Panggilan untuk Menderita: Makna Penderitaan dalam Kehidupan Kristen

Pendahuluan:

Dalam Alkitab, panggilan untuk menderita adalah tema yang berulang dan memberikan wawasan penting tentang bagaimana iman Kristen melihat penderitaan. Penderitaan bukan hanya suatu kenyataan dalam kehidupan manusia, tetapi juga sebuah panggilan bagi orang percaya untuk mengikuti jejak Kristus. Dalam banyak bagian, Perjanjian Baru menekankan bahwa penderitaan, baik dalam bentuk penganiayaan maupun pencobaan, adalah bagian dari kehidupan Kristen yang tidak terpisahkan dari pengharapan dan kesetiaan kepada Allah. Tema ini mencakup makna penderitaan, panggilan untuk menanggungnya, dan tujuannya dalam membentuk karakter serta iman yang kuat.
Panggilan untuk Menderita: Perspektif Teologis tentang Makna Penderitaan dalam Kehidupan Kristen
Beberapa pakar teologi terkenal telah mendalami tema panggilan untuk menderita ini, memberikan wawasan tentang bagaimana umat Kristen dapat melihat penderitaan sebagai bagian dari rencana Allah yang lebih besar. Dalam artikel ini, kita akan mengulas berbagai pandangan teologis tentang penderitaan, peran penderitaan dalam kehidupan Kristen, serta ayat-ayat Alkitab yang menyoroti panggilan untuk menanggung penderitaan dengan iman.

1. Penderitaan sebagai Bagian dari Mengikuti Kristus

Yesus sendiri telah memperingatkan para pengikut-Nya bahwa mereka akan menghadapi penderitaan. Dalam Yohanes 16:33, Yesus berkata, “Di dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” Ayat ini menegaskan bahwa penderitaan adalah bagian dari kehidupan pengikut Kristus, tetapi juga memberikan penghiburan bahwa kemenangan telah diberikan melalui Yesus.

Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog dan martir Kristen, dalam bukunya The Cost of Discipleship, menekankan bahwa mengikuti Kristus berarti siap untuk menderita dan memikul salib. Bonhoeffer mengatakan bahwa panggilan untuk mengikuti Kristus adalah panggilan untuk menerima penderitaan, karena Kristus sendiri menderita demi keselamatan manusia. Menurut Bonhoeffer, menolak penderitaan adalah menolak bagian penting dari iman Kristen.

John Stott juga menggemakan ide ini dalam bukunya The Cross of Christ, di mana ia menyatakan bahwa penderitaan adalah bagian integral dari kehidupan Kristen karena kita mengikuti Kristus yang menderita. Bagi Stott, panggilan untuk menanggung penderitaan adalah panggilan untuk mengikuti teladan Yesus yang rela menanggung salib demi kasih dan pengampunan.

2. Penderitaan sebagai Alat untuk Pemurnian Iman

Penderitaan juga dianggap sebagai alat yang digunakan Allah untuk memurnikan iman umat-Nya. Dalam 1 Petrus 1:6-7, dikatakan bahwa iman yang diuji oleh pencobaan adalah seperti emas yang dimurnikan oleh api. Penderitaan, dalam konteks ini, adalah proses yang dimaksudkan untuk memperkuat dan memperdalam iman orang percaya.

A.W. Tozer, seorang teolog terkenal, menyatakan bahwa penderitaan adalah jalan menuju kemurnian iman dan kekudusan. Dalam tulisannya, Tozer menekankan bahwa melalui penderitaan, Allah mengizinkan orang percaya untuk dibentuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Menurut Tozer, iman yang tidak diuji oleh penderitaan adalah iman yang rapuh, sedangkan iman yang diproses melalui penderitaan adalah iman yang matang dan kuat.

C.S. Lewis dalam bukunya The Problem of Pain juga menguraikan bahwa Allah sering menggunakan penderitaan untuk membentuk karakter dan iman umat-Nya. Lewis menggambarkan penderitaan sebagai "megafon Allah untuk membangunkan dunia yang tuli." Dalam pandangannya, penderitaan bukanlah tanpa tujuan, tetapi adalah alat yang digunakan Allah untuk mengarahkan umat-Nya kembali kepada-Nya dan untuk meningkatkan kesadaran mereka akan ketergantungan pada-Nya.

3. Panggilan untuk Berpartisipasi dalam Penderitaan Kristus

Rasul Paulus dalam Filipi 3:10 menyatakan keinginannya untuk "mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya." Persekutuan dalam penderitaan Kristus adalah konsep yang mendalam dalam teologi Kristen, di mana orang percaya dipanggil untuk berpartisipasi dalam penderitaan Kristus sebagai bentuk solidaritas dengan Sang Juru Selamat.

John Piper dalam bukunya Desiring God menyatakan bahwa penderitaan adalah cara untuk berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, di mana kita menemukan sukacita sejati dalam persekutuan dengan-Nya. Piper menekankan bahwa penderitaan yang diterima dengan iman adalah cara untuk semakin mengenal Kristus dan memahami kasih-Nya yang besar. Menurut Piper, melalui penderitaan, orang percaya mengalami kehadiran Kristus yang mendalam dan intim.

N.T. Wright juga memberikan pandangan serupa, di mana ia menyatakan bahwa melalui penderitaan, orang Kristen bukan hanya menjadi saksi kasih Kristus, tetapi juga terlibat dalam karya keselamatan yang berkelanjutan. Bagi Wright, penderitaan yang dialami oleh umat Allah adalah bentuk partisipasi dalam penderitaan Kristus yang membawa keselamatan bagi dunia.

4. Pengharapan di Tengah Penderitaan: Jaminan Kehidupan Kekal

Penderitaan dalam kehidupan Kristen selalu dilihat dalam konteks pengharapan akan kehidupan kekal. Roma 8:18 mengatakan, “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” Ayat ini mengingatkan orang percaya bahwa penderitaan di dunia ini bersifat sementara dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang dijanjikan.

J.I. Packer menekankan bahwa pengharapan kekal ini adalah dasar yang memungkinkan orang percaya untuk menanggung penderitaan. Dalam bukunya Knowing God, Packer menjelaskan bahwa kesadaran akan janji hidup kekal membuat penderitaan menjadi sesuatu yang dapat diterima dan bahkan memberikan sukacita. Bagi Packer, penderitaan yang dialami di dunia ini adalah ringan dan sekejap dibandingkan dengan kebahagiaan yang abadi bersama Kristus.

Menurut Alister McGrath, pengharapan ini memberikan perspektif yang lebih besar bagi orang percaya. McGrath menyatakan bahwa hidup Kristen yang penuh dengan pengharapan akan kemuliaan kekal memberikan kekuatan bagi mereka untuk menanggung penderitaan dengan tekad dan kesabaran. Harapan ini adalah penghiburan bahwa penderitaan di dunia bukanlah akhir, tetapi pintu menuju kemuliaan yang kekal.

5. Menanggapi Penderitaan dengan Iman dan Ketekunan

Dalam Yakobus 1:2-4, umat Kristen dipanggil untuk menganggap pencobaan sebagai sukacita karena hal itu akan menghasilkan ketekunan. Panggilan ini menantang pandangan duniawi tentang penderitaan, mengajarkan bahwa penderitaan bukanlah sesuatu yang harus dihindari, tetapi disambut sebagai kesempatan untuk mengembangkan iman.

Charles Spurgeon, dalam khotbah-khotbahnya, sering menekankan pentingnya menanggapi penderitaan dengan iman dan ketekunan. Menurut Spurgeon, penderitaan adalah pelatihan rohani yang meningkatkan ketahanan dan kedewasaan iman. Spurgeon mengajarkan bahwa penderitaan adalah jalan menuju kedewasaan rohani, di mana orang percaya belajar untuk mengandalkan Allah dalam segala keadaan.

Timothy Keller dalam bukunya Walking with God through Pain and Suffering, juga menekankan bahwa cara kita menanggapi penderitaan akan membentuk hubungan kita dengan Allah. Keller menjelaskan bahwa ketekunan dalam penderitaan adalah bukti iman yang sejati. Penderitaan yang diterima dengan hati yang beriman adalah kesempatan untuk melihat karya Allah di tengah kesulitan, serta untuk mengalami pertumbuhan rohani yang mendalam.

6. Penderitaan sebagai Kesaksian bagi Dunia

Penderitaan yang dialami dan ditanggung dengan iman dapat menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia. Rasul Paulus dalam 2 Korintus 4:8-10 menulis, “Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian; kami dihempaskan, namun tidak binasa.” Melalui penderitaan, Paulus menunjukkan ketahanan iman dan kesetiaan kepada Kristus, yang menjadi kesaksian bagi orang lain.

Francis Schaeffer berpendapat bahwa penderitaan yang ditanggung dengan sabar adalah bukti nyata dari kekuatan iman. Menurut Schaeffer, ketika dunia melihat umat Kristen yang tetap teguh di tengah penderitaan, mereka melihat sesuatu yang berbeda—sukacita dan kedamaian yang hanya datang dari Allah. Ini menjadi kesaksian yang efektif bagi orang-orang yang mencari makna di tengah dunia yang penuh dengan penderitaan.

Oswald Chambers juga menyatakan bahwa penderitaan yang dialami dengan iman adalah sarana untuk memperlihatkan kasih Kristus kepada dunia. Chambers menekankan bahwa dalam penderitaan, orang percaya dapat menjadi alat yang menyatakan kuasa dan kasih Allah kepada mereka yang berada di sekitar mereka. Ketahanan yang ditunjukkan di tengah penderitaan mengundang orang lain untuk mengenal Allah yang memberi kekuatan.

7. Panggilan untuk Menderita sebagai Bentuk Ketaatan kepada Allah

Panggilan untuk menderita sering kali dilihat sebagai bentuk ketaatan dan kesetiaan kepada Allah. 1 Petrus 4:19 mengatakan, “Karena itu baiklah juga mereka yang harus menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya kepada Pencipta yang setia sambil terus berbuat baik.” Penderitaan karena iman dipandang sebagai kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan kepada Allah di tengah tantangan.

John Calvin mengajarkan bahwa penderitaan adalah bagian dari perjalanan hidup Kristen yang menuntut ketaatan penuh kepada Allah. Calvin melihat penderitaan sebagai jalan untuk menguji kesetiaan kita kepada Allah dan menguji sejauh mana kita berserah kepada kehendak-Nya. Bagi Calvin, ketaatan dalam penderitaan adalah bukti kasih yang tulus kepada Allah.

Jonathan Edwards juga menekankan bahwa penderitaan adalah kesempatan untuk menyatakan ketaatan dan kehormatan kepada Allah. Edwards melihat bahwa penderitaan tidak harus dilihat sebagai hukuman, tetapi sebagai panggilan untuk semakin dekat kepada Allah dan menegaskan komitmen kita kepada-Nya di tengah pencobaan.

8. Penghiburan di Tengah Penderitaan: Allah Menyertai Orang Percaya

Meskipun penderitaan adalah bagian dari panggilan Kristen, Alkitab juga menegaskan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Dalam Mazmur 23:4, Daud berkata, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.” Penderitaan tidak berarti Allah absen, tetapi sebaliknya, Allah hadir untuk memberikan penghiburan dan kekuatan.

Henri Nouwen dalam tulisannya sering berbicara tentang Allah yang hadir di tengah penderitaan. Nouwen menekankan bahwa Allah tidak hanya mengetahui penderitaan kita, tetapi Dia juga turut merasakan dan menyertai kita. Allah hadir di samping kita untuk memberikan kekuatan dan penghiburan dalam menghadapi kesulitan hidup.

Menurut Timothy Keller, penghiburan di tengah penderitaan bukanlah penghapusan rasa sakit, tetapi kehadiran Allah yang memberi kekuatan untuk menanggungnya. Keller menjelaskan bahwa penderitaan memberikan kesempatan untuk mengalami kedalaman kasih Allah dan kedekatan dengan-Nya. Bagi orang percaya, mengetahui bahwa Allah menyertai mereka memberikan penghiburan dan kekuatan yang tidak tergoyahkan.

Kesimpulan

Panggilan untuk menderita adalah tema penting dalam kehidupan Kristen yang membawa makna mendalam dan kaya akan pengajaran iman. Penderitaan bukan hanya suatu konsekuensi yang harus ditanggung, tetapi juga merupakan sarana bagi orang percaya untuk berpartisipasi dalam penderitaan Kristus, memurnikan iman, memberikan kesaksian, dan menguatkan pengharapan akan kehidupan kekal. Penderitaan, ketika diterima dengan iman, membawa pertumbuhan rohani dan penghiburan dari Allah yang selalu hadir di tengah kesulitan kita.

Berdasarkan pandangan para teolog seperti Dietrich Bonhoeffer, John Stott, A.W. Tozer, C.S. Lewis, dan lainnya, penderitaan dapat menjadi kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan kita kepada Allah, memperlihatkan kasih Kristus kepada dunia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan yang memberi kekuatan di saat-saat sulit. Panggilan untuk menderita mengingatkan kita bahwa iman Kristen tidak berarti kehidupan bebas dari penderitaan, tetapi hidup dengan pengharapan, kesetiaan, dan keberanian, mengetahui bahwa Allah yang setia selalu menyertai umat-Nya.

Next Post Previous Post