Matius 7:21-22: Pengakuan Iman dan Ketaatan yang Sejati
Pendahuluan:
Matius 7:21-22 adalah salah satu bagian paling menantang dalam pengajaran Yesus, yang menyentuh inti hubungan manusia dengan Allah. Ayat ini menggambarkan bahwa tidak semua orang yang mengaku "Tuhan, Tuhan" akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, tetapi hanya mereka yang melakukan kehendak Bapa. Pengajaran ini memberikan peringatan kepada setiap orang percaya tentang pentingnya iman yang sejati, yang diwujudkan dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Artikel ini akan menguraikan ayat ini secara mendalam berdasarkan perspektif teologi Reformed dan pandangan beberapa pakar teologi terkemuka.
Teks dan Konteks Matius 7:21-22
Matius 7:21-22 berbunyi:"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga?"
Konteks ayat ini adalah bagian dari Khotbah di Bukit (Matius 5-7), di mana Yesus memberikan prinsip-prinsip dasar kehidupan yang berkenan di hadapan Allah. Dalam bagian ini, Yesus mengakhiri khotbah-Nya dengan peringatan keras tentang penghakiman akhir, menegaskan bahwa hanya mereka yang memiliki iman yang berbuah dalam ketaatan sejati yang akan diterima dalam Kerajaan Allah.
1. Mengapa Pengakuan Saja Tidak Cukup?
Dalam tradisi teologi Reformed, keselamatan adalah karya anugerah Allah sepenuhnya, tetapi iman yang sejati selalu menghasilkan buah ketaatan. Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menekankan bahwa iman bukanlah sekadar pengetahuan intelektual atau pengakuan verbal, tetapi harus mencakup transformasi hati yang nyata dan perilaku yang sesuai dengan kehendak Allah.
Yesus dalam ayat ini menunjukkan bahwa pengakuan mulut seperti "Tuhan, Tuhan" tidak cukup jika tidak disertai ketaatan kepada kehendak Bapa. Hal ini menekankan perbedaan antara agama yang bersifat formalitas dengan hubungan yang sejati dengan Allah.
Pakar teologi R.C. Sproul menegaskan bahwa frasa "Tuhan, Tuhan" mencerminkan kesalehan yang dangkal. Banyak orang mungkin terlibat dalam aktivitas agama, tetapi jika hati mereka tidak diubah oleh anugerah Allah, maka tindakan mereka tidak memiliki makna di hadapan Allah.
2. Apa Artinya Melakukan Kehendak Bapa?
Yesus menjelaskan bahwa hanya mereka yang melakukan kehendak Bapa yang akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dalam pandangan Reformed, kehendak Bapa mencakup:
- Percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat (Yohanes 6:29).
- Menghidupi perintah-perintah Allah (Matius 22:37-40).
- Mencerminkan karakter Kristus melalui kasih, kerendahan hati, dan ketaatan.
John Owen, seorang teolog Puritan, menekankan bahwa ketaatan sejati lahir dari hati yang diubahkan oleh Roh Kudus. Ketaatan ini bukanlah usaha manusia untuk mendapatkan keselamatan, tetapi respons kasih kepada anugerah Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, melakukan kehendak Bapa berarti hidup dalam ketaatan kepada firman Allah, menjauhi dosa, dan mengutamakan kehendak-Nya di atas keinginan pribadi.
3. "Pada Hari Terakhir" dan Penghakiman Kristus
Ayat ini juga menyoroti "hari terakhir," yaitu saat Yesus akan datang kembali untuk menghakimi dunia. Dalam tradisi Reformed, penghakiman akhir dipandang sebagai momen di mana iman yang sejati akan dibuktikan.
Yesus berkata bahwa pada hari itu, banyak orang akan mengklaim bahwa mereka telah melakukan mukjizat, bernubuat, dan mengusir setan dalam nama-Nya. Namun, klaim ini tidak akan menyelamatkan mereka jika tidak didasarkan pada hubungan pribadi dengan Kristus.
Teolog seperti Jonathan Edwards mengingatkan bahwa bahkan perbuatan besar dalam pelayanan bisa dilakukan tanpa hati yang tulus kepada Allah. Oleh karena itu, penghakiman akhir akan mengungkap motivasi sejati di balik setiap tindakan.
4. Bahaya Pelayanan Tanpa Relasi dengan Kristus
Matius 7:22 menyoroti bahwa ada orang-orang yang melakukan pekerjaan besar seperti bernubuat dan mengadakan mukjizat, tetapi tetap tidak dikenal oleh Kristus. Ini menunjukkan bahwa pelayanan yang spektakuler tidak selalu mencerminkan iman yang sejati.
Dalam teologi Reformed, ini sering disebut sebagai "bahaya formalitas religius," di mana seseorang bisa aktif dalam aktivitas rohani tanpa memiliki hubungan pribadi dengan Allah. George Whitefield, seorang pengkhotbah terkenal, memperingatkan bahwa banyak orang terlibat dalam pelayanan untuk mendapatkan pengakuan manusia daripada memuliakan Allah.
Penting untuk memahami bahwa Allah tidak hanya memperhatikan apa yang kita lakukan, tetapi juga mengapa dan bagaimana kita melakukannya. Tindakan yang benar harus lahir dari hati yang penuh kasih kepada Allah.
5. Peringatan bagi Orang Percaya Masa Kini
Ayat ini adalah peringatan serius bagi orang percaya masa kini. Dalam dunia yang sering memprioritaskan penampilan luar dan kesuksesan, mudah bagi seseorang untuk terjebak dalam pola pikir yang salah tentang iman.
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil:
- Ketaatan lebih penting daripada performa. Allah menginginkan hati yang taat, bukan sekadar tindakan yang mengesankan.
- Hubungan dengan Kristus adalah inti dari iman. Tanpa hubungan yang intim dengan Kristus, semua tindakan religius tidak memiliki nilai kekal.
- Periksa motivasi hati. Setiap orang percaya harus terus memeriksa apakah tindakan mereka didasarkan pada kasih kepada Allah atau keinginan untuk mendapatkan pengakuan manusia.
6. Perspektif Teologi Reformed tentang Iman dan Perbuatan
Dalam teologi Reformed, iman dan perbuatan tidak dapat dipisahkan. Keselamatan adalah anugerah Allah melalui iman, tetapi iman yang sejati selalu menghasilkan perbuatan baik. Ayat ini menegaskan pentingnya keselarasan antara pengakuan iman dan tindakan.
John Calvin menulis bahwa iman yang sejati adalah iman yang hidup, yang memancar dalam ketaatan dan kasih kepada Allah. Dia menolak gagasan bahwa seseorang dapat memiliki iman tanpa menunjukkan perubahan nyata dalam hidupnya.
Kesimpulan: Pengakuan Iman dan Ketaatan yang Sejati
Matius 7:21-22 mengingatkan setiap orang percaya bahwa iman sejati lebih dari sekadar pengakuan mulut. Ini adalah panggilan untuk memiliki hubungan yang mendalam dengan Kristus, yang diwujudkan dalam ketaatan kepada kehendak Allah.
Yesus mengajarkan bahwa pengakuan iman yang sejati harus disertai dengan kehidupan yang mencerminkan kasih dan ketaatan kepada Allah. Dalam terang pengajaran teologi Reformed, ayat ini memperingatkan bahaya formalitas religius dan menantang setiap orang percaya untuk hidup dalam iman yang sejati, yang berbuah dalam ketaatan.
Sebagai penutup, marilah kita merenungkan pertanyaan ini: Apakah iman kita diwujudkan dalam ketaatan yang sejati kepada kehendak Allah? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah kita akan dikenal oleh Kristus pada hari terakhir.