Ulangan 6:4: Shema Israel dan Makna Teologisnya
Pendahuluan:
Ulangan 6:4 adalah salah satu ayat paling penting dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Dikenal sebagai Shema Israel, ayat ini berbunyi:"Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!"
Dalam tradisi Yahudi, ayat ini menjadi inti dari pengakuan iman dan doa harian. Bagi orang Kristen, ayat ini menyampaikan kebenaran teologis yang mendalam tentang natur Allah, monoteisme, dan panggilan untuk mengasihi-Nya dengan sepenuh hati. Artikel ini akan membahas makna Ulangan 6:4 berdasarkan Alkitab, pandangan para pakar teologi, serta relevansinya bagi kehidupan orang percaya.
Teks dan Latar Belakang Ulangan 6:4
1. Konteks Sejarah dan Sastra
Ulangan 6:4 adalah bagian dari pidato Musa kepada bangsa Israel sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian. Setelah memberikan pengulangan Hukum Taurat, Musa mengingatkan mereka tentang kewajiban untuk hidup setia kepada Allah. Shema Israel menjadi pembukaan dari seruan untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan (Ulangan 6:5).
Menurut Walter Brueggemann dalam Deuteronomy, Shema adalah deklarasi sentral tentang identitas Israel sebagai umat yang berhubungan dengan Allah yang esa. Dalam konteks budaya kuno di Timur Dekat, di mana politeisme mendominasi, pengakuan akan Allah yang esa menjadi pernyataan iman yang radikal.
2. Makna Kata-Kata Penting
- "Shema" (Dengarlah): Kata ini berasal dari bahasa Ibrani שְׁמַע (shema), yang tidak hanya berarti mendengar secara pasif, tetapi juga menuntut ketaatan dan respons aktif.
- "TUHAN itu Allah kita": Kata "TUHAN" dalam huruf besar adalah terjemahan dari nama suci Allah, YHWH, yang mengacu pada perjanjian dan relasi Allah dengan umat-Nya.
- "TUHAN itu esa": Frasa ini menegaskan monoteisme dan eksklusivitas hubungan Allah dengan Israel. Kata "esa" (אֶחָד, echad) tidak hanya menekankan kesatuan Allah, tetapi juga kekhasan-Nya sebagai satu-satunya Allah yang sejati.
Makna Teologis Ulangan 6:4
1. Pengakuan Monoteisme yang Eksklusif
Ulangan 6:4 adalah deklarasi monoteisme yang jelas. Dalam dunia kuno yang dipenuhi dewa-dewi, Israel dipanggil untuk mengakui bahwa hanya ada satu Allah yang benar. Menurut Christopher Wright dalam The Mission of God, monoteisme Israel adalah dasar dari identitas mereka sebagai umat perjanjian Allah. Pengakuan ini membedakan mereka dari bangsa-bangsa lain dan menjadi inti dari iman mereka.
Dalam Perjanjian Baru, pengakuan ini tetap relevan. Rasul Paulus menegaskan monoteisme dalam 1 Korintus 8:6: "Namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup."
2. Allah yang Esa dan Tritunggal
Bagi orang Kristen, Ulangan 6:4 tidak bertentangan dengan doktrin Tritunggal. Kata "esa" (אֶחָד, echad) sering digunakan untuk menyatakan kesatuan yang kompleks, seperti dalam Kejadian 2:24: “seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”
James Montgomery Boice dalam Foundations of the Christian Faith menjelaskan bahwa Ulangan 6:4 mengajarkan kesatuan Allah, tetapi Perjanjian Baru mengungkapkan bahwa kesatuan ini melibatkan tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Dengan demikian, Allah yang esa dinyatakan melalui hubungan Tritunggal yang kekal.
3. Kesetiaan kepada Allah
Shema Israel menuntut kesetiaan total kepada Allah. Kata-kata ini tidak hanya menjadi deklarasi iman, tetapi juga panggilan untuk hidup yang selaras dengan kebenaran Allah. Dalam ayat selanjutnya, Ulangan 6:5, umat dipanggil untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan.
Teolog R.C. Sproul menyoroti bahwa pengakuan Allah yang esa berarti tidak ada ruang untuk menyembah dewa lain atau mendua hati. Kesetiaan kepada Allah harus mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk pikiran, emosi, dan tindakan.
Ulangan 6:4 dalam Perspektif Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, Shema adalah bagian dari doa harian yang diucapkan pagi dan malam. Rabbi Jonathan Sacks menjelaskan bahwa Shema adalah pengakuan akan kedaulatan Allah dan panggilan untuk hidup dalam hubungan yang kudus dengan-Nya.
Shema juga dianggap sebagai inti dari pengajaran Torah. Dalam Talmud, Shema adalah deklarasi pertama yang diajarkan kepada anak-anak Yahudi dan menjadi pernyataan terakhir yang diucapkan menjelang kematian. Tradisi ini menunjukkan betapa pentingnya Shema dalam kehidupan religius Yahudi.
Ulangan 6:4 dalam Perjanjian Baru
1. Dikonfirmasi oleh Yesus
Dalam Markus 12:29-30, Yesus mengutip Shema sebagai perintah yang terutama: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu."
Yesus mengaitkan pengakuan akan Allah yang esa dengan kasih total kepada Allah. Ini menunjukkan bahwa pengakuan iman yang benar harus diikuti dengan kehidupan yang penuh kasih kepada Allah.
2. Relevansi bagi Orang Kristen
Bagi orang Kristen, Ulangan 6:4 adalah panggilan untuk mengarahkan hidup kepada Allah yang esa dan berelasi dengan-Nya melalui Yesus Kristus. Dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Pengakuan akan Allah yang esa hanya mungkin melalui hubungan dengan Kristus.
Relevansi Ulangan 6:4 dalam Kehidupan Kristen
1. Menempatkan Allah sebagai Prioritas Utama
Ulangan 6:4 menantang orang percaya untuk menempatkan Allah sebagai pusat hidup mereka. Dalam dunia modern yang penuh distraksi, panggilan untuk mengasihi Allah dengan sepenuh hati menjadi pengingat akan prioritas utama kita.
John Piper dalam Desiring God menulis bahwa kebahagiaan sejati hanya ditemukan ketika Allah menjadi harta terbesar dalam hidup kita. Mengasihi Allah dengan segenap hati berarti menjadikan Dia satu-satunya sumber pengharapan, sukacita, dan tujuan hidup kita.
2. Menghidupi Kesatuan Iman
Shema Israel juga mengajarkan pentingnya hidup yang konsisten dengan iman kita. Jika kita mengakui Allah yang esa, maka hidup kita harus mencerminkan kesetiaan kepada-Nya. Dalam Yakobus 1:22, Rasul Yakobus berkata: "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."
3. Kesetiaan dalam Mengajar Generasi Selanjutnya
Setelah Shema, Musa memerintahkan umat Israel untuk mengajarkan kebenaran ini kepada anak-anak mereka (Ulangan 6:6-7). Ini menekankan tanggung jawab generasi dewasa untuk menanamkan iman kepada generasi berikutnya.
Dalam keluarga Kristen, Ulangan 6:4 menjadi panggilan untuk menjadikan pengajaran tentang Allah sebagai bagian penting dari kehidupan keluarga. Melalui doa, pembacaan Alkitab, dan teladan hidup, kita dapat mewariskan iman kepada anak-anak kita.
Kesimpulan
Ulangan 6:4 adalah pengakuan iman yang kuat dan panggilan untuk kesetiaan total kepada Allah. Dalam konteks Yahudi, Shema menjadi inti dari hubungan mereka dengan Allah. Bagi orang Kristen, Shema menemukan penggenapannya dalam Yesus Kristus, yang menyatakan Allah yang esa kepada dunia.
Pengakuan akan Allah yang esa harus tercermin dalam kasih total kepada-Nya dan kesetiaan dalam hidup kita. Dengan menempatkan Allah sebagai pusat hidup kita, mengajarkan iman kepada generasi berikutnya, dan hidup dengan konsisten sesuai dengan pengakuan kita, kita dapat memenuhi panggilan Ulangan 6:4 dalam kehidupan kita.
Amin.