Yohanes 11:28-32 - Yesus dan Maria: Sebuah Pertemuan yang Menggugah Hati
Pendahuluan:
Kisah Yesus dan Maria dalam Yohanes 11:28-32 terjadi dalam konteks yang sangat emosional—kematian Lazarus, saudara Marta dan Maria. Peristiwa ini bukan hanya sekadar sebuah momen duka, tetapi juga merupakan momen teologis yang sangat mendalam di mana iman, kasih, dan kuasa Yesus dinyatakan.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna dari peristiwa ini dengan mendalam, membahas konteks sejarah dan budaya, makna teologis, serta pandangan dari beberapa teolog Reformed.
1. Teks Yohanes 11:28-32, AYT:"Setelah mengatakan hal itu, Marta pergi dan memanggil Maria, saudarinya, dan berkata secara pribadi, ‘Guru ada di sini dan Dia memanggilmu.’" (Yohanes 11:28)"Mendengar hal itu, Maria segera berdiri dan menemui Yesus." (Yohanes 11:29)"Pada saat itu, Yesus belum sampai ke desa itu, tetapi masih di tempat Marta menemui-Nya." (Yohanes 11:30)"Orang-orang Yahudi yang bersama Maria di rumah itu, yang sedang menghibur dia, melihat Maria bergegas bangkit dan pergi keluar; mereka mengikuti dia karena mengira dia akan pergi ke kubur untuk menangis di sana." (Yohanes 11:31)"Ketika Maria sampai ke tempat Yesus berada, dia melihat Yesus dan tersungkur di kaki-Nya, serta berkata kepada-Nya, ‘Tuhan, seandainya Engkau ada di sini waktu itu, saudaraku tidak akan mati.’" (Yohanes 11:32)Bagian ini menggambarkan perjumpaan emosional antara Maria dan Yesus, yang penuh dengan air mata dan pertanyaan iman.
2. Konteks Sejarah dan Budaya
Peran Maria dan Marta dalam Kehidupan Yahudi
Maria dan Marta adalah dua tokoh penting dalam Injil. Mereka adalah saudari dari Lazarus, yang sering disebut sebagai sahabat Yesus. Rumah mereka di Betania adalah tempat di mana Yesus sering singgah (Lukas 10:38-42).
Dalam budaya Yahudi, wanita sering kali berperan dalam tugas rumah tangga. Marta sering digambarkan sebagai sosok yang sibuk melayani, sementara Maria lebih banyak duduk dan mendengarkan pengajaran Yesus.
John MacArthur menjelaskan:"Marta adalah tipe orang yang praktis, sementara Maria lebih reflektif dan emosional. Keduanya mencerminkan dua aspek penting dalam kehidupan iman: pelayanan dan perenungan."
Kehilangan seorang anggota keluarga dalam budaya Yahudi biasanya disertai dengan periode berkabung yang ketat, di mana keluarga dan sahabat akan datang untuk meratapi bersama.
Makna Menangis di Kuburan
Yohanes 11:31 menyebutkan bahwa orang-orang mengira Maria pergi ke kuburan untuk menangis. Ini adalah bagian dari budaya berkabung Yahudi, di mana pelayat akan menangis dengan keras di dekat kuburan sebagai ekspresi kesedihan.
Namun, Maria justru pergi kepada Yesus—tanda bahwa ia mencari penghiburan sejati dari Sang Guru.
3. Makna Teologis Yohanes 11:28-32
A. Yesus Memanggil Maria Secara Pribadi (Yohanes 11:28-29)
Marta diam-diam memberi tahu Maria bahwa Yesus memanggilnya. Ini menunjukkan keintiman hubungan antara Maria dan Yesus.
Jonathan Edwards berkomentar:"Panggilan Yesus kepada Maria bukan hanya panggilan fisik, tetapi juga rohani—Yesus memanggil kita untuk datang kepada-Nya dalam setiap penderitaan kita."
Begitu Maria mendengar panggilan itu, ia segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Ini menunjukkan tanggapan iman yang cepat dan penuh harapan.
B. Maria Bersujud di Kaki Yesus (Yohanes 11:32)
Ketika Maria melihat Yesus, ia langsung tersungkur di kaki-Nya. Sikap ini memiliki makna yang sangat dalam:
- Ekspresi Iman → Maria mengakui bahwa Yesus memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian.
- Ekspresi Kesedihan → Ia menuangkan emosinya kepada Yesus sebagai bentuk kepercayaan.
- Ekspresi Penyembahan → Dalam budaya Yahudi, berlutut di hadapan seseorang adalah tanda penghormatan tertinggi.
John Calvin menulis:"Maria tidak hanya datang kepada Yesus untuk mencari jawaban, tetapi untuk menyerahkan dirinya sepenuhnya di hadapan Tuhan dalam penyembahan dan kepercayaan."
C. “Tuhan, Seandainya Engkau Ada di Sini…” (Yohanes 11:32)
Ucapan Maria ini mengandung perpaduan antara iman dan kekecewaan.
Di satu sisi, ia percaya bahwa Yesus mampu menyembuhkan Lazarus. Di sisi lain, ia merasa terlambat dan bertanya-tanya mengapa Yesus tidak datang lebih awal.
Herman Bavinck menjelaskan:"Sering kali kita percaya pada kuasa Tuhan, tetapi kita meragukan waktunya. Namun, Tuhan selalu bertindak tepat pada waktunya, meskipun kita tidak memahaminya."
Ucapan Maria ini mirip dengan yang dikatakan Marta sebelumnya (Yohanes 11:21). Ini menunjukkan bahwa iman mereka bertumbuh, tetapi masih bercampur dengan keterbatasan manusiawi mereka.
4. Pandangan Teolog Reformed tentang Yohanes 11:28-32
A. John Owen: Maria sebagai Contoh Kerendahan Hati
John Owen melihat tindakan Maria yang bersujud sebagai contoh kerendahan hati sejati dalam iman Kristen.
"Maria datang kepada Yesus dengan hati yang hancur, dan inilah cara kita seharusnya datang kepada Tuhan—tanpa kesombongan, tetapi dalam penyembahan dan kepercayaan penuh."
B. Charles Spurgeon: Yesus Memahami Kesedihan Kita
Spurgeon menyoroti bagaimana Yesus memahami emosi Maria dan orang-orang yang berduka.
"Yesus tidak acuh terhadap penderitaan kita. Ketika Maria menangis, hati-Nya pun tergerak. Ia bukan hanya Tuhan yang penuh kuasa, tetapi juga penuh belas kasih."
C. R.C. Sproul: Kesedihan sebagai Bagian dari Rencana Allah
R.C. Sproul mengajarkan bahwa kesedihan Maria bukanlah tanda kelemahan, tetapi bagian dari rencana Allah untuk membangun iman yang lebih kuat.
"Allah sering kali mengizinkan kesedihan terjadi untuk membawa kita lebih dekat kepada-Nya. Maria harus mengalami kehilangan ini untuk melihat kemuliaan Kristus dalam kebangkitan Lazarus."
5. Aplikasi untuk Kehidupan Kita
Dari kisah Yesus dan Maria ini, kita dapat mengambil beberapa pelajaran penting:
- Datanglah kepada Yesus dalam segala keadaan → Maria menunjukkan bahwa di tengah kesedihannya, ia tetap mencari Yesus.
- Bersujud di hadapan-Nya → Sikap hati yang tunduk kepada Tuhan adalah bagian penting dari iman Kristen.
- Percayalah pada waktu Tuhan → Seperti Maria, kita sering kali menginginkan jawaban yang cepat. Namun, Tuhan selalu bekerja dengan waktu-Nya yang sempurna.
- Tuhan memahami penderitaan kita → Yesus bukan hanya Allah yang mahakuasa, tetapi juga Allah yang penuh belas kasih.
Kesimpulan: Yesus, Penghibur yang Setia
Yohanes 11:28-32 mengajarkan bahwa Yesus memanggil kita secara pribadi, memahami kesedihan kita, dan memanggil kita untuk berserah kepada-Nya.
Saat kita mengalami penderitaan, maukah kita datang kepada Yesus seperti Maria?
Karena di dalam Dia, ada penghiburan yang sejati, ada jawaban atas pertanyaan kita, dan ada kemenangan atas kematian. Amin!