Jaminan Keselamatan dalam 1 Petrus 1:3-5
Pendahuluan:
Dalam khotbah 1 Petrus 1:3-5, Petrus menyampaikan pesan tentang jaminan keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Dalam pasage tersebut, Petrus menyoroti kekuatan dan anugerah Allah yang senantiasa menopang umat-Nya, serta konsekuensi dari kelahiran baru dalam iman. Artikel ini akan menjelajahi tiga aspek utama dari teks tersebut: 1. ungkapan syukur atas kelahiran kembali, 2. konsekuensi dari kelahiran baru, dan 3. keselamatan yang telah siap diungkapkan. Dengan memahami secara mendalam isi khotbah Petrus ini, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang jaminan keselamatan yang Allah berikan kepada umat-Nya.
Dalam khotbah 1 Petrus 1:3-5, Petrus menyampaikan pesan tentang jaminan keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Dalam pasage tersebut, Petrus menyoroti kekuatan dan anugerah Allah yang senantiasa menopang umat-Nya, serta konsekuensi dari kelahiran baru dalam iman. Artikel ini akan menjelajahi tiga aspek utama dari teks tersebut: 1. ungkapan syukur atas kelahiran kembali, 2. konsekuensi dari kelahiran baru, dan 3. keselamatan yang telah siap diungkapkan. Dengan memahami secara mendalam isi khotbah Petrus ini, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang jaminan keselamatan yang Allah berikan kepada umat-Nya.
1. Rasa Syukur atas Kelahiran Baru (1 Petrus 1:3a)
Dalam pola penulisan surat kuno, setelah sapaan pengantar, seorang penulis sering kali mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan/dewa. Para penulis Alkitab mengikuti pola umum ini. Meskipun mereka mematuhi pola penulisan surat kuno, mereka juga mempertahankan keunikan mereka. Mereka mengklarifikasi kepada siapa rasa syukur ditujukan, yaitu kepada Bapa dan/atau Tuhan Yesus. Alasan untuk bersyukur juga berbeda. Mereka umumnya lebih menyoroti alasan-alasan rohani daripada fisik (seperti kesehatan dan kemakmuran).
Kata yang digunakan untuk mengungkapkan syukur bisa "aku bersyukur" (eucharistō) atau "terpujilah" (eulogētos). Petrus memilih yang terakhir. Pilihan ini lebih sesuai dengan nada sukacita yang mewarnai bagian ini (1:6-8). Selain itu, kata eulogētos pada 1:3 (versi Inggris "diberkatilah") membentuk sebuah inklusi dengan kata eulogeō pada 1:9 (LAI:TB "berkat"). Nada pujian juga tetap muncul dalam bagian lain dari surat ini (4:11; 5:11).
Masih ada alasan untuk memuji Allah ketika kita berada dalam kesulitan dan penganiayaan? Tentu saja! Petrus mengundang para penerima suratnya untuk mengingat pekerjaan luar biasa Allah dalam kelahiran baru. Allah adalah yang melahirkan kita kembali (ho...anagennēsas hēmas). Di ayat berikutnya (1:23), Petrus menjelaskan bahwa proses ini dilakukan melalui benih firman Tuhan.
Ungkapan "kelahiran baru" jelas menyiratkan karunia yang diberikan oleh Allah.
Pertama, sama seperti dalam kelahiran fisik, tidak ada yang melahirkan diri mereka sendiri. Dalam proses kelahiran, semua bayi bersikap pasif. Inisiatif dan proses sepenuhnya ditentukan oleh orang tua. Demikian pula, dalam kelahiran baru secara rohani, oleh kehendak Allah, kita dilahirkan kembali (Yohanes 1:12-13).
Kedua, kelahiran baru terjadi karena kasih karunia Allah yang besar. Dalam teks Yunani, frasa "karena kasih karunia-Nya yang besar" (LAI:TB) bahkan muncul sebelum frasa "kelahiran baru" (ho kata to poly autou eleos anagennēsas hēmas) untuk penekanan. Kita tidak pantas dilahirkan kembali dan dijadikan anak-anak-Nya. Hanya kasih karunia-Nya yang besar yang membuat semuanya ini mungkin terjadi. Keadaan kita dalam dosa yang sangat mengenaskan (Efesus 2:1-3) tidak menghentikan Allah untuk membangkitkan kita kembali dalam Kristus (Efesus 2:4-6), sehingga kita menjadi ciptaan baru (Efesus 2:10).
Dalam pola penulisan surat kuno, setelah sapaan pengantar, seorang penulis sering kali mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan/dewa. Para penulis Alkitab mengikuti pola umum ini. Meskipun mereka mematuhi pola penulisan surat kuno, mereka juga mempertahankan keunikan mereka. Mereka mengklarifikasi kepada siapa rasa syukur ditujukan, yaitu kepada Bapa dan/atau Tuhan Yesus. Alasan untuk bersyukur juga berbeda. Mereka umumnya lebih menyoroti alasan-alasan rohani daripada fisik (seperti kesehatan dan kemakmuran).
Kata yang digunakan untuk mengungkapkan syukur bisa "aku bersyukur" (eucharistō) atau "terpujilah" (eulogētos). Petrus memilih yang terakhir. Pilihan ini lebih sesuai dengan nada sukacita yang mewarnai bagian ini (1:6-8). Selain itu, kata eulogētos pada 1:3 (versi Inggris "diberkatilah") membentuk sebuah inklusi dengan kata eulogeō pada 1:9 (LAI:TB "berkat"). Nada pujian juga tetap muncul dalam bagian lain dari surat ini (4:11; 5:11).
Masih ada alasan untuk memuji Allah ketika kita berada dalam kesulitan dan penganiayaan? Tentu saja! Petrus mengundang para penerima suratnya untuk mengingat pekerjaan luar biasa Allah dalam kelahiran baru. Allah adalah yang melahirkan kita kembali (ho...anagennēsas hēmas). Di ayat berikutnya (1:23), Petrus menjelaskan bahwa proses ini dilakukan melalui benih firman Tuhan.
Ungkapan "kelahiran baru" jelas menyiratkan karunia yang diberikan oleh Allah.
Pertama, sama seperti dalam kelahiran fisik, tidak ada yang melahirkan diri mereka sendiri. Dalam proses kelahiran, semua bayi bersikap pasif. Inisiatif dan proses sepenuhnya ditentukan oleh orang tua. Demikian pula, dalam kelahiran baru secara rohani, oleh kehendak Allah, kita dilahirkan kembali (Yohanes 1:12-13).
Kedua, kelahiran baru terjadi karena kasih karunia Allah yang besar. Dalam teks Yunani, frasa "karena kasih karunia-Nya yang besar" (LAI:TB) bahkan muncul sebelum frasa "kelahiran baru" (ho kata to poly autou eleos anagennēsas hēmas) untuk penekanan. Kita tidak pantas dilahirkan kembali dan dijadikan anak-anak-Nya. Hanya kasih karunia-Nya yang besar yang membuat semuanya ini mungkin terjadi. Keadaan kita dalam dosa yang sangat mengenaskan (Efesus 2:1-3) tidak menghentikan Allah untuk membangkitkan kita kembali dalam Kristus (Efesus 2:4-6), sehingga kita menjadi ciptaan baru (Efesus 2:10).
2. Konsekuensi dari Kelahiran Baru (1 Petrus 1:3b-5)
Doktrin tentang kelahiran baru bukanlah konsep teoritis atau abstrak. Apa yang terjadi pada kita saat kelahiran baru membawa beberapa konsekuensi luar biasa dalam kehidupan kita. Petrus menjelaskan ini melalui penggunaan kata depan eis (ke dalam) untuk menunjukkan tujuan tiga kali.
Doktrin tentang kelahiran baru bukanlah konsep teoritis atau abstrak. Apa yang terjadi pada kita saat kelahiran baru membawa beberapa konsekuensi luar biasa dalam kehidupan kita. Petrus menjelaskan ini melalui penggunaan kata depan eis (ke dalam) untuk menunjukkan tujuan tiga kali.
Pengharapan yang Hidup (1 Petrus 1:3b)
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan dalam terjemahan LAI:TB. Ungkapan elpida sōsan seharusnya diterjemahkan sebagai "pengharapan yang hidup" (versi Inggris "living hope"), bukan "hidup yang penuh pengharapan." Kata sōsan ("hidup") menggambarkan elpida ("pengharapan"), bukan sebaliknya. Petrus tidak hanya mengatakan bahwa kita memiliki pengharapan (1:21; 3:15), tetapi juga menggambarkan karakteristik dari pengharapan kita. Dalam ayat-ayat berikutnya (1:4-5), ia menekankan kekuatan pengharapan kita.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam terjemahan LAI:TB adalah frasa "melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati" (di anastaseōs Iēsou Christou ek nekrōn). Apakah frasa ini menjelaskan tindakan Allah yang melahirkan kita kembali (seperti yang disiratkan dalam LAI:TB) atau pengharapan yang hidup (disiratkan versi-versi Inggris)? Alternatif terakhir tampaknya lebih tepat. Dari urutan kata dalam teks Yunani, frasa di anastaseōs Iēsou Christou ek nekrōn muncul tepat setelah elpida sōsan. Urutan ini menjelaskan bahwa pengharapan yang hidup berasal dari kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Seperti kematian tidak bisa membatasi Kristus, demikian pula pengharapan orang percaya akan tetap hidup bahkan jika mereka mati (4:6).
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan dalam terjemahan LAI:TB. Ungkapan elpida sōsan seharusnya diterjemahkan sebagai "pengharapan yang hidup" (versi Inggris "living hope"), bukan "hidup yang penuh pengharapan." Kata sōsan ("hidup") menggambarkan elpida ("pengharapan"), bukan sebaliknya. Petrus tidak hanya mengatakan bahwa kita memiliki pengharapan (1:21; 3:15), tetapi juga menggambarkan karakteristik dari pengharapan kita. Dalam ayat-ayat berikutnya (1:4-5), ia menekankan kekuatan pengharapan kita.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam terjemahan LAI:TB adalah frasa "melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati" (di anastaseōs Iēsou Christou ek nekrōn). Apakah frasa ini menjelaskan tindakan Allah yang melahirkan kita kembali (seperti yang disiratkan dalam LAI:TB) atau pengharapan yang hidup (disiratkan versi-versi Inggris)? Alternatif terakhir tampaknya lebih tepat. Dari urutan kata dalam teks Yunani, frasa di anastaseōs Iēsou Christou ek nekrōn muncul tepat setelah elpida sōsan. Urutan ini menjelaskan bahwa pengharapan yang hidup berasal dari kebangkitan Kristus dari antara orang mati. Seperti kematian tidak bisa membatasi Kristus, demikian pula pengharapan orang percaya akan tetap hidup bahkan jika mereka mati (4:6).
Harta Pusaka yang Tidak Binasa (1 Petrus 1:4)
Ayat ini dimulai dengan kata depan eis yang menunjukkan tujuan. Kali ini Petrus mengaitkannya dengan harta pusaka (klēronomia, LAI:TB "bagian"; versi Inggris "inheritance"). Dalam Perjanjian Lama, kata ini biasanya dikaitkan dengan janji Allah memberikan tanah kepada umat-Nya (Bilangan 32:19; Ulangan 2:12; 12:9; 25:19; 26:1; Yosua 11:23; Mazmur 105:11). Dalam Perjanjian Baru, klēronomia sering digunakan dalam konteks pengharapan eskatologis orang percaya di akhir zaman (Galatia 3:18; 4:30; Efesus 1:11, 14; 5:5; Kolose 1:12; 3:24). Kita akan mewarisi Kerajaan Surgawi (Matius 19:29; 25:34; Markus 10:17; Lukas 10:25; 18:18; 1 Korintus 6:9-10; Galatia 5:21). Bagi para penerima surat 1 Petrus yang sedang berkelana dan mendapatkan tekanan dari mayoritas, tidak ada yang lebih menghibur daripada janji ilahi bahwa mereka pada akhirnya akan menerima harta pusaka yang indah.
Seperti pengharapan orang percaya dicirikan dengan kata "hidup" (1 Petrus 1:3), demikian juga harta pusaka kita memiliki karakteristik tertentu. Petrus menggunakan tiga kata sifat dan sebuah partisip untuk menjelaskan ketidakbinasaan harta ini. Harta pusaka kita tidak akan binasa (aphthartos). Petrus tampaknya menyukai istilah ini. Ia menggunakannya untuk kekekalan firman Allah (1:23) dan perhiasan batiniah para istri Kristen (3:4). Di tempat lain, kata aphthartos digunakan untuk menggambarkan Allah yang kekal (Roma 1:23; 1 Timotius 1:17) atau kebangkitan tubuh kita (1 Korintus 15:22). Ide yang ditekankan dalam kata aphthartos adalah kekekalan atau ketidakbinasaan.
Harta pusaka kita juga tidak akan cemar (amiantos). Ide yang ditekankan adalah kemurnian atau kesempurnaan. Kata amiantos dapat merujuk pada ketidakberdosaan korban Kristus (Ibrani 7:26), kesucian pernikahan (Ibrani 13:4), atau kemurnian ibadah (Yakobus 1:27). Beberapa harta benda kita mungkin tidak binasa, tetapi mereka dapat menjadi cemar atau berkarat. Ini tidak akan terjadi dengan harta pusaka rohani kita.
Harta pusaka kita juga tidak akan layu (amarantos). Akar kata yang sama muncul di tempat lain sebagai penjelasan untuk mahkota kemuliaan yang akan diterima oleh para penatua (5:4, amarantinos). Konteks mengarahkan kita untuk memahami mahkota di sini dalam kaitan dengan mahkota juara dalam sebuah pertandingan. Mahkota seperti ini biasanya terbuat dari daun. Mahkota seperti ini akan dengan cepat layu dan dibuang.
Keterangan terakhir untuk harta pusaka adalah "tersimpan di surga" (tetērēmenēn en ouranois). Bentuk pasif kata tetērēmenēn adalah pasif ilahi (Allah sebagai subyek). Waktu yang sempurna menunjukkan bahwa penyimpanan ini dilakukan di masa lalu tetapi hasilnya tetap ada hingga sekarang. Frasa tempat "di surga" (en ouranois) menunjukkan tempat di mana Kristus duduk di sebelah kanan Bapa dan memegang kuasa atas segala sesuatu (3:22). Ketika semua poin ini digabungkan, tidak ada kemungkinan bahwa harta pusaka yang dijanjikan Allah kepada kita dapat binasa, menjadi cemar, atau dirampas oleh orang lain. Harta pusaka kita berada di tangan yang tepat, yaitu tangan Allah yang kuasa.
Ayat ini dimulai dengan kata depan eis yang menunjukkan tujuan. Kali ini Petrus mengaitkannya dengan harta pusaka (klēronomia, LAI:TB "bagian"; versi Inggris "inheritance"). Dalam Perjanjian Lama, kata ini biasanya dikaitkan dengan janji Allah memberikan tanah kepada umat-Nya (Bilangan 32:19; Ulangan 2:12; 12:9; 25:19; 26:1; Yosua 11:23; Mazmur 105:11). Dalam Perjanjian Baru, klēronomia sering digunakan dalam konteks pengharapan eskatologis orang percaya di akhir zaman (Galatia 3:18; 4:30; Efesus 1:11, 14; 5:5; Kolose 1:12; 3:24). Kita akan mewarisi Kerajaan Surgawi (Matius 19:29; 25:34; Markus 10:17; Lukas 10:25; 18:18; 1 Korintus 6:9-10; Galatia 5:21). Bagi para penerima surat 1 Petrus yang sedang berkelana dan mendapatkan tekanan dari mayoritas, tidak ada yang lebih menghibur daripada janji ilahi bahwa mereka pada akhirnya akan menerima harta pusaka yang indah.
Seperti pengharapan orang percaya dicirikan dengan kata "hidup" (1 Petrus 1:3), demikian juga harta pusaka kita memiliki karakteristik tertentu. Petrus menggunakan tiga kata sifat dan sebuah partisip untuk menjelaskan ketidakbinasaan harta ini. Harta pusaka kita tidak akan binasa (aphthartos). Petrus tampaknya menyukai istilah ini. Ia menggunakannya untuk kekekalan firman Allah (1:23) dan perhiasan batiniah para istri Kristen (3:4). Di tempat lain, kata aphthartos digunakan untuk menggambarkan Allah yang kekal (Roma 1:23; 1 Timotius 1:17) atau kebangkitan tubuh kita (1 Korintus 15:22). Ide yang ditekankan dalam kata aphthartos adalah kekekalan atau ketidakbinasaan.
Harta pusaka kita juga tidak akan cemar (amiantos). Ide yang ditekankan adalah kemurnian atau kesempurnaan. Kata amiantos dapat merujuk pada ketidakberdosaan korban Kristus (Ibrani 7:26), kesucian pernikahan (Ibrani 13:4), atau kemurnian ibadah (Yakobus 1:27). Beberapa harta benda kita mungkin tidak binasa, tetapi mereka dapat menjadi cemar atau berkarat. Ini tidak akan terjadi dengan harta pusaka rohani kita.
Harta pusaka kita juga tidak akan layu (amarantos). Akar kata yang sama muncul di tempat lain sebagai penjelasan untuk mahkota kemuliaan yang akan diterima oleh para penatua (5:4, amarantinos). Konteks mengarahkan kita untuk memahami mahkota di sini dalam kaitan dengan mahkota juara dalam sebuah pertandingan. Mahkota seperti ini biasanya terbuat dari daun. Mahkota seperti ini akan dengan cepat layu dan dibuang.
Keterangan terakhir untuk harta pusaka adalah "tersimpan di surga" (tetērēmenēn en ouranois). Bentuk pasif kata tetērēmenēn adalah pasif ilahi (Allah sebagai subyek). Waktu yang sempurna menunjukkan bahwa penyimpanan ini dilakukan di masa lalu tetapi hasilnya tetap ada hingga sekarang. Frasa tempat "di surga" (en ouranois) menunjukkan tempat di mana Kristus duduk di sebelah kanan Bapa dan memegang kuasa atas segala sesuatu (3:22). Ketika semua poin ini digabungkan, tidak ada kemungkinan bahwa harta pusaka yang dijanjikan Allah kepada kita dapat binasa, menjadi cemar, atau dirampas oleh orang lain. Harta pusaka kita berada di tangan yang tepat, yaitu tangan Allah yang kuasa.
3. Keselamatan yang Telah Siap Diungkapkan (1 Petrus 1: 5)
Secara sintaksis, 1 Petrus 1:5 sebenarnya menjelaskan "kalian" di akhir 1 Petrus 1:4. Namun, kemunculan kata depan eis diikuti oleh kata benda sōtērian juga berfungsi untuk menjelaskan konsekuensi ketiga dari kelahiran baru di 1 Petrus 1:3a. Tidak berbeda dengan 1 Petrus 1:3-4 yang menyoroti kepastian dan permanensi janji Allah, 1 Petrus 1:5 juga menekankan kepastian keselamatan kita.
Ada beberapa cara yang digunakan Petrus untuk mengekspresikan ini. Orang percaya dijaga oleh kekuatan Allah. Secara harfiah, ayat 5a berbunyi "kalian – yang dalam kekuatan Allah sedang dijaga." Dari urutan kata yang ada, terlihat bahwa Petrus sedang menekankan "dalam kuasa Allah". Kata dasar phroureō seringkali digunakan untuk tentara yang menjaga sebuah kota dari bahaya potensial (Yudit 3:6; 1 Esdras 4:56; Khotbah Salomo 17:16; 2 Korintus 11:32; lihat juga Galatia 3:23). Meskipun bentuk sekarang dari partisip phrouroumenous biasanya diterjemahkan sebagai "sedang dilindungi/diawasi" (NRSV/ESV), penjelasan di ayat 5b menunjukkan bahwa perlindungan ini juga berkelanjutan hingga kedatangan kedua Kristus.
Cara lain untuk menekankan kepastian keselamatan adalah melalui frasa "telah tersedia untuk diungkapkan" (hetoimēn apokalyphthēnai). Penggunaan kata "telah" dan "diungkapkan" menunjukkan bahwa keselamatan itu sudah ada. Pertanyaannya adalah kapan keselamatan itu akan diungkapkan secara publik, yaitu pada kedatangan kedua Kristus. Dari penjelasan ini, terlihat bahwa Petrus memikirkan keselamatan dalam arti futuristik. Keselamatan kita memang "sudah tetapi belum," tetapi di 1 Petrus 1:5, Petrus menekankan yang terakhir.
Bagaimana Allah menjaga keselamatan kita? Petrus menjawab: "melalui iman" (dia pisteōs). Di tengah tekanan yang dihadapi para penerima surat, Allah tidak berjanji memberikan perlindungan dari bahaya. Ia juga tidak menjanjikan mujizat pembebasan atau kebebasan dari kematian. Kematian mungkin saja terjadi. Perlindungan Allah bukanlah pencegahan kematian atau penghentian penganiayaan. Perlindungan Allah adalah ketahanan iman kita.
Sebagian orang salah memahami hubungan antara perlindungan ilahi dan iman kita. Mereka berpikir bahwa iman kita merupakan syarat bagi perlindungan Allah. Hal ini jelas tidak sesuai dengan maksud Petrus. Jika iman adalah syarat untuk dilindungi, maka Petrus tidak perlu menyebutkan – apalagi menekankan – perlindungan ilahi yang kuasa. Bukankah keselamatan tidak akan hilang jika seseorang beriman? Dan jika iman ditentukan oleh usaha manusia, untuk apa perlindungan ilahi disebutkan di sini? Sesuai dengan konteks, kita sebaiknya memahami perlindungan Allah sebagai sarana yang Allah gunakan untuk mempertahankan iman kita. Banyak hal dapat mengancam iman kita, tetapi Allah berjanji untuk menjaga iman kita. Tugas kita adalah terus menghargai keselamatan yang Dia berikan dan memuji Dia atas semua perbuatan-Nya yang penuh kasih karunia terhadap kita.
Kesimpulan:
Khotbah 1 Petrus 1:3-5 memberikan pemahaman yang mendalam tentang jaminan keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Dengan menyoroti ungkapan syukur atas kelahiran kembali, konsekuensi dari kelahiran baru, dan keselamatan yang telah siap dinyatakan, Petrus mengajarkan kepada kita bahwa keselamatan dalam Kristus adalah pasti dan tidak tergantung pada kekuatan manusia. Pesan ini mengingatkan kita untuk tetap teguh dalam iman dan mempercayai Allah yang senantiasa menopang kita dengan anugerah-Nya yang besar.
Secara sintaksis, 1 Petrus 1:5 sebenarnya menjelaskan "kalian" di akhir 1 Petrus 1:4. Namun, kemunculan kata depan eis diikuti oleh kata benda sōtērian juga berfungsi untuk menjelaskan konsekuensi ketiga dari kelahiran baru di 1 Petrus 1:3a. Tidak berbeda dengan 1 Petrus 1:3-4 yang menyoroti kepastian dan permanensi janji Allah, 1 Petrus 1:5 juga menekankan kepastian keselamatan kita.
Ada beberapa cara yang digunakan Petrus untuk mengekspresikan ini. Orang percaya dijaga oleh kekuatan Allah. Secara harfiah, ayat 5a berbunyi "kalian – yang dalam kekuatan Allah sedang dijaga." Dari urutan kata yang ada, terlihat bahwa Petrus sedang menekankan "dalam kuasa Allah". Kata dasar phroureō seringkali digunakan untuk tentara yang menjaga sebuah kota dari bahaya potensial (Yudit 3:6; 1 Esdras 4:56; Khotbah Salomo 17:16; 2 Korintus 11:32; lihat juga Galatia 3:23). Meskipun bentuk sekarang dari partisip phrouroumenous biasanya diterjemahkan sebagai "sedang dilindungi/diawasi" (NRSV/ESV), penjelasan di ayat 5b menunjukkan bahwa perlindungan ini juga berkelanjutan hingga kedatangan kedua Kristus.
Cara lain untuk menekankan kepastian keselamatan adalah melalui frasa "telah tersedia untuk diungkapkan" (hetoimēn apokalyphthēnai). Penggunaan kata "telah" dan "diungkapkan" menunjukkan bahwa keselamatan itu sudah ada. Pertanyaannya adalah kapan keselamatan itu akan diungkapkan secara publik, yaitu pada kedatangan kedua Kristus. Dari penjelasan ini, terlihat bahwa Petrus memikirkan keselamatan dalam arti futuristik. Keselamatan kita memang "sudah tetapi belum," tetapi di 1 Petrus 1:5, Petrus menekankan yang terakhir.
Bagaimana Allah menjaga keselamatan kita? Petrus menjawab: "melalui iman" (dia pisteōs). Di tengah tekanan yang dihadapi para penerima surat, Allah tidak berjanji memberikan perlindungan dari bahaya. Ia juga tidak menjanjikan mujizat pembebasan atau kebebasan dari kematian. Kematian mungkin saja terjadi. Perlindungan Allah bukanlah pencegahan kematian atau penghentian penganiayaan. Perlindungan Allah adalah ketahanan iman kita.
Sebagian orang salah memahami hubungan antara perlindungan ilahi dan iman kita. Mereka berpikir bahwa iman kita merupakan syarat bagi perlindungan Allah. Hal ini jelas tidak sesuai dengan maksud Petrus. Jika iman adalah syarat untuk dilindungi, maka Petrus tidak perlu menyebutkan – apalagi menekankan – perlindungan ilahi yang kuasa. Bukankah keselamatan tidak akan hilang jika seseorang beriman? Dan jika iman ditentukan oleh usaha manusia, untuk apa perlindungan ilahi disebutkan di sini? Sesuai dengan konteks, kita sebaiknya memahami perlindungan Allah sebagai sarana yang Allah gunakan untuk mempertahankan iman kita. Banyak hal dapat mengancam iman kita, tetapi Allah berjanji untuk menjaga iman kita. Tugas kita adalah terus menghargai keselamatan yang Dia berikan dan memuji Dia atas semua perbuatan-Nya yang penuh kasih karunia terhadap kita.
Kesimpulan:
Khotbah 1 Petrus 1:3-5 memberikan pemahaman yang mendalam tentang jaminan keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Dengan menyoroti ungkapan syukur atas kelahiran kembali, konsekuensi dari kelahiran baru, dan keselamatan yang telah siap dinyatakan, Petrus mengajarkan kepada kita bahwa keselamatan dalam Kristus adalah pasti dan tidak tergantung pada kekuatan manusia. Pesan ini mengingatkan kita untuk tetap teguh dalam iman dan mempercayai Allah yang senantiasa menopang kita dengan anugerah-Nya yang besar.