Mazmur 37:8: Menaklukkan Amarah dalam Iman kepada Tuhan

Mazmur 37:8: Menaklukkan Amarah dalam Iman kepada Tuhan

Pendahuluan

Mazmur 37 adalah salah satu mazmur kebijaksanaan yang ditulis oleh Daud. Mazmur ini menasihati orang percaya untuk mempercayai Tuhan dan tidak iri terhadap keberhasilan orang fasik. Salah satu ayat yang sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari adalah Mazmur 37:8, yang berbunyi:

"Tenggelamkan amarah dan tinggalkan murka. Jangan marah karena hanya mendatangkan kejahatan." (Mazmur 37:8, AYT)

Ayat ini menekankan perlunya mengendalikan amarah dan meninggalkan murka, karena jika tidak, hal itu hanya akan membawa kita kepada dosa. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna ayat ini berdasarkan teologi Reformed, mengacu pada pemikiran para teolog besar seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul.

1. Konteks Mazmur 37

a. Mazmur 37 sebagai Mazmur Hikmat

Mazmur 37 memiliki banyak kesamaan dengan kitab Amsal, karena berisi nasihat kebijaksanaan yang menekankan perbedaan antara jalan orang benar dan jalan orang fasik.

John Calvin dalam Commentary on Psalms menegaskan bahwa:

“Mazmur ini mengajarkan bahwa keberhasilan orang fasik hanyalah sementara, sedangkan orang benar akan menerima bagian mereka dalam Tuhan untuk selama-lamanya.”

Dengan demikian, Daud mengajarkan kepada kita untuk tidak marah atau iri ketika melihat orang fasik tampak berhasil dalam hidup mereka.

b. Amarah dalam Konteks Kejahatan Orang Fasik

Mazmur ini diawali dengan perintah dalam Mazmur 37:1:

“Jangan marah karena orang yang berbuat jahat atau iri kepada orang yang berbuat curang.”

Ayat 8 kemudian memperjelas bahwa amarah yang tidak dikendalikan dapat membawa kita kepada dosa.

R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa:

“Kemurkaan manusia sering kali berakar pada ketidakpercayaan kepada kedaulatan Tuhan dan keinginan untuk mengambil keadilan ke tangan sendiri.”

Ini berarti bahwa jika kita membiarkan amarah menguasai hati kita, kita bisa tergoda untuk bertindak di luar kehendak Tuhan.

2. “Tenggelamkan Amarah dan Tinggalkan Murka” (Mazmur 37:8a)

a. Perintah untuk Mengendalikan Amarah

Alkitab tidak mengatakan bahwa amarah itu selalu salah, tetapi memperingatkan bahwa amarah yang tidak terkendali akan membawa kita kepada dosa.

Efesus 4:26-27 berkata:

“Apabila kamu menjadi marah, janganlah berdosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu, dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis.”

Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa:

“Amarah yang benar adalah ekspresi kebencian terhadap dosa, tetapi amarah yang tidak terkendali adalah ekspresi dari sifat manusia yang jatuh dalam dosa.”

b. Murka yang Tidak Perlu

Dalam ayat ini, Daud menasihati kita untuk meninggalkan murka. Kata "murka" dalam bahasa Ibrani memiliki arti kemarahan yang membara atau dendam.

Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menegaskan bahwa:

“Murka manusia yang penuh kebencian dan dendam adalah bentuk pemberontakan terhadap kasih karunia Allah.”

Ini berarti bahwa jika kita terus memelihara kemarahan, kita menempatkan diri kita dalam posisi melawan kehendak Tuhan.

3. “Jangan Marah karena Hanya Mendatangkan Kejahatan” (Mazmur 37:8b)

a. Amarah yang Mengarah pada Dosa

Mazmur 37:8 memperingatkan bahwa amarah yang tidak terkendali akan membawa kita kepada kejahatan.

Yesus sendiri memperingatkan dalam Matius 5:22:

“Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum.”

John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa:

“Dosa sering kali dimulai dengan keinginan hati yang tidak terkendali, dan amarah yang terus dipelihara akan menghasilkan tindakan yang bertentangan dengan hukum Tuhan.”

b. Kehancuran yang Disebabkan oleh Amarah

Orang yang terus-menerus hidup dalam amarah akhirnya akan:

  1. Merusak hubungannya dengan Tuhan (Mazmur 66:18).
  2. Menghancurkan relasi dengan sesama (Amsal 15:1).
  3. Menutup hatinya terhadap hikmat Tuhan (Yakobus 1:20).

R.C. Sproul dalam The Consequences of Sin mengatakan bahwa:

“Orang yang terus memelihara amarah akan kehilangan kedamaian dan hidup dalam kehancuran rohani.”

Dengan kata lain, jika kita tidak menyerahkan amarah kita kepada Tuhan, kita akan menghancurkan diri kita sendiri.

4. Solusi Alkitabiah untuk Mengatasi Amarah

a. Percaya kepada Kedaulatan Tuhan

Salah satu alasan utama orang marah adalah karena mereka merasa diperlakukan tidak adil. Namun, Mazmur 37 mengajarkan bahwa Tuhan yang berdaulat akan menghakimi orang fasik pada waktu-Nya sendiri.

Roma 12:19 berkata:

“Saudara-saudaraku yang kekasih, jangan kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”

Herman Bavinck menekankan bahwa:

“Percaya kepada kedaulatan Tuhan berarti kita menyerahkan penghakiman kepada-Nya, bukan kepada diri kita sendiri.”

b. Meneladani Kesabaran Kristus

Yesus adalah teladan utama dalam mengendalikan amarah dan mempercayakan pembalasan kepada Tuhan.

1 Petrus 2:23 berkata:

“Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi menyerahkan-Nya kepada Dia yang menghakimi dengan adil.”

John MacArthur dalam The Example of Christ mengatakan bahwa:

“Kristus memiliki segala alasan untuk marah terhadap mereka yang menyalibkan-Nya, tetapi Ia memilih untuk mengampuni dan menyerahkan segala sesuatu kepada Allah Bapa.”

c. Mengembangkan Buah Roh

Paulus menasihati orang percaya untuk hidup dalam Roh dan meninggalkan amarah.

Galatia 5:22-23 menyebutkan bahwa kesabaran dan penguasaan diri adalah bagian dari buah Roh.

R.C. Sproul dalam Walking in the Spirit menekankan bahwa:

“Satu-satunya cara untuk mengatasi amarah yang berdosa adalah dengan membiarkan Roh Kudus menguasai hati kita setiap hari.”

d. Berdoa dan Berserah kepada Tuhan

Mazmur 37 sendiri menekankan pentingnya berdoa dan mempercayakan hidup kepada Tuhan.

Filipi 4:6-7 berkata:

“Janganlah khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”

Doa adalah cara terbaik untuk menyerahkan segala emosi kita kepada Tuhan dan menerima damai sejahtera-Nya.

5. Implikasi Mazmur 37:8 dalam Kehidupan Kristen

a. Jangan Bereaksi dengan Kemarahan

Ketika menghadapi situasi sulit, kita harus belajar untuk tetap tenang dan menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan.

b. Hidup dalam Kasih dan Pengampunan

Sebagai orang percaya, kita harus belajar untuk mengampuni dan hidup dalam kasih, bukan dalam kebencian dan dendam.

c. Menjalani Hidup dengan Fokus kepada Tuhan

Daripada membiarkan amarah menguasai kita, kita harus fokus pada janji Tuhan dan percaya bahwa Dia akan bertindak dengan adil.

Kesimpulan

Dari eksposisi ini, kita belajar bahwa:

  1. Amarah yang tidak terkendali dapat membawa kita kepada dosa dan kehancuran.
  2. Kita harus mempercayakan segala pembalasan kepada Tuhan yang berdaulat.
  3. Kristus adalah teladan utama dalam mengendalikan amarah dan hidup dalam kesabaran.
  4. Mengembangkan buah Roh dan hidup dalam doa adalah kunci untuk mengatasi amarah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk meninggalkan amarah dan hidup dalam kasih, kesabaran, dan iman kepada Tuhan.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post