Kehidupan Lama Tanpa Allah: Titus 3:3

Pendahuluan:

Titus 3:3 memberikan gambaran jelas tentang keadaan manusia sebelum menerima kasih karunia Allah. Rasul Paulus mengingatkan bahwa sebelum bertemu dengan Kristus, manusia hidup dalam kegelapan moral dan spiritual. Ayat ini menyelam jauh ke dalam realitas keberdosaan manusia dan menjadi dasar untuk memahami kebutuhan akan kasih karunia yang menyelamatkan, seperti yang diungkapkan dalam ayat-ayat berikutnya.
Kehidupan Lama Tanpa Allah: Kajian Titus 3:3 dalam Perspektif Teologi
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Titus 3:3 dalam konteks teologi, dengan pandangan para pakar, serta bagaimana ayat ini relevan bagi kehidupan Kristen masa kini.

Ayat Titus 3:3 (AYT)

Titus 3:3 (AYT):
“Sebab, kita dahulu juga bodoh, tidak taat, tersesat, diperbudak oleh berbagai nafsu dan kesenangan, hidup dalam kejahatan dan iri hati, dibenci dan saling membenci.”

1. Konteks Titus 3:3

Titus 3 adalah bagian dari surat Paulus kepada Titus, seorang pemimpin gereja di Kreta. Dalam bagian ini, Paulus menekankan pentingnya kehidupan Kristen yang mencerminkan kasih karunia Allah. Sebelum memberikan pengajaran tentang kasih karunia yang menyelamatkan, Paulus menggambarkan kondisi manusia yang telah jatuh dalam dosa. Ayat ini dimaksudkan untuk mengingatkan umat Kristen tentang asal mula mereka dan bagaimana kasih karunia Allah telah mengubah hidup mereka.

Menurut Gordon Fee dalam Paul’s Letter to Titus, Titus 3:3 adalah pengingat yang kuat bahwa keselamatan adalah karya Allah yang tidak bisa diperoleh melalui usaha manusia. Paulus menggunakan deskripsi kehidupan lama untuk menyoroti pentingnya kasih karunia dalam membawa pembaruan rohani.

2. Analisis Teologis Titus 3:3

a. “Kita Dahulu Juga Bodoh”

Kata "bodoh" dalam ayat ini tidak merujuk pada kurangnya intelektual, tetapi pada ketidaktahuan rohani. Dalam konteks ini, kebodohan berarti tidak mengenal Allah dan kebenaran-Nya. Dalam Efesus 4:18, Paulus juga menyebut bahwa manusia tanpa Allah memiliki "pengertian yang gelap dan terasing dari kehidupan Allah."

John Stott, dalam The Message of Titus, menjelaskan bahwa kebodohan ini adalah hasil dari dosa yang memisahkan manusia dari Allah, membuat mereka tidak mampu memahami kehendak dan rencana-Nya.

b. “Tidak Taat”

Ketidaktaatan adalah salah satu ciri khas manusia berdosa. Ketidaktaatan ini mencakup penolakan terhadap hukum Allah dan keinginan untuk hidup menurut kehendak sendiri. Roma 3:10-12 menggambarkan manusia sebagai makhluk yang "tidak mencari Allah."

Wayne Grudem, dalam Systematic Theology, menyatakan bahwa ketidaktaatan adalah ekspresi dari pemberontakan manusia terhadap Allah, yang dimulai sejak kejatuhan manusia di Taman Eden.

c. “Tersesat”

Kata "tersesat" menunjukkan kehidupan yang tidak memiliki arah rohani. Manusia tanpa Allah berjalan jauh dari kebenaran dan terjebak dalam dosa. Yesaya 53:6 menggambarkan bahwa "kita semua sesat seperti domba."

Leon Morris, dalam komentarnya The Epistle to Titus, menekankan bahwa tersesat berarti hidup tanpa tujuan yang benar, terjebak dalam kesalahan, dan jauh dari kasih karunia Allah.

d. “Diperbudak oleh Berbagai Nafsu dan Kesenangan”

Paulus menggambarkan manusia tanpa Kristus sebagai budak dari keinginan dosa dan kesenangan duniawi. Ini mencerminkan ketidakmampuan manusia untuk melepaskan diri dari kendali dosa. Dalam Roma 6:16, Paulus menyatakan bahwa manusia adalah hamba dari apa yang mereka patuhi, baik dosa maupun kebenaran.

A.W. Tozer, dalam The Pursuit of God, menulis bahwa manusia sering kali menjadi budak dari hal-hal yang mereka anggap memuaskan, tetapi sebenarnya menjauhkan mereka dari Allah.

e. “Hidup dalam Kejahatan dan Iri Hati”

Hidup dalam kejahatan berarti terus-menerus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah. Iri hati menggambarkan ketidakpuasan dan keinginan untuk memiliki apa yang dimiliki orang lain. Kedua sikap ini adalah akar dari banyak dosa lainnya.

Menurut R.C. Sproul, dalam The Holiness of God, kejahatan dan iri hati adalah buah dari hati yang tidak mengenal kekudusan Allah. Tanpa transformasi rohani, manusia akan terus hidup dalam sikap ini.

f. “Dibenci dan Saling Membenci”

Paulus mengakhiri daftar ini dengan menggambarkan kondisi hubungan antar manusia yang penuh kebencian. Tanpa kasih Allah, manusia cenderung hidup dalam konflik dan permusuhan. 1 Yohanes 4:8 menekankan bahwa "Allah adalah kasih," dan tanpa kasih Allah, manusia tidak dapat mengasihi sesama dengan tulus.

3. Keterkaitan dengan Doktrin Keselamatan

a. Kejatuhan Manusia
Titus 3:3 mencerminkan doktrin kejatuhan manusia yang mengakibatkan dosa dan pemisahan dari Allah. Dalam Roma 5:12, Paulus menjelaskan bahwa dosa masuk ke dalam dunia melalui satu orang, Adam, dan semua manusia terpengaruh olehnya.

b. Kebutuhan Akan Kasih Karunia
Deskripsi kehidupan lama ini menunjukkan kebutuhan mendesak manusia akan kasih karunia Allah. Tanpa kasih karunia, manusia tidak dapat membebaskan dirinya sendiri dari kondisi berdosa ini.

c. Transformasi oleh Roh Kudus
Titus 3:3 adalah pengantar untuk penjelasan Paulus tentang pembaruan oleh Roh Kudus dalam ayat-ayat berikutnya. Pembaruan ini adalah karya Allah yang membawa manusia dari kehidupan lama kepada kehidupan baru dalam Kristus.

John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menekankan bahwa keselamatan adalah hasil karya Allah yang mengubah hati manusia dari keras menjadi lembut, memungkinkan mereka hidup dalam ketaatan kepada-Nya.

4. Relevansi Titus 3:3 dalam Kehidupan Kristen

a. Mengenang Kehidupan Lama untuk Menghargai Kasih Karunia
Titus 3:3 mengingatkan orang percaya akan keadaan mereka sebelum bertemu dengan Kristus. Ini membantu kita menghargai kasih karunia Allah yang menyelamatkan dan membawa kita kepada hidup baru.

b. Menghindari Kesombongan Rohani
Mengenang kehidupan lama membantu orang percaya untuk tetap rendah hati. Paulus mengingatkan bahwa kita tidak lebih baik dari orang lain tanpa kasih karunia Allah. Efesus 2:8-9 menyatakan bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil usaha manusia, sehingga tidak ada yang dapat bermegah.

c. Dorongan untuk Bersaksi
Deskripsi kehidupan lama ini juga mendorong orang percaya untuk bersaksi tentang kasih karunia Allah. Ketika kita memahami betapa besar kasih Allah yang telah mengubah hidup kita, kita terdorong untuk membagikan Injil kepada orang lain.

5. Pandangan Pakar Teologi tentang Titus 3:3

a. John Stott: Kebodohan dan Ketidaktahuan Rohani
John Stott menyoroti bahwa kebodohan rohani adalah akar dari ketidaktaatan dan tersesatnya manusia. Dalam The Message of Titus, ia menjelaskan bahwa manusia membutuhkan terang kebenaran Allah untuk membebaskan mereka dari kebodohan ini.

b. Wayne Grudem: Ketidakmampuan Manusia
Wayne Grudem menekankan bahwa manusia tanpa Kristus adalah budak dosa. Dalam Systematic Theology, ia menjelaskan bahwa ketidakmampuan manusia untuk membebaskan diri menunjukkan kebutuhan akan pembebasan oleh Kristus.

c. R.C. Sproul: Keadaan Manusia Tanpa Allah
R.C. Sproul menggambarkan kehidupan tanpa Allah sebagai kekacauan moral dan spiritual. Dalam The Holiness of God, ia menyatakan bahwa hanya melalui transformasi oleh Roh Kudus, manusia dapat keluar dari keadaan ini.

6. Aplikasi Praktis Titus 3:3

a. Menyadari Kebutuhan Akan Allah
Titus 3:3 mengingatkan kita bahwa tanpa Allah, hidup kita penuh dengan kebodohan, ketidaktaatan, dan perbudakan dosa. Ini mendorong kita untuk terus bergantung pada kasih karunia Allah setiap hari.

b. Hidup dalam Syukur
Ketika kita mengingat bagaimana Allah telah menyelamatkan kita dari kehidupan lama, kita terdorong untuk hidup dalam syukur. Mazmur 103:2-4 mengajarkan kita untuk tidak melupakan segala kebaikan Allah yang telah membebaskan kita dari dosa.

c. Memperlihatkan Kasih kepada Orang Lain
Karena kita telah mengalami kasih karunia Allah, kita dipanggil untuk memperlihatkan kasih kepada sesama, bahkan kepada mereka yang masih hidup dalam kegelapan rohani. Matius 5:16 mengajarkan agar terang kita bercahaya di depan orang lain, sehingga mereka dapat memuliakan Bapa di surga.

Kesimpulan

Titus 3:3 memberikan gambaran mendalam tentang keadaan manusia tanpa Allah: bodoh, tidak taat, tersesat, diperbudak dosa, hidup dalam kejahatan, iri hati, dan kebencian. Ayat ini menunjukkan kebutuhan manusia akan kasih karunia Allah dan mempersiapkan jalan untuk penjelasan tentang keselamatan dalam ayat-ayat berikutnya.

Pandangan para teolog seperti Stott, Grudem, dan Sproul menyoroti bahwa Titus 3:3 adalah refleksi tentang kejatuhan manusia dan kebutuhan akan transformasi oleh Roh Kudus. Ayat ini relevan bagi orang percaya untuk menghargai kasih karunia Allah, menghindari kesombongan rohani, dan bersaksi kepada dunia tentang kasih Allah yang menyelamatkan.

Sebagai orang percaya, kita diundang untuk hidup dalam kesadaran akan kasih karunia Allah, bersyukur atas hidup baru yang telah diberikan-Nya, dan membawa terang kasih-Nya kepada dunia yang masih hidup dalam kegelapan.

Next Post Previous Post