5 Mitos tentang Pernikahan

5 Mitos tentang Pernikahan

Pendahuluan

Pernikahan adalah institusi yang didirikan oleh Allah sejak penciptaan manusia, sebagaimana tertulis dalam Kejadian 2:24:

"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."

Meskipun Alkitab memberikan prinsip yang jelas tentang pernikahan, banyak mitos dan kesalahpahaman yang berkembang dalam masyarakat, bahkan di kalangan orang percaya. Banyak dari mitos ini berakar pada budaya, filsafat duniawi, dan bahkan pengajaran yang tidak sesuai dengan Kitab Suci.

Dalam teologi Reformed, pernikahan dipandang sebagai cerminan hubungan antara Kristus dan gereja, sebagaimana ditegaskan dalam Efesus 5:25:

"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya."

Para teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, Charles Spurgeon, R.C. Sproul, dan John Piper menekankan bahwa pernikahan adalah anugerah dari Tuhan yang harus dijalani dalam kasih, kebenaran, dan ketaatan kepada firman-Nya.

Dalam artikel ini, kita akan membahas 5 mitos tentang pernikahan, membandingkannya dengan ajaran Alkitab, serta memahami bagaimana pernikahan yang benar menurut perspektif teologi Reformed.

Mitos 1: Pernikahan Akan Membuat Kita Selalu Bahagia

Fakta Alkitabiah: Pernikahan Adalah Panggilan untuk Mengasihi, Bukan Sekadar Mencari Kebahagiaan

Banyak orang percaya bahwa pernikahan adalah jalan menuju kebahagiaan yang sempurna. Meskipun pernikahan bisa membawa sukacita, Alkitab tidak pernah menjanjikan bahwa pernikahan akan selalu membuat kita bahagia.

Faktanya, pernikahan adalah proses pertumbuhan rohani, di mana dua orang berdosa dipanggil untuk hidup bersama dalam kasih dan pengorbanan.

Efesus 5:25-26 berkata:

"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya."

John Piper menegaskan bahwa tujuan utama pernikahan bukanlah kebahagiaan pribadi, tetapi kekudusan dan kesaksian tentang kasih Allah.

Implikasi bagi Orang Percaya

  • Jangan menjadikan kebahagiaan sebagai satu-satunya alasan untuk menikah.
  • Fokuslah pada bagaimana pernikahan dapat memperdalam iman dan karakter kita dalam Kristus.
  • Belajarlah untuk mengasihi pasangan dalam suka dan duka, sebagaimana Kristus mengasihi kita.

Mitos 2: Pernikahan yang Baik Tidak Akan Mengalami Konflik

Fakta Alkitabiah: Pernikahan Memerlukan Pengampunan dan Rekonsiliasi

Banyak orang percaya bahwa pasangan yang cocok tidak akan mengalami konflik. Padahal, konflik dalam pernikahan adalah hal yang wajar dan dapat menjadi sarana pertumbuhan rohani jika ditangani dengan benar.

Yakobus 4:1 berkata:

"Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?"

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa konflik dalam pernikahan adalah bagian dari pergumulan antara daging dan Roh, dan hanya dapat diatasi dengan kasih karunia Tuhan.

Implikasi bagi Orang Percaya

  • Konflik bukan tanda bahwa pernikahan gagal, tetapi kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih dan kesabaran.
  • Kunci utama dalam menyelesaikan konflik adalah pengampunan, bukan kemenangan atas pasangan.
  • Gunakan prinsip Alkitab dalam menghadapi konflik, seperti dalam Efesus 4:26, "Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu."

Mitos 3: Pasangan yang Tepat Akan Memenuhi Segala Kebutuhan Kita

Fakta Alkitabiah: Hanya Kristus yang Dapat Memenuhi Hati Kita Secara Sempurna

Banyak orang masuk ke dalam pernikahan dengan harapan bahwa pasangan mereka akan memenuhi segala kebutuhan emosional, fisik, dan spiritual mereka. Namun, tidak ada manusia yang dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan hati kita—hanya Tuhan yang bisa.

Mazmur 73:25 berkata:

"Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi."

Jonathan Edwards menegaskan bahwa pernikahan adalah anugerah, tetapi tidak boleh menggantikan Tuhan sebagai pusat kehidupan kita.

Implikasi bagi Orang Percaya

  • Jangan berharap pasangan dapat memenuhi setiap kebutuhan hati kita—hanya Tuhan yang bisa.
  • Belajarlah untuk bersandar kepada Kristus lebih daripada kepada pasangan kita.
  • Bantu pasangan untuk bertumbuh dalam iman, bukan untuk menjadi pengganti Tuhan dalam hidup kita.

Mitos 4: Cinta Sejati Tidak Akan Pernah Berubah

Fakta Alkitabiah: Cinta adalah Komitmen, Bukan Hanya Perasaan

Dalam budaya populer, cinta sering digambarkan sebagai emosi yang kuat yang tidak akan pernah berubah. Namun, Alkitab mengajarkan bahwa cinta sejati bukan hanya tentang perasaan, tetapi tentang komitmen dan pengorbanan.

1 Korintus 13:4-7 berkata:

"Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain."

Charles Spurgeon menegaskan bahwa cinta sejati bukanlah perasaan yang berubah-ubah, tetapi pilihan dan komitmen untuk mengasihi meskipun ada tantangan.

Implikasi bagi Orang Percaya

  • Jangan mendasarkan pernikahan pada perasaan saja, tetapi pada komitmen kepada Tuhan dan pasangan.
  • Belajarlah untuk tetap mengasihi pasangan, bahkan ketika perasaan cinta tidak sekuat dulu.
  • Berdoalah agar Tuhan memperbarui kasih di dalam hati kita setiap hari.

Mitos 5: Pernikahan Hanya Berhasil Jika Kita Menikahi "Jodoh" yang Tepat

Fakta Alkitabiah: Pernikahan adalah Pilihan dan Tanggung Jawab yang Harus Dipelihara

Banyak orang percaya bahwa ada "jodoh yang sempurna" yang telah ditentukan, dan jika kita menikahi orang yang salah, pernikahan tidak akan bahagia. Namun, Alkitab tidak pernah mengajarkan tentang satu "jodoh yang sempurna".

Sebaliknya, pernikahan adalah perjanjian kudus yang harus dijaga dengan kesetiaan.

Efesus 5:31 berkata:

"Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging."

John MacArthur menegaskan bahwa pernikahan bukan soal menemukan "jodoh yang tepat", tetapi soal bagaimana kita memilih untuk mengasihi dan berkomitmen kepada pasangan yang telah kita pilih.

Implikasi bagi Orang Percaya

  • Fokuslah pada bagaimana membangun pernikahan yang sehat, bukan mencari pasangan yang sempurna.
  • Jangan terjebak dalam mitos bahwa kebahagiaan pernikahan bergantung pada "jodoh yang sempurna".
  • Percayalah bahwa Tuhan akan memberi kita hikmat untuk membangun pernikahan yang kuat.

Kesimpulan

Dari perspektif teologi Reformed, pernikahan adalah perjanjian kudus yang mencerminkan kasih Kristus kepada gereja-Nya.

5 Mitos tentang Pernikahan yang Harus Dikoreksi:

  1. Pernikahan tidak selalu membawa kebahagiaan, tetapi bertujuan untuk kekudusan.
  2. Pernikahan yang sehat tetap mengalami konflik, tetapi harus diatasi dengan kasih dan pengampunan.
  3. Pasangan tidak bisa memenuhi segala kebutuhan kita—hanya Kristus yang bisa.
  4. Cinta sejati bukan hanya perasaan, tetapi komitmen dan pengorbanan.
  5. Pernikahan bukan soal menemukan "jodoh yang sempurna", tetapi membangun hubungan yang sehat dan kudus.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk memuliakan Tuhan dalam pernikahan kita, membangun hubungan berdasarkan firman-Nya, dan menjalani kehidupan pernikahan dengan kesetiaan dan kasih Kristus.

Next Post Previous Post