Yohanes 8:25-29: "Siapakah Engkau?" Jawaban Yesus dan Maknanya
Pendahuluan:
Yohanes 8:25-29 menghadirkan salah satu percakapan paling signifikan dalam Injil Yohanes, di mana Yesus secara eksplisit menjelaskan siapa diri-Nya kepada orang-orang Yahudi yang mempertanyakan otoritas dan identitas-Nya. Pertanyaan “Siapakah Engkau?” menjadi inti dari percakapan ini, mengarahkan kita untuk merenungkan tentang natur Yesus sebagai Anak Allah, misi-Nya yang ilahi, dan hubungan-Nya dengan Bapa. Dalam tradisi teologi Reformed, bagian ini memiliki makna teologis yang mendalam, menggarisbawahi ketuhanan Yesus, ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, dan panggilan kepada iman sejati.
Artikel ini akan menguraikan ayat-ayat Yohanes 8:25-29, memberikan analisis berdasarkan pandangan beberapa pakar teologi Reformed, dan menjelaskan aplikasinya dalam kehidupan orang percaya.
1. Teks Yohanes 8:25-29
"Maka kata mereka kepada-Nya: 'Siapakah Engkau?' Jawab Yesus kepada mereka: 'Apakah gunanya lagi Aku berbicara dengan kamu? Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu! Akan tetapi Dia yang mengutus Aku adalah benar, dan apa yang Kudengar dari pada-Nya, itu yang Kukatakan kepada dunia.' Mereka tidak mengerti, bahwa Ia berbicara kepada mereka tentang Bapa. Maka kata Yesus: 'Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku. Dan Ia yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.'"
2. Konteks dan Latar Belakang
Percakapan ini terjadi di Bait Allah, saat Yesus mengajar orang-orang Yahudi pada hari raya Pondok Daun (Yohanes 7–8). Konfrontasi dalam Yohanes 8 mencerminkan ketegangan antara Yesus dan para pemimpin Yahudi yang mempertanyakan otoritas-Nya. Pertanyaan “Siapakah Engkau?” mencerminkan kebingungan mereka tentang identitas Yesus, meskipun Dia telah berulang kali menyatakan diri-Nya sebagai Terang Dunia (Yohanes 8:12), Anak Allah (Yohanes 5:19-23), dan satu dengan Bapa (Yohanes 10:30).
Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menjelaskan bahwa Yohanes sering menekankan ketuhanan Yesus melalui dialog yang mendalam, mengungkapkan bagaimana Yesus secara progresif menyatakan identitas-Nya kepada dunia. Ia menulis:"Kristus dalam Injil Yohanes adalah wahyu sempurna dari Allah yang hidup, yang menunjukkan bahwa Bapa dan Anak adalah satu dalam kehendak, kuasa, dan tujuan."
3. Uraian Ayat Yohanes 8:25-29
Yohanes 8:25: "Siapakah Engkau?"
Orang-orang Yahudi bertanya kepada Yesus, “Siapakah Engkau?” Pertanyaan ini menunjukkan ketidakpercayaan dan kebingungan mereka, meskipun Yesus telah berulang kali menyatakan siapa diri-Nya. Jawaban Yesus, yang tampaknya tajam, menunjukkan kekecewaan-Nya atas ketidakmampuan mereka untuk memahami apa yang telah Dia nyatakan.
John Calvin, dalam komentarnya tentang Yohanes, menulis:"Yesus menjawab dengan cara yang mengungkapkan kesabaran-Nya yang luar biasa. Dia telah menyatakan kebenaran kepada mereka, tetapi mereka tetap menutup hati mereka. Jawaban-Nya menunjukkan bahwa tidak ada lagi penjelasan yang dapat diberikan kepada mereka yang keras kepala."
Calvin juga menekankan bahwa pertanyaan ini adalah tanda ketidakpercayaan, bukan pencarian kebenaran.
Yohanes 8:26: Kesaksian Yesus Tentang Bapa
Yesus menjelaskan bahwa apa yang Dia ajarkan bukan berasal dari diri-Nya sendiri, tetapi dari Dia yang mengutus-Nya, yaitu Bapa. Pernyataan ini menegaskan hubungan Yesus dengan Bapa sebagai utusan ilahi yang membawa pesan kebenaran kepada dunia.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menekankan bahwa otoritas Yesus berasal dari hubungan-Nya yang unik dengan Bapa. Ia menulis:"Yesus berbicara dengan otoritas ilahi karena Dia adalah Firman yang menjadi manusia, yang membawa kehendak Bapa kepada dunia."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa ajaran Yesus bukanlah hasil spekulasi manusia, tetapi wahyu langsung dari Allah yang benar.
Yohanes 8:27: Kesalahpahaman Orang Yahudi
Orang-orang Yahudi tidak memahami bahwa Yesus berbicara tentang Bapa. Ketidakpahaman ini mencerminkan kebutaan rohani mereka, meskipun mereka adalah ahli Taurat dan pengajar agama.
Herman Bavinck menyoroti bahwa kebutaan rohani ini adalah akibat dari dosa yang membuat manusia tidak mampu memahami kebenaran ilahi tanpa karya Roh Kudus. Ia menulis:"Hanya melalui anugerah Allah, manusia dapat mengenali Kristus sebagai Anak Allah dan menerima kebenaran yang Dia ajarkan."
Yohanes 8:28: Penggenapan di Salib
Yesus mengatakan bahwa ketika Anak Manusia ditinggikan (merujuk pada penyaliban-Nya), barulah mereka akan tahu bahwa “Akulah Dia.” Pernyataan “Akulah Dia” (Yunani: ego eimi) adalah deklarasi keilahian Yesus, yang mengacu pada nama Allah dalam Perjanjian Lama (Keluaran 3:14).
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menulis bahwa penyaliban Yesus adalah momen puncak di mana identitas-Nya sebagai Mesias dan Anak Allah dinyatakan secara penuh. Ia berkata:"Di kayu salib, keadilan Allah dan kasih-Nya bertemu, dan di sana Yesus dinyatakan sebagai Anak Allah yang membawa penebusan bagi dunia."
John Calvin juga menekankan bahwa pernyataan ini menunjukkan bahwa pekerjaan Yesus adalah bagian dari rencana kekal Allah untuk menyelamatkan umat-Nya.
Yohanes 8:29: Ketaatan dan Penyertaan Bapa
Yesus menjelaskan bahwa Bapa selalu menyertai-Nya karena Dia senantiasa melakukan apa yang berkenan kepada Bapa. Ayat ini menyoroti kesempurnaan ketaatan Yesus kepada kehendak Bapa.
Louis Berkhof menulis bahwa ketaatan Yesus adalah inti dari karya penebusan-Nya. Ia berkata:
"Ketaatan Yesus, baik dalam hidup maupun kematian-Nya, adalah dasar dari keselamatan kita. Melalui ketaatan-Nya, Dia memenuhi tuntutan hukum Allah dan mendamaikan kita dengan Bapa."
4. Tema Teologis dalam Yohanes 8:25-29
a. Identitas Yesus sebagai Anak Allah
Yesus secara konsisten menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah yang diutus untuk menyelamatkan dunia. Pernyataan “Akulah Dia” menegaskan ketuhanan-Nya, menghubungkan-Nya dengan Allah Perjanjian Lama.
b. Kebutaan Rohani Manusia
Ketidakmampuan orang-orang Yahudi untuk memahami ajaran Yesus mencerminkan kondisi manusia yang jatuh dalam dosa. Dalam pandangan Reformed, hanya Roh Kudus yang dapat membuka mata rohani manusia untuk mengenali Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
c. Ketaatan Kristus sebagai Dasar Penebusan
Yesus menekankan bahwa Dia selalu melakukan apa yang berkenan kepada Bapa. Ketaatan ini adalah inti dari karya Kristus, di mana Dia taat sampai mati di kayu salib untuk menyelamatkan umat-Nya (Filipi 2:8).
5. Implikasi Teologi Reformed untuk Kehidupan Kristen
a. Mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat
Pertanyaan “Siapakah Engkau?” harus menjadi refleksi bagi setiap orang percaya. Yohanes 8:25-29 mengundang kita untuk mengenali Yesus bukan hanya sebagai seorang guru, tetapi sebagai Tuhan dan Juruselamat yang membawa kehidupan kekal.
b. Bersandar pada Wahyu Allah
Yesus menekankan bahwa apa yang Dia ajarkan berasal dari Bapa. Ini mengingatkan kita bahwa iman Kristen didasarkan pada wahyu Allah yang sempurna dalam Firman-Nya.
c. Mengikuti Teladan Ketaatan Kristus
Ketaatan Yesus kepada Bapa adalah teladan bagi orang percaya. Kita dipanggil untuk hidup dalam ketaatan kepada kehendak Allah, sebagaimana Yesus melakukannya.
d. Mengandalkan Roh Kudus untuk Memahami Kebenaran
Ketidakpahaman orang Yahudi menunjukkan bahwa tanpa karya Roh Kudus, manusia tidak dapat mengenali kebenaran. Orang percaya dipanggil untuk berdoa agar Roh Kudus menerangi hati dan pikiran mereka.
Kesimpulan
Yohanes 8:25-29 adalah pernyataan yang kuat tentang identitas dan misi Yesus. Dia adalah Anak Allah yang diutus untuk menyatakan kebenaran dan membawa penebusan melalui ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa.
Baca Juga: Yohanes 8:22-24: Apakah Ia Akan Membunuh Diri-Nya Sendiri?
Seperti yang dinyatakan oleh R.C. Sproul:"Pertanyaan tentang siapa Yesus adalah pertanyaan terpenting yang harus dijawab oleh setiap manusia. Jawaban atas pertanyaan itu menentukan kehidupan kekal kita."
Mazmur 34:8 mengingatkan kita untuk “mencicipi dan melihat bahwa Tuhan itu baik.” Dengan mengenal Yesus melalui Firman-Nya, kita dipanggil untuk percaya kepada-Nya, hidup dalam ketaatan, dan memuliakan Dia sebagai Tuhan atas hidup kita. Amin.