Adam menjadi “jendral berbintang lima” dan komandan semua “angkatan”, karena ia berkuasa atas binatang-binatang di udara, di darat, dan di laut. Manusia seharusnya mempunyai kedudukan yang menguasai alam. Ini posisi kita!

Dari Teologi Reformed yang menelusuri hal ini, kita akan melihat tiga hal, yaitu, manusia dicipta sebagai (1) nabi; (2) imam; dan (3) raja. Ketiga hal ini terkumpul dalam satu pribadi yang sungguh-sungguh sukses di dalam menggenapinya yaitu, Yesus Kristus. Seperti yang telah kita lihat dalam Ibrani 2, semua manusia tidak sukses. Hanya Yesus yang pernah menaklukkan segala sesuatu dan sudah menjalankan kehendak Tuhan dengan sempurna.

Di manakah posisi manusia? Allah menciptakan manusia hampir sama seperti Allah, sedikit lebih rendah dari malaikat tetapi menguasai alam semesta. Ini penting sekali. Pernyataan ini memberikan suatu urutan yang sedemikian jelas, dan ini menjadi kerangka berpikir bagi setiap orang Kristen, yang menjadikan ia dapat berdiri tegak di tengah alam semesta ini. Peribahasa Tionghoa mengatakan: “Berdiri menginjak bumi, tegak menopang langit.” Sehingga di tengah sorga dan bumi, kita dapat berdiri tegak disertai dengan identitas yang beres.

Di manakah posisi kita? Alkitab menyatakan bahwa manusia lebih rendah dari Allah dan lebih tinggi dari alam. Manusia di bawah Allah dan di atas alam. Dari bahasa Indonesia kita beroleh satu pengertian yang menunjukkan bahwa ketika kita menyebut kata “Allah”, mulut kita terbuka, dan ketika menyebut kata “alam”, mulut tertutup. Ketika kita melihat Allah, kita akan melihat sistem terbuka (open system), dan ketika melihat alam, kita akan melihat sistem tertutup (close system).

Close dan Open system ini sangat penting dalam penyelidikan tentang metodologi manusia untuk mengerti tentang alam semesta. [Metodologi merupakan prosedur-prosedur yang digunakan dalam sebuah disiplin yang dengannya suatu pengetahuan diperoleh. Dari zaman Euclid sampai zaman Sir Isaac Newton, manusia di dalam penyelidikan ilmiah selalu terperangkap oleh konsep close sistem ini. Padahal orang Krsiten telah menyodorkan open system.

Sistem tertutup adalah satu konsep yang beranggapan bahwa alam semesta tanpa unsur dari luar, sanggup dan cukup untuk menjelaskan segala rahasia yang ada di dalam alam semesta itu sendiri. Untuk mendapatkan segala jawaban tentang alam semesta, cukup dengan menyelidiki alam. Ini merupakan cikal-bakal dari scientism dan positivism yang pada akhirnya mengalami gang buntu di kalangan intelektual yang menganggap diri pintar.

Sebaliknya, open System memegang prinsip bahwa harus ada sumber di luar alam semesta yang akan menjelaskan dan memungkinkan keberadaan alam semesta itu. Kalimat pertama dari Pengakuan Iman Rasuli: “Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, yang menciptakan langit dan bumi,” telah menyodorkan satu open System bahwa manusia percaya ada satu jalan terbuka kepada dunia yang tidak kelihatan, dan dunia yang tidak kelihatan itulah yang mengontrol segala sesuatu ini.

Iman Kristen bukan suatu takhayul atau semacam iman kepercayaan yang super titi (yang mengambang, yang palsu) atau sistem keagamaan yang karena tidak bisa menjawab segala sesuatu kemudian berlari kepada “keyakinan-kepercayaan”. Iman Kristen justru memberikan satu logika yang paling kuat, bahkan melebihi keterbatasan dari logika itu sendiri, karena Allah yang mencipta, memberikan wahyu kepada kita untuk mengerti apakah arti hidup manusia.

Posisi manusia di bawah Allah dan di atas alam ini jangan di putar (atau di balik)! Jika kita mempunyai arloji, di manakah tempatnya? Bisakah arloji diletakkan di leher, atau di kaki, atau di tangan kanan? Tentu bisa, tetapi ia tidak pada tempat yang seharusnya. Jika diletakkan di tangan kanan, ia akan selalu mengganggu pada waktu menulis, dan kita akan kesulitan untuk memutar tombolnya. Ini karena rancangannya demikian. Arloji memang dirancang untuk dipasang di tangan kiri, bukan di tangan kanan. Maka tempat terbaik bagi arloji adalah tempat yang sesuai dengan rancangannya.

Manusia pun akan mencapai tempat terbaik jika kembali menurut tempat yang sesuai dengan designnya (rancangannya). Pada waktu manusia kembali kepada tempat yang ditetapkan menurut rencana Allah yang asli, baru manusia itu dapat berfungsi dengan sungguh-sungguh. Manusia hidup penuh kesusahan dan ketidakpuasan, karena manusia tidak mau menerima posisi asli yang Tuhan tetapkan.

Mungkin kita akan mengatakan: “Sulit bagi saya untuk mengetahui di mana posisi asli bagi saya?” Orang yang bakatnya komputer, jika ia menjadi bankir, akan bangkrut; demikian juga ketika bankir mau menjadi filsuf, sampai pusing pun ia tidak akan memperoleh apa-apa. Tetapi kita tidak membicarakan hal ini secara mendetail, tetapi kita melihat secara keseluruhan yaitu di manakah posisi manusia itu.

(2) Penyimpangan Posisi Vertikal Manusia.

Alkitab menyatakan: Posisi manusia adalah di bawah Allah dan di atas alam. Apa jadinya ketika kita mengatakan, saya mau Allah di bawah saya dan alam di atas saya? Kita tidak mungkin dapat merubah Allah menjadi alam, karena Allah adalah Allah dan alam adalah alam. Allah bukan alam, dan alam bukan Allah. Satu-satunya kemungkinan adalah kita sendiri yang membalikkan diri kita agar bisa sesuai dengan yang kita inginkan. Maka, pada saat kita mengatakan Allah di bawah saya, kita menjadi seorang Ateis.

Profesor Edwin Orr tidak menyebut orang-orang Ateis sebagai orang-orang yang tidak mengenal Allah, tetapi sebagai mereka yang percaya Allah secara terbalik. Inilah kebudayaan manusia! Pada waktu manusia membalikkan diri, ia mengira bahwa ia sudah mengatur kembali alam semesta. Itu penipuan diri! Pada saat seseorang mempermainkan orang lain, ia tidak sadar bahwa pada saat itu ia sedang mempermainkan dirinya sendiri.

Pada saat dua orang sedang tidur bersama, pada mulanya keduanya tidur searah. Ketika salah seorang terbangun dan melihat bahwa kaki rekannya ada di dekat kepalanya, ia menjadi marah. Tetapi rekannya juga marah dengan alasan yang sama. Itu sebabnya, jangan marah karena gejala yang terlihat. Coba selidiki, siapa yang menjadi penyebab sehingga keadaan itu terjadi. Kalau Saudara yang berputar sendiri, lalu Saudara marah dan mencela Allah, bukannya Allah akan menjawab Saudara, tetapi malah Saudara akan dihakimi lebih lanjut. Inilah problema manusia di seluruh dunia. Setelah manusia memutar-balikkan diri, mempermainkan diri, lalu mencela Allah. Ini merupakan sikap yang kurang ajar di hadapan Allah.

Ketika saya berusia 18 tahun, saya melihat satu laporan, yang prangkonya dicetak di Paris, dan bergambar seorang ibu yang menggendong anak sambil menangis mengangkat tangan ke atas dan mempertanyakan mengapa Allah memberikan peperangan kepada manusia. Di Perancis, semenjak Albert Camoe dan Jean Paul Sartre serta beberapa orang pemikir Ateis yang luar biasa dalam melawan Kekristenan, telah menjadi satu arus yang begitu deras dan keras yang mengancam Kekristenan dan Kitab Suci. Pada saat seperti itu, timbullah orang-orang yang memakai kesempatan profesinya untuk mempropagandakan filsafatnya untuk melawan Tuhan dengan membuat satu prangko seperti itu.

Pada saat itu saya bertanya dalam hati saya: “Siapakah yang berperang? Yang berperang adalah manusia. Siapakah yang dicela? Yang dicela adalah Allah.” Bukankah ini sikap yang kurang ajar? Kita sudah mengubah posisi kita sendiri, dan itu menjadi sumber kecelakaan yang harus kita tanggung. Kalau kita tidak bisa mengoreksi diri dan tidak menemukan akar-akar yang menjadikan kita rusak, lalu kita hanya mencela orang lain, maka Problema itu tidak pernah akan selesai.

Kembalilah kepada Alkitab. Manusia dicipta sedikit lebih rendah dari malaikat, dan hampir sama seperti Allah. Ini suatu kalimat yang besar. Malaikat adalah makhluk yang berkuasa, mulia, kekal, berbijak, dan berada dalam dunia rohani. Manusia dicipta sedikit lebih rendah dari malaikat. Ini berarti manusia yang diikat dan dibelenggu oleh tubuh materi, juga mempunyai kemuliaan, kehormatan dan unsur roh, yaitu manusia hampir sama seperrti Allah. Manusia begitu hormat, begitu mulia dan begitu agung. Dari sini kita melihat satu hal, yaitu “manusia” harus menjadi reflektor dari kemuliaan Allah.

Kita harus memancarkan kehormatan, kemuliaan Allah dan harus mewakili Allah untuk menguasai dunia. Segala fasilitas, uang, benda, rumah, dan sebagainya, semuanya berada di dalam golongan alam. Semua itu ada di bawah manusia, tetapi manusia berada di bawah Allah. Saya harus menguasai alam, bukannya alam menguasai saya; dan Allah harus menguasai saya, bukan saya yang menguasai Allah. Jika hal ini tidak beres, maka ia sedang “gila rohani”. Jika konsep ini beres, maka kita betul-betul bisa berdiri tegak di tengah alam semesta ini.

Adakah semacam orang yang kelihatan berdoa sedemikian giat, seperti orang Kristen yang berapi-api, tetapi sebenarnya sedang berada dalam posisi yang salah? Jawabnya: Ada! Orang sedemikian sepertinya sangat giat dan sangat dekat dengan Tuhan, tetapi sebenarnya ia sedang meminta Tuhan memberikan segala sesuatu kepadanya menurut kehendaknya. Ia seolah berkata, “Kiranya Engkau menaklukkan kehendak-Mu untuk melayani kehendakku. Aku mau alam, dan aku mau agar dengan kuasa-Mu, Engkau menjadi pembantuku untuk melayani aku!”

Pada saat orang semacam itu datang kepada Allah dengan doa yang giat sekali, ia bukannya hendak menjadikan Allah sebagai Allahnya, tetapi mau menjadikan Allah sebagai pembantunya. Allah dituntut untuk membantu dia supaya kaya, maka sebenarnya tujuannya bukanlah Allah, tetapi alam. Lalu ia memperalat Allah untuk mencapai tujuan yang lebih rendah daripada Allah dan diri, yaitu alam.

Di sini kita melihat gejala di luar yaitu kehidupan agamanya sedemikian berkobar-kobar, tetapi dengan motivasi yang melawan kehendak Allah. Saya sangat takut Kekristenan akan seperti ini. Saya takut jika manusia datang kepada Allah hanya mau memperalat Allah untuk mendapatkan alam, karena di dalam diri manusia, semua relasi dan posisi sudah tidak beres, sehingga kehidupan Kekristenannya kelihatan sedemikian muluk-muluk dan berkobar-kobar, tetapi seluruhnya melawan prinsip Allah.

Sewaktu seseorang mengatakan, ”Kalau Allah Maha Kuasa, jadikan aku kaya, atau sembuhkanlah penyakitku, baru aku mau percaya,” maka di belakang pengakuan kemaha-kuasaan Allah itu, ada satu keinginan untuk lebih berkuasa daripada Allah yaitu Allah yang Mahakuasa berada di bawah kuasanya. Ini bukan doa. Sepertinya doa yang giat, tetapi seluruhnya adalah kegiatan agama yang melawan agama.

Jika tujuan kita adalah alam, dan alat kita adalah Allah, tidak mungkin kita mengerti kehendak Allah. Kita merupakan orang-orang yang bergejala agama tetapi melawan agama yang sejati. Tetapi jika kita mengetahui kehendak Dia dan posisi-Nya yang lebih tinggi daripada kita, lalu jika Ia memberikan kekayaan kepada kita, kita bersyukur, dan jika Ia tidak memberikan kekayaan kepada kita, kita pun harus puas. Tetapi, jika Ia memberikan kekayaan kepada kita, maka kita harus mempergunakan kekayaan itu untuk mempermuliakan Dia.

Tidak salah untuk berkeinginan menjadi kaya, tetapi pertanyaan yang terpenting adalah: kaya untuk apa? Jika kita mau kaya untuk kepentingan diri sendiri, untuk bisa berbuat dosa, maka uang itu akan merubah posisi kita menjadi hamba di tangan setan. Tetapi jika kita mendapatkan uang lebih banyak, kita dapat menolong lebih banyak orang, bisa berbuat lebih baik untuk kemuliaan Tuhan, maka tidak salah untuk menjadi kaya.

Ada orang Kristen yang alergi terhadap kekuasaan, kedudukan, kekayaan, dll., hal ini tidak benar. Jika Saudara bisa menjadi gubernur, konglomerat, atau kaum intelektual, silahkan. Tetapi ingatlah bahwa alam ini di bawah Saudara, dan Allah di atas Saudara. Kita dicipta dengan posisi sedemikian agar seumur hidup kita, kita bisa memperalat alam untuk mempermuliakan Allah.

(3) Tugas Manusia berkenaan dengan Posisi Vertikalnya.

Jika setiap orang Kristen jelas akan posisi ini, dan setiap orang Kristen jelas akan identitasnya yang telah ditetapkan sedemikian, maka banyak kekacauan yang bisa kita hindarkan dan sebenarnya tidak perlu terjadi, oleh karena kita tahu di mana kita berada. Manusia di dalam posisinya ini diberikan tiga tugas yang disempurnakan dan lengkap di dalam diri Tuhan Yesus, yaitu sebagai nabi, imam, dan raja.

a. Manusia sebagai nabi.

Manusia disebut sebagai “nabi” berarti manusia berdiri di hadapan Allah yang Mahatahu dan alam yang sama sekali tidak mempunyai inisiatif dan kemungkinan mengetahui, tetapi yang mengandung segala sesuatu yang bisa dan perlu kita ketahui. Di sini kita menjadi mediatornya Allah yang Mahatahu memberikan segala pengetahuan yang terpendam di dalam alam semesta, supaya manusia boleh tahu. Tugas manusia di dalam posisinya di tengah-tengah ini adalah sebagai nabi.

Sifat kenabian inilah yang memungkinkan terciptanya segala macam ilmu pengetahuan. Kata “science” (ilmu pengetahuan) sebenarnya berasal dari bahasa Latin “scio” yang artinya : saya tahu. Maka, penyelidikan ilmu pengetahuan tidak seharusnya menjadikan orang melawan Tuhan. Orang yang mengetahui segala sesuatu harus semakin bersyukur kepada Tuhan, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu, sehingga kita boleh mengetahui apa yang telah diciptakan oleh Allah.

Saya tidak habis pikir dan tidak mengerti, apakah yang menyebabkan orang yang sudah mengetahui di dalam penyelidikan ilmu, kemudian bisa berontak kepada Allah. Itu sikap yang tidak benar. Seharusnya, semakin kita mengetahui rencana dan rancangan Allah di dalam ciptaan-Nya, kita harus semakin mengucap syukur kepada Tuihan. Pada saat kita tahu dan tahu, kita menjadi orang yang berstatus nabi.

Tugas manusia sebagai nabi telah menjadikan manusia lebih tinggi dari semua binatang, karena binatang tidak mempunyai kemungkinan tahu tentang hal-hal yang lain kecuali diri mereka dan segala fungsi yang berada di dalam insting mereka. Hanya manusia yang mempunyai kemampuan menganalisis segala sesuatu. Manusia lebih tinggi dari alam dan lebih tinggi dari segala binatang. Tuhan mengatakan bahwa Ia menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, lalu mereka menguasai alam.

Sampai hari ini, hanya ada manusia yang menangkap binatang dan meletakkan di kebun binatang, tetapi belum pernah ada binatang yang menangkap manusia dan meletakkan di kebun manusia. Sampai hari ini, manusia sudah mencoba menyelidiki alam dan tahu bahwa jarak dari bumi ke bulan adalah sejauh 150 juta km, tetapi matahari belum pernah tahu berapa jarak antara dia dengan bumi. Manusia bisa tahu, bukan saja hal-hal yang konkret tetapi juga hal-hal yang abstrak.

Sekitar tahun 1859, sepuluh tahun setelah Manifesto Komunis dideklarasikan oleh Karl Marx, seorang Belanda dan seorang Perancis menemukan bahwa cahaya itu mempunyai kecepatan. Sangat mudah untuk menghitung laju kecepatan sebuah sepeda, tetapi saya rasa sangat teliti untuk membayangkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik atau 186.000 mil per detik. Dan abad ke-20 mengkonfirmasikan bahwa perhitungan itu betul-betul tepat.

Manusia adalah nabi, bukan sekedar makhluk biasa. Tetapi sayangnya, banyak manusia yang tidak memakai sifatnya ini secara maksimal.

b. Manusia sebagai imam.

Kalau dalam kenabian kita lebih mudah mengerti karena Adam diperintahkan oleh Tuhan untuk memberikan nama kepada semua binatang, sehingga di sini manusia berperan sebagai inter-pretator (Penafsir) terhadap alam. Sedangkan manusia sebagai imam berarti manusia menjadi mediator antara alam yang kelihatan dengan alam yang tidak kelihatan. Manusia mewakili kedua pihak ini, sehingga kita mempunyai kedudukan di tengah-tengah Allah dan alam, dan kita akan membawa alam demi kemuliaan Allah.

Dari sejak permulaan manusia sudah mengerti hal ini. Maka hasil dari alam dipersembahkan kepada Tuhan. Dan dengan kuasa Tuhan mengelola bumi. Posisi sebagai penengah ini adalah sifat seorang imam. Manusia berdoa supaya turun hujan, dan manusia mengucap syukur setelah mendapatkan hasil. Ini adalah kedudukan sebagai imam.

c. Manusia sebagai raja.

Manusia juga mempunyai kedudukan di antara alam dan Allah, yaitu sebagai raja yang menguasai. Tuhan tidak mau kita dikuasai dan diikat oleh segala sesuatu karena semua itu lebih rendah daripada kita. Ketika manusia bersifat raja, maka manusia dituntut untuk mengelola secara benar. Manajemen adalah kehendak Allah. Allah menciptakan manusia dan menaruhnya di taman Eden untuk mengusahakan atau mengelola dan memelihara (Kejadian 2:15). Inilah manajemen yang pertama kali.

Allah tidak mau kita kacau-balau, tetapi kita harus mengatur dengan baik.

Di sini diperlukan sifat raja. Raja berarti memerintah dan ia berkuasa untuk mengatur seluruh negara. Tetapi semua sifat ini, ketika tercemar oleh dosa, justru menimbulkan berbagai Problema di dalam masyarakat. Anak kecil, yang baru bisa berbicara sudah tidak mau diatur dan sudah mau mengatur dan menguasai orang lain, karena ia sedang memakai sifat nabi, imam, dan raja yang ada padanya. Itulah sebabnya kita harus membawa semua kembali kepada kontrol Allah, karena saya ada di bawah Allah dan alam di bawah saya. Bagaimana menjadikan semuanya menjadi harmonis, itu merupakan hal yang penting sekali.

Jika seseorang sadar bahwa ia mempunyai ketiga sifat ini, ia akan mempunyai identitas diri yang jelas. Apa yang harus saya kerjakan? Saya mengetahui segala sesuatu, dan di belakang pengetahuan itu saya tahu bahwa Tuhan yang memberi kemungkinan untuk saya tahu, lebih tahu dari segala sesuatu dan saya perlu mengembalikan segala sesuatu kepada-Nya. Ketika saya mengelola. Segala sesuatu harus dikelola sesuai dengan cara kehendak Allah dalam aspek-aspek yang lain.

Seseorang bertanya tentang bagaimana memperoleh pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya menjawab : “Pertama adalah, pria harus menikah dengan wanita.” Ia berkata, “Kalau ini saya sudah tahu?” Tetapi, banyak orang yang berlagak tidak tahu atau sengaja tidak mau tahu.

Hal-hal yang mendasar dari kehendak Tuhan saat ini telah dilawan dengan begitu nyata. Banyak orang telah membuat dunia ini menjadi begitu kotor, najis, polusi dan merusak lingkungan. Itu karena manusia tidak mau kembali kepada dasar Alkitab, yaitu manusia harus mengelola dengan baik. Manusia diperintahkan untuk mengelola dunia, membudidayakan alam yang Tuhan percayakan kepada manusia. Kebudayaan dimulai dari mandat Allah ini, yang dalam Teologi Reformed disebut Cultural Mandate (Mandat Kebudayaan).

BACA JUGA: KEHENDAK ALLAH DALAM ALAM SEMESTA (ROMA 11: 33-36)

Banyak orang Kristen Injili hanya memperhatikan sayu mandat yaitu mandat penginjilan, dan mengabaikan mandat kebudayaan ini, sehingga orang-orang dunia yang tidak mengenal Tuhan, yang menggarap hal itu lalu menghina gereja yang tidak bersumbangsih apa-apa. Saya tidak menginginkan gereja yang timpang, yang ekstrim di satu pihak, atau yang tidak mengerti rencana Allah secara total. Marilah kita melihat seluruh kemuliaan Tuhan, dan kemuliaan Tuhan akan memenuhi seluruh muka bumi ini seperti air yang memenuhi lautan.

Biarlah kita mengingat kembali tentang satu kalimat yang penting ini: Kita di bawah Allah dan di atas alam. Jangan pernah mengizinkan alam, materi, uang, menjadi tuanmu dan tidak boleh menjadikan Allah hambamu.

Let God be God, let matter be matter;

I am the king, the priest, and the prophet;

I am created between God dan nature;

I am the mediator between God and the created nature.

Ketahuilah ilmu sebanyak mungkin, kelolalah alam sebanyak mungkin, dapatkanlah segala fasilitas dari hasil karya Saudara. Jangan hanya menguasainya saja, tetapi setelah mendapatkan semuanya itu, kembalikan semuanya itu bagi kemuliaan Allah.
Next Post Previous Post