Menemukan Sukacita Sejati dalam Tuhan: Mazmur 32:11
"Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!" (Mazmur 32:11)
Bersukacita. Betapa indahnya kata ini terdengar. Apa yang Anda bayangkan ketika mendengarnya? Sebuah hidup yang penuh kegembiraan, kebahagiaan, penuh gelak tawa, hati tenteram, tidur yang benar-benar nyenyak, sehat, dan lain-lain, apa pun yang Anda pikirkan dari kata ini tentu segala yang menyenangkan. Selalu bersukacita itu impian setiap orang. Tidak satu pun orang yang memimpikan hidup dalam kesedihan, atau kemarahan.
Mengapa Sukacita Sejati Ditemukan dalam Tuhan
Cobalah pikirkan betapa kita merindukan sebuah hidup yang di dalamnya penuh sukacita dan bebas dari rasa khawatir serta berbagai beban masalah. Semakin lama rasa sukacita sepertinya semakin mahal. Beratnya tekanan dan beban hidup yang menimpa kita selalu siap merampas sukacita dari diri kita. Terkadang tekanan-tekanan ini datang beruntun sehingga sukacita itu pun semakin menjauh dan sulit kita jangkau lagi.
Di saat lelah seperti hari ini saya sempat berpikir betapa nikmatnya apabila saya bisa tetap tersenyum atau bahkan tertawa meski pekerjaan yang harus diselesaikan masih banyak. Bisakah? Tentu saja bisa, mengapa tidak?
Ayat bacaan hari ini jelas menyatakan bahwa sebuah sukacita sejati itu ada di dalam Tuhan, di dalam persekutuan kita yang manis dengan-Nya. "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!" (Mazmur 32:11). Di sanalah letak sukacita itu, dan bukan pada keadaan kita di dunia. Sorak sorai akan selalu keluar dari mulut orang-orang benar dan jujur, karena ada Tuhan bersama orang-orang seperti ini.
Cobalah pikirkan betapa kita merindukan sebuah hidup yang di dalamnya penuh sukacita dan bebas dari rasa khawatir serta berbagai beban masalah. Semakin lama rasa sukacita sepertinya semakin mahal. Beratnya tekanan dan beban hidup yang menimpa kita selalu siap merampas sukacita dari diri kita. Terkadang tekanan-tekanan ini datang beruntun sehingga sukacita itu pun semakin menjauh dan sulit kita jangkau lagi.
Di saat lelah seperti hari ini saya sempat berpikir betapa nikmatnya apabila saya bisa tetap tersenyum atau bahkan tertawa meski pekerjaan yang harus diselesaikan masih banyak. Bisakah? Tentu saja bisa, mengapa tidak?
Ayat bacaan hari ini jelas menyatakan bahwa sebuah sukacita sejati itu ada di dalam Tuhan, di dalam persekutuan kita yang manis dengan-Nya. "Bersukacitalah dalam TUHAN dan bersorak-soraklah, hai orang-orang benar; bersorak-sorailah, hai orang-orang jujur!" (Mazmur 32:11). Di sanalah letak sukacita itu, dan bukan pada keadaan kita di dunia. Sorak sorai akan selalu keluar dari mulut orang-orang benar dan jujur, karena ada Tuhan bersama orang-orang seperti ini.
Menemukan Sukacita dalam Kehadiran Tuhan
Dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan, kita pun tidak akan gampang goyah menghadapi masalah apa pun. Ada sukacita Ilahi yang akan terus mengalir dan mengalir mengisi setiap relung hati kita. Tidak ada satu masalah pun yang mampu menghentikan aliran sukacita sejati yang berasal dari Tuhan itu. Sering kali kita sulit menemukan sukacita ketika kita sedang berbeban. Tetapi Paulus pun menyerukan hal yang sama: "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4).
Pertanyaannya sekarang, di mana kita bisa menemukan sukacita Ilahi itu? Ada banyak cara untuk mengalami sukacita Ilahi dalam hidup kita. Terkadang kita berpikir terlalu jauh, padahal sukacita bisa kita temukan dalam hal-hal yang sederhana. Mari kita lihat di mana saja sukacita itu bisa muncul.
Dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan, kita pun tidak akan gampang goyah menghadapi masalah apa pun. Ada sukacita Ilahi yang akan terus mengalir dan mengalir mengisi setiap relung hati kita. Tidak ada satu masalah pun yang mampu menghentikan aliran sukacita sejati yang berasal dari Tuhan itu. Sering kali kita sulit menemukan sukacita ketika kita sedang berbeban. Tetapi Paulus pun menyerukan hal yang sama: "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!" (Filipi 4:4).
Pertanyaannya sekarang, di mana kita bisa menemukan sukacita Ilahi itu? Ada banyak cara untuk mengalami sukacita Ilahi dalam hidup kita. Terkadang kita berpikir terlalu jauh, padahal sukacita bisa kita temukan dalam hal-hal yang sederhana. Mari kita lihat di mana saja sukacita itu bisa muncul.
1. Sukacita akan Kehadiran Tuhan
Daud mengatakan hal ini dengan jelas: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram." (Mazmur 16:8-9). Menyadari kehadiran Allah bersama kita akan membuat kita tenang menghadapi segalanya. Mengapa tidak? Bukankah Allah punya kuasa lebih dari segalanya? Adakah hal yang terlalu sulit bagi Allah? Sama sekali tidak ada. Artinya, jika kita menyadari bahwa Allah hadir bersama kita, tidak ada satu hal pun yang dapat mencuri sukacita itu.
Daud mengatakan hal ini dengan jelas: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram." (Mazmur 16:8-9). Menyadari kehadiran Allah bersama kita akan membuat kita tenang menghadapi segalanya. Mengapa tidak? Bukankah Allah punya kuasa lebih dari segalanya? Adakah hal yang terlalu sulit bagi Allah? Sama sekali tidak ada. Artinya, jika kita menyadari bahwa Allah hadir bersama kita, tidak ada satu hal pun yang dapat mencuri sukacita itu.
2. Sukacita akan Kebajikan Tuhan
Selain kehadiran-Nya, kita pun harus menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Selain kehadiran-Nya, kita pun harus menyadari betapa baiknya Tuhan itu. Dalam kitab Yesaya kita bisa menemukan hubungan antara menyadari kebaikan Tuhan dengan datangnya sukacita. "Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN, perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar." (Yesaya 63:7).
Kunci Menikmati Sukacita Ilahi
Sering kali kita lupa menyadari kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Kita begitu mudah menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan pilih kasih, tidak adil dan sebagainya ketika pertolongan-Nya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri, tetapi begitu sulitnya kita merasakan kebaikan Tuhan ketika hidup kita sedang baik-baik saja. Apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran berat dalam kehidupan kita.
Sering kali kita lupa menyadari kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Kita begitu mudah menyalahkan Tuhan dan menuduh Tuhan pilih kasih, tidak adil dan sebagainya ketika pertolongan-Nya tidak kunjung turun sesuai jangka waktu yang kita tetapkan sendiri, tetapi begitu sulitnya kita merasakan kebaikan Tuhan ketika hidup kita sedang baik-baik saja. Apakah dengan hadirnya masalah itu artinya Tuhan tidak baik? Tentu saja tidak. Ada banyak alasan mengapa kita harus tetap melalui lembaran-lembaran berat dalam kehidupan kita.
Menggali Sukacita dari Firman Tuhan
3. Sukacita dalam Kasih Setia Tuhan
Coba pikirkan. Ketika Tuhan sudah memberi jaminan keselamatan kekal lewat Kristus kepada kita. Bukankah itu seharusnya mampu kita syukuri? Dunia hanyalah tempat persinggahan kita sementara. Mau seberat apa pun sebuah masalah, jaminan keselamatan yang sifatnya kekal itu seharusnya mampu membuat kita tetap bisa bersukacita meski sedang berada dalam situasi sulit.
Coba pikirkan. Ketika Tuhan sudah memberi jaminan keselamatan kekal lewat Kristus kepada kita. Bukankah itu seharusnya mampu kita syukuri? Dunia hanyalah tempat persinggahan kita sementara. Mau seberat apa pun sebuah masalah, jaminan keselamatan yang sifatnya kekal itu seharusnya mampu membuat kita tetap bisa bersukacita meski sedang berada dalam situasi sulit.
Paulus berkata "Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu." (Roma 5:10-11). Yesus turun ke bumi, mendamaikan hubungan kita dengan Allah dan juga menyelamatkan hidup kita. Tidakkah hal itu seharusnya mampu membuat kita bersukacita?
4. Sukacita dari Firman Tuhan
Sudahkah kita sadari sepenuhnya bahwa firman Tuhan yang bisa kita baca di dalam Alkitab mengandung kuasa yang hidup, mampu menjadi solusi atas segala permasalahan kita dan dengan demikian mampu mendatangkan sukacita karenanya? Daud tahu bagaimana pentingnya menyimpan firman Tuhan untuk terus tumbuh di dalam dirinya. "Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." (Mazmur 40:9).
Bahkan awal kitab Mazmur pun langsung diawali dengan pesan penting akan hal ini. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (1:1-3).
Sudahkah kita sadari sepenuhnya bahwa firman Tuhan yang bisa kita baca di dalam Alkitab mengandung kuasa yang hidup, mampu menjadi solusi atas segala permasalahan kita dan dengan demikian mampu mendatangkan sukacita karenanya? Daud tahu bagaimana pentingnya menyimpan firman Tuhan untuk terus tumbuh di dalam dirinya. "Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku." (Mazmur 40:9).
Bahkan awal kitab Mazmur pun langsung diawali dengan pesan penting akan hal ini. "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil." (1:1-3).
Melewatkan membaca firman Tuhan yang tertulis di dalam Alkitab itu sama saja dengan membuang kesempatan kita untuk dipenuhi sukacita. Jika sukacita bisa hadir lewat firman Tuhan, mengapa kita terus mengabaikan mengambil waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan?
5. Sukacita dari Hati yang Bersih
Hati merupakan sumber yang penting yang akan berdampak kepada kehidupan kita. Dalam Amsal kita diingatkan akan hal ini. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Sering kali kita tidak menyadari bahwa hati merupakan sumber kehidupan. Kita membiarkan hati kita kering, lapar dan haus, kita membiarkan berbagai kecemasan, kecurigaan dan ketakutan melingkupi hati kita.
Tidaklah heran apabila rasa sukacita pun tidak akan bisa kita rasakan karena segala yang tidak baik justru kita pupuk di dalamnya. Apa yang ada di dalam hati kita saat ini akan sangat berdampak kepada bagaimana kehidupan kita. Mari kita lihat penggalan doa Daud yang berisikan pengakuan dosa berikut: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!" (Mazmur 51:12-14).
Daud tahu dosa akan membuat hidupnya tidak nyaman dan jauh dari Tuhan. Dan ketika itu terjadi, sukacita pun jelas tidak akan ia rasakan lagi. Itulah sebabnya Daud segera meminta hatinya disucikan. Itulah yang akan mengembalikan sukacita ke dalam kehidupannya, lepas dari binasa dan kembali ke dalam jalur keselamatan.
Begitu pentingnya bagi kita untuk memastikan bahwa firman Tuhan tertanam dan tumbuh subur di dalam hati kita agar kehidupan yang terpancar keluar adalah kehidupan yang penuh sukacita. Jika saat ini kita tidak merasakan adanya sukacita, mungkin inilah waktunya untuk mulai meminta pengampunan dan penyucian hati dari Allah.
Hati merupakan sumber yang penting yang akan berdampak kepada kehidupan kita. Dalam Amsal kita diingatkan akan hal ini. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Sering kali kita tidak menyadari bahwa hati merupakan sumber kehidupan. Kita membiarkan hati kita kering, lapar dan haus, kita membiarkan berbagai kecemasan, kecurigaan dan ketakutan melingkupi hati kita.
Tidaklah heran apabila rasa sukacita pun tidak akan bisa kita rasakan karena segala yang tidak baik justru kita pupuk di dalamnya. Apa yang ada di dalam hati kita saat ini akan sangat berdampak kepada bagaimana kehidupan kita. Mari kita lihat penggalan doa Daud yang berisikan pengakuan dosa berikut: "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!" (Mazmur 51:12-14).
Daud tahu dosa akan membuat hidupnya tidak nyaman dan jauh dari Tuhan. Dan ketika itu terjadi, sukacita pun jelas tidak akan ia rasakan lagi. Itulah sebabnya Daud segera meminta hatinya disucikan. Itulah yang akan mengembalikan sukacita ke dalam kehidupannya, lepas dari binasa dan kembali ke dalam jalur keselamatan.
Begitu pentingnya bagi kita untuk memastikan bahwa firman Tuhan tertanam dan tumbuh subur di dalam hati kita agar kehidupan yang terpancar keluar adalah kehidupan yang penuh sukacita. Jika saat ini kita tidak merasakan adanya sukacita, mungkin inilah waktunya untuk mulai meminta pengampunan dan penyucian hati dari Allah.
6. Sukacita dalam Penderitaan dan Pengharapan
Sukacita dan penderitaan bagi kita tidak akan pernah sejalan, selalu berada berseberangan dan bertolak belakang. Artinya, tidak ada orang yang sedang menderita tetapi tetap bersukacita, dan sebaliknya orang yang bersukacita berarti tidak sedang menderita. Tetapi Alkitab menyatakan hal yang berbeda. Sukacita yang berasal dari Allah bukanlah sukacita semu yang hanya bergantung kepada situasi dan kondisi yang kita alami sehari-hari. Lihatlah apa yang dikatakan Paulus dalam surat Roma. "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Ini ia tulis ketika ia berada dalam penjara. Situasi sama sekali tidak memihak kepadanya. Ia patuh dan taat kepada perintah Yesus, tetapi justru penderitaanlah yang ia alami. Tetapi Paulus tidak kehilangan sukacita. Bagaimana mungkin? Sebab fokusnya bukan ia letakkan di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal yang menanti di depannya.
Sukacita dan penderitaan bagi kita tidak akan pernah sejalan, selalu berada berseberangan dan bertolak belakang. Artinya, tidak ada orang yang sedang menderita tetapi tetap bersukacita, dan sebaliknya orang yang bersukacita berarti tidak sedang menderita. Tetapi Alkitab menyatakan hal yang berbeda. Sukacita yang berasal dari Allah bukanlah sukacita semu yang hanya bergantung kepada situasi dan kondisi yang kita alami sehari-hari. Lihatlah apa yang dikatakan Paulus dalam surat Roma. "Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!" (Roma 12:12).
Ini ia tulis ketika ia berada dalam penjara. Situasi sama sekali tidak memihak kepadanya. Ia patuh dan taat kepada perintah Yesus, tetapi justru penderitaanlah yang ia alami. Tetapi Paulus tidak kehilangan sukacita. Bagaimana mungkin? Sebab fokusnya bukan ia letakkan di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal yang menanti di depannya.
Berbagai penderitaan yang dialami Paulus sungguh berat. Hampir di setiap langkah ia akan mengalami situasi yang tidak menyenangkan dan penuh risiko. Namun lihatlah apa kata Paulus mengenai rangkaian penderitaan itu. "Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami." (2 Korintus 4:17).
Paulus dengan tegas mengatakan bahwa semua yang ia alami itu ringan. Dan itu bisa ia lakukan karena ia mengarahkan pandangannya bukan ke dalam apa yang ia alami di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal kelak. Jemaat di Makedonia pun mengalami hal yang sama. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Jika kita berkata, bagaimana mungkin kita bisa bersukacita di dalam penderitaan, maka Tuhan akan menjawab, mengapa tidak? Sukacita dari Tuhan tidaklah bergantung kepada keadaan melainkan kepada seberapa dekat kita dengan-Nya.
Paulus dengan tegas mengatakan bahwa semua yang ia alami itu ringan. Dan itu bisa ia lakukan karena ia mengarahkan pandangannya bukan ke dalam apa yang ia alami di dunia melainkan ke dalam kehidupan kekal kelak. Jemaat di Makedonia pun mengalami hal yang sama. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Jika kita berkata, bagaimana mungkin kita bisa bersukacita di dalam penderitaan, maka Tuhan akan menjawab, mengapa tidak? Sukacita dari Tuhan tidaklah bergantung kepada keadaan melainkan kepada seberapa dekat kita dengan-Nya.
Adakah di antara Anda yang merasa murung, depresi, stres, tertekan, bersedih atau takut, sulit tidur dan sebagainya? Lihatlah bahwa sukacita ada dimana-mana, dan tidak sulit untuk ditemukan. Sebagai penutup mari kita lihat apa kata Daud berikut: "Engkau telah memberikan sukacita kepadaku, lebih banyak dari pada mereka ketika mereka kelimpahan gandum dan anggur. Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman." (Mazmur 4:8-9).
Anda rindu suasana seperti yang dirasakan Daud ini? Sadarilah bahwa Tuhan senantiasa melimpahi sukacita kepada kita. Tuhan selalu siap memberikan kelegaan dan menggantikan kesedihan kita dengan sukacita sejati yang berasal daripada-Nya, tetapi semua tergantung kita apakah kita siap untuk menerimanya.
Anda rindu suasana seperti yang dirasakan Daud ini? Sadarilah bahwa Tuhan senantiasa melimpahi sukacita kepada kita. Tuhan selalu siap memberikan kelegaan dan menggantikan kesedihan kita dengan sukacita sejati yang berasal daripada-Nya, tetapi semua tergantung kita apakah kita siap untuk menerimanya.