Memuji Allah di Tengah Kegelapan

Memuji Allah di Tengah Kegelapan

Pendahuluan:

Dalam kehidupan Kristen, memuji Allah sering kali diasosiasikan dengan momen-momen sukacita dan kemenangan. Namun, Alkitab menunjukkan bahwa pujian kepada Allah juga dapat terjadi di tengah-tengah kegelapan, penderitaan, dan tantangan hidup. Pujian dalam kegelapan adalah bentuk iman yang dalam, yang tidak tergantung pada situasi eksternal, melainkan pada karakter dan karya Allah yang kekal.

Teologi Reformed mengajarkan bahwa pujian dalam kegelapan adalah respons yang sesuai dengan kedaulatan Allah dan rencana-Nya yang sempurna. Artikel ini akan membahas gagasan "memuji dalam kegelapan" dengan menguraikan ayat-ayat Alkitab yang relevan, serta pandangan para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul. Kita akan mengeksplorasi maknanya dalam teologi Kristen dan implikasinya bagi kehidupan sehari-hari.

1. Pujian sebagai Respons terhadap Kedaulatan Allah

a. Mazmur: Teladan Pujian di Tengah Kegelapan

Kitab Mazmur penuh dengan contoh pujian kepada Allah di tengah penderitaan. Pemazmur sering kali memulai dengan ratapan, tetapi berakhir dengan pengakuan akan kebaikan dan kesetiaan Allah.

Dalam Mazmur 42:6 (TB), kita membaca:"Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!"

John Calvin, dalam komentarnya tentang Mazmur, menulis bahwa pujian dalam penderitaan adalah tanda iman yang sejati. Ia berkata:"Ketika kita memuji Allah di tengah kesedihan, kita mengakui bahwa Dia tetap layak untuk dipuji, terlepas dari keadaan kita."

b. Pujian dan Kedaulatan Allah

Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah atas segala sesuatu, termasuk penderitaan. Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa karena Allah adalah pengatur segala sesuatu, termasuk pencobaan dan kesulitan, memuji-Nya di tengah kegelapan adalah pengakuan bahwa rencana-Nya selalu baik.

Dalam Roma 8:28 (TB), Rasul Paulus menyatakan:"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia."

R.C. Sproul menambahkan bahwa memuji Allah dalam kegelapan berarti mempercayai hikmat-Nya, bahkan ketika kita tidak memahami rencana-Nya.

2. Pujian dalam Penderitaan: Teladan Alkitabiah

a. Ayub: Memuji di Tengah Kehilangan

Ayub adalah salah satu contoh paling kuat dari pujian di tengah kegelapan. Setelah kehilangan segala sesuatu, Ayub berkata:"Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21, TB)

Herman Bavinck menulis bahwa pujian Ayub adalah respons yang muncul dari pengenalan akan kedaulatan dan keadilan Allah. Ia berkata:"Hanya orang yang memahami bahwa Allah adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu dapat berkata seperti Ayub di tengah kehilangan yang besar."

b. Paulus dan Silas: Memuji di Penjara

Contoh lain dari pujian dalam kegelapan adalah Paulus dan Silas di penjara. Dalam Kisah Para Rasul 16:25 (TB), kita membaca:"Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah, dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka."

Meskipun dipenjara secara tidak adil, Paulus dan Silas memuji Allah. John Calvin menekankan bahwa tindakan mereka adalah bukti iman yang mendalam, yang tidak tergantung pada keadaan eksternal.

3. Teologi Pujian dalam Kegelapan

a. Memuji karena Siapa Allah Itu

Teologi Reformed mengajarkan bahwa pujian kepada Allah tidak didasarkan pada keadaan, tetapi pada siapa Allah itu. Dalam Mazmur 145:3 (TB), pemazmur berkata:"Besarlah Tuhan dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terselidiki."

Louis Berkhof menekankan bahwa karakter Allah yang kekal—kebaikan, keadilan, kasih, dan kesetiaan—adalah alasan utama untuk memuji-Nya, bahkan di tengah penderitaan.

b. Pujian sebagai Tindakan Iman

Pujian di tengah kegelapan adalah tindakan iman. Dalam Habakuk 3:17-18 (TB), nabi Habakuk berkata:"Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, ... namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku."

Herman Bavinck menyebut bahwa pujian Habakuk adalah ekspresi dari iman yang percaya bahwa Allah adalah sumber sukacita yang tidak tergantung pada situasi duniawi.

4. Pujian dalam Kegelapan: Implikasi Praktis

a. Mengingat Janji Allah

Salah satu cara untuk memuji Allah dalam kegelapan adalah dengan mengingat janji-janji-Nya. Dalam Ibrani 13:5 (TB), Allah berjanji:"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."

John Calvin menekankan bahwa mengingat janji Allah memberikan kekuatan untuk tetap memuji-Nya, karena itu menunjukkan bahwa kita tidak pernah sendiri dalam penderitaan.

b. Doa sebagai Pujian

Doa dapat menjadi alat untuk memuji Allah di tengah kegelapan. Paulus dalam Filipi 4:6 (TB) berkata:
"Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

R.C. Sproul menegaskan bahwa doa dengan ucapan syukur adalah bentuk pujian yang menunjukkan kepercayaan penuh kepada Allah.

c. Pujian dalam Komunitas

Pujian dalam komunitas Kristen juga memberikan kekuatan bagi orang percaya di tengah kegelapan. Dalam Efesus 5:19-20 (TB), Paulus mendorong umat percaya untuk saling menguatkan dengan puji-pujian:"...berbicaralah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani; bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati."

Teologi Reformed melihat komunitas sebagai sarana kasih karunia Allah untuk saling menguatkan dalam iman.

5. Pujian dan Pengharapan Eskatologis

a. Pengharapan dalam Kedatangan Kristus

Pujian dalam kegelapan didorong oleh pengharapan eskatologis, yaitu keyakinan akan kedatangan Kristus dan pemulihan segala sesuatu. Dalam Roma 8:18 (TB), Paulus berkata:"Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita."

Herman Bavinck menulis bahwa pengharapan eskatologis memberi kekuatan kepada umat percaya untuk memuji Allah, karena mereka tahu bahwa penderitaan saat ini bersifat sementara.

b. Kekekalan Sebagai Dasar Pujian

Pengharapan akan kekekalan memberikan perspektif yang lebih besar untuk memuji Allah di tengah kegelapan. Dalam Wahyu 21:4 (TB), janji Allah adalah bahwa:"Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi."

Louis Berkhof menjelaskan bahwa pengharapan ini adalah alasan utama untuk terus memuji Allah, karena janji kekal-Nya pasti akan digenapi.

Kesimpulan

Pujian dalam kegelapan adalah bentuk iman yang mendalam dan tindakan yang memuliakan Allah. Dalam teologi Reformed, pujian ini didasarkan pada kedaulatan Allah, karakter-Nya yang tidak berubah, dan janji-janji-Nya yang kekal.

Baca Juga: Banyak yang Sama: Perspektif Teologi Reformed 

Melalui contoh-contoh seperti Ayub, Paulus, dan Silas, kita melihat bahwa pujian tidak tergantung pada situasi, tetapi pada pengenalan akan Allah. Pujian ini menjadi kekuatan bagi umat percaya untuk menghadapi penderitaan dan memberikan kesaksian kepada dunia tentang kuasa kasih karunia Allah.

Sebagaimana Mazmur 34:2-4 (TB) menyatakan:"Aku hendak memuji Tuhan pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena Tuhan jiwaku bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita."

Pujian di tengah kegelapan mengingatkan kita bahwa Allah layak dipuji dalam segala keadaan, dan bahwa iman kepada-Nya memberikan kekuatan yang melampaui segala penderitaan.

Catatan: Dalam menghadapi kegelapan hidup, marilah kita terus memuji Allah dengan hati yang percaya kepada kasih-Nya yang tidak berkesudahan, sambil menantikan hari ketika semua air mata akan dihapus, dan kita akan bersama Dia dalam kekekalan.

Next Post Previous Post