Keselamatan Jiwa: Markus 8:36
Pendahuluan:
Markus 8:36 adalah salah satu ayat yang paling sering dikutip dari Injil Markus karena mengandung pesan yang sangat mendalam dan relevan bagi kehidupan manusia di segala zaman. Dalam konteksnya, ayat ini muncul dalam percakapan Yesus dengan murid-murid-Nya setelah Dia berbicara tentang jalan salib, pengorbanan, dan mengikut Kristus.
Ayat ini memberikan peringatan serius tentang bahaya mengutamakan keuntungan duniawi di atas keselamatan jiwa. Artikel ini akan mengupas makna Markus 8:36 secara mendalam berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi Reformed, serta relevansinya bagi kehidupan Kristen modern.
1. Konteks Markus 8:36
a. Latar Belakang Injil Markus
Injil Markus ditulis untuk pembaca Kristen awal yang sedang menghadapi penganiayaan di bawah kekaisaran Romawi. Markus menyoroti identitas Yesus sebagai Mesias yang menderita, mengingatkan para pengikut-Nya bahwa jalan menuju kemuliaan adalah melalui salib.
Teolog Reformed, seperti R.C. Sproul, mencatat bahwa Markus 8 adalah titik balik dalam Injil ini, di mana Yesus mulai secara terbuka mengungkapkan tentang penderitaan-Nya dan mengajarkan arti sejati mengikut Dia.
b. Konteks Langsung Markus 8:36
Ayat ini muncul setelah Yesus berbicara tentang syarat-syarat untuk menjadi murid-Nya, yaitu menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti Dia (Markus 8:34-35). Markus 8:36 adalah penekanan dari ajaran ini, di mana Yesus mengajukan pertanyaan retoris yang menantang nilai-nilai duniawi.
John Calvin mencatat bahwa pertanyaan ini adalah “panggilan untuk introspeksi mendalam, yang memaksa setiap orang untuk memikirkan prioritas hidup mereka dan konsekuensi kekal dari pilihan mereka.”
2. Eksposisi Markus 8:36
a. “Apa gunanya seorang...”
Yesus menggunakan gaya retorika untuk menarik perhatian pendengar-Nya. Frasa ini mengundang refleksi mendalam tentang arti kehidupan dan tujuan utama manusia.
Menurut Herman Bavinck, pertanyaan ini bukan hanya tentang perhitungan ekonomi atau logika duniawi, tetapi sebuah evaluasi moral dan spiritual. Dia menulis, “Kristus mengajarkan bahwa nilai hidup tidak dapat diukur oleh kekayaan atau prestasi duniawi, melainkan oleh hubungan kita dengan Allah.”
b. “Memperoleh seluruh dunia...”
Frasa ini menggambarkan ambisi manusia yang tidak terbatas. Dalam dunia modern, hal ini dapat meliputi pencapaian materi, kekuasaan, ketenaran, atau kesuksesan. Namun, Yesus mengingatkan bahwa bahkan jika seseorang berhasil memperoleh semua ini, hal itu tidak akan membawa kebahagiaan sejati.
Teolog John Piper menyatakan bahwa “keinginan untuk memiliki dunia adalah bentuk penyembahan berhala, karena itu menggantikan Allah sebagai pusat hidup manusia.”
c. “Tetapi kehilangan nyawanya.”
Kata “nyawa” di sini berasal dari kata Yunani psyche, yang dapat berarti jiwa atau hidup. Dalam konteks ini, nyawa merujuk pada keberadaan manusia yang kekal.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa kehilangan nyawa berarti kehilangan hubungan kekal dengan Allah. Dia menulis, “Tidak ada kekayaan atau keberhasilan duniawi yang dapat menggantikan kerugian terbesar ini.”
3. Pandangan Beberapa Pakar Teologi Reformed
a. John Calvin: Prioritas Kekal
Calvin menekankan bahwa Markus 8:36 adalah panggilan untuk memusatkan hidup kita pada hal-hal kekal, bukan duniawi. Dia menulis, “Yesus mengingatkan kita bahwa dunia ini sementara, tetapi jiwa kita kekal. Karena itu, kita harus hidup dengan pandangan yang tertuju pada surga.”
b. R.C. Sproul: Nilai Jiwa yang Tak Tergantikan
Sproul menyoroti bahwa pertanyaan ini menekankan nilai jiwa manusia yang tak ternilai harganya. Dia menjelaskan, “Yesus mengajarkan bahwa jiwa memiliki nilai yang jauh melebihi seluruh dunia karena jiwa adalah bagian dari manusia yang diciptakan untuk kekekalan.”
Baca Juga: Pindah dari Kematian ke Kehidupan: Yohanes 5:24
c. Jonathan Edwards: Kekosongan Duniawi
Jonathan Edwards mencatat bahwa ayat ini mengungkapkan kekosongan dan kerapuhan dari semua pencapaian duniawi. Dia menulis, “Kesuksesan duniawi tanpa Allah adalah seperti mengejar angin. Itu tidak akan pernah memuaskan.”
Kesimpulan
Markus 8:36 adalah panggilan yang kuat untuk refleksi diri dan penyesuaian prioritas hidup. Ayat ini mengajarkan bahwa keselamatan jiwa adalah hal yang paling berharga, jauh melampaui semua pencapaian duniawi.
Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menekankan bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang berpusat pada Allah. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengutamakan hubungan kita dengan Tuhan di atas segalanya dan hidup dengan pandangan kekal.
Semoga kita semua dapat menjadikan Markus 8:36 sebagai pedoman dalam hidup kita, menolak godaan duniawi, dan setia mengikut Kristus hingga akhir.