1 Petrus 1:17: Takut akan Tuhan dan Hidup Sebagai Orang Asing

Pendahuluan
Dalam 1 Petrus 1:17, Rasul Petrus memberikan peringatan serius kepada orang percaya mengenai bagaimana mereka harus menjalani kehidupan di dunia ini. Ayat ini berbicara tentang Allah sebagai Hakim yang adil, tentang sikap hidup dalam takut akan Tuhan, dan tentang status orang percaya sebagai "orang asing" di dunia ini.
Ayat ini berbunyi:
“Dan, jika kamu memanggil-Nya sebagai Bapa, yaitu Dia yang menghakimi setiap orang sesuai perbuatan mereka tanpa membeda-bedakan, hiduplah dalam rasa takut selama kamu masih tinggal sebagai orang asing.” (1 Petrus 1:17, AYT)
Ayat ini memiliki banyak makna teologis yang penting dalam teologi Reformed, terutama dalam hal doktrin tentang penghakiman Allah, ketakutan yang saleh, dan identitas orang percaya di dunia ini. Artikel ini akan mengeksplorasi ayat ini dalam perspektif para teolog Reformed dan menggali makna teologisnya bagi kehidupan Kristen.
Eksposisi 1 Petrus 1:17
1. “Dan, jika kamu memanggil-Nya sebagai Bapa”
Petrus menyatakan bahwa orang percaya memiliki hak istimewa untuk menyebut Allah sebagai Bapa. Ini mencerminkan hubungan perjanjian antara Allah dan umat-Nya.
John Calvin, dalam Institutes of the Christian Religion, menegaskan bahwa menyebut Allah sebagai Bapa bukan sekadar panggilan, tetapi suatu realitas yang harus mempengaruhi cara hidup orang percaya. Calvin menjelaskan bahwa karena Allah adalah Bapa kita, kita harus hidup dengan ketaatan dan hormat kepada-Nya, sebagaimana seorang anak yang menghormati ayahnya.
Herman Bavinck, dalam Reformed Dogmatics, menambahkan bahwa konsep Allah sebagai Bapa harus dipahami dalam kerangka perjanjian anugerah (covenant of grace). Ini berarti bahwa meskipun Allah adalah Hakim yang adil, Dia juga adalah Bapa yang penuh kasih bagi umat-Nya yang telah ditebus di dalam Kristus.
2. “Dia yang menghakimi setiap orang sesuai perbuatan mereka tanpa membeda-bedakan”
Bagian ini menegaskan bahwa Allah adalah Hakim yang adil dan tidak memihak.
Jonathan Edwards, dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God, menekankan bahwa Allah akan menghakimi setiap manusia dengan adil berdasarkan perbuatannya. Namun, bagi mereka yang ada dalam Kristus, penghakiman ini bukan berarti penghukuman, tetapi ujian terhadap buah-buah iman mereka.
Louis Berkhof, dalam Systematic Theology, menjelaskan bahwa meskipun keselamatan diperoleh oleh anugerah melalui iman (Sola Gratia, Sola Fide), perbuatan tetap memiliki tempat dalam penghakiman Allah. Perbuatan adalah bukti nyata dari iman sejati dan menjadi dasar bagi pemberian upah dalam kehidupan kekal.
Dalam perspektif Reformed, bagian ini menegaskan bahwa Allah akan menghakimi semua orang dengan adil. Orang percaya tidak diselamatkan oleh perbuatan mereka, tetapi iman yang sejati akan menghasilkan perbuatan baik yang akan diuji dalam penghakiman terakhir.
3. “Hiduplah dalam rasa takut”
Petrus memerintahkan orang percaya untuk hidup dalam rasa takut kepada Tuhan.
R.C. Sproul, dalam bukunya The Holiness of God, menegaskan bahwa takut akan Tuhan bukan berarti ketakutan yang membuat seseorang lari dari Allah, tetapi ketakutan yang penuh hormat dan kagum terhadap kekudusan-Nya. Sproul menekankan bahwa sikap ini harus menjadi dasar dari semua aspek kehidupan Kristen.
Sinclair Ferguson, dalam The Whole Christ, menjelaskan bahwa takut akan Tuhan adalah sikap yang harus dimiliki setiap orang percaya sebagai tanda pengenalan yang benar akan Allah. Ini adalah perasaan hormat yang mendalam terhadap Tuhan yang kudus dan adil, yang mendorong orang percaya untuk menjauhi dosa.
Dalam perspektif Reformed, takut akan Tuhan adalah tanda dari iman sejati. Orang yang benar-benar mengenal Allah akan memiliki sikap hormat dan takut yang benar kepada-Nya, yang akan mempengaruhi cara mereka hidup sehari-hari.
4. “Selama kamu masih tinggal sebagai orang asing”
Petrus mengingatkan bahwa orang percaya adalah orang asing di dunia ini.
John Calvin, dalam komentarnya terhadap 1 Petrus, menjelaskan bahwa dunia ini bukanlah rumah sejati orang percaya. Orang Kristen dipanggil untuk hidup sebagai warga Kerajaan Allah, bukan sebagai orang yang mengejar kenikmatan duniawi.
Abraham Kuyper, seorang teolog Reformed dan pemimpin politik, menegaskan bahwa dunia ini adalah medan perjuangan bagi orang percaya. Kuyper menekankan bahwa meskipun kita hidup di dunia ini, kita harus hidup dengan perspektif kekekalan dan tidak terikat pada sistem dunia yang berdosa.
Dalam perspektif Reformed, ini mengajarkan bahwa orang percaya harus memiliki pandangan eskatologis yang benar. Hidup di dunia ini adalah sementara, dan kita harus hidup dengan fokus kepada Kerajaan Allah yang kekal.
Makna Teologis 1 Petrus 1:17
Dari eksposisi di atas, kita dapat menarik beberapa makna teologis dari 1 Petrus 1:17 dalam perspektif teologi Reformed:
-
Allah adalah Bapa yang Kudus dan Hakim yang Adil
- Sebagai orang percaya, kita memiliki hak istimewa untuk menyebut Allah sebagai Bapa, tetapi kita juga harus mengingat bahwa Dia adalah Hakim yang adil. Ini menekankan keseimbangan antara kasih Allah dan kekudusan-Nya.
-
Keselamatan oleh Anugerah, tetapi Perbuatan Memiliki Peran dalam Penghakiman
- Meskipun kita diselamatkan oleh iman saja (Sola Fide), perbuatan tetap penting sebagai bukti iman sejati. Allah akan menghakimi setiap manusia sesuai dengan perbuatannya.
-
Takut akan Tuhan adalah Sikap Sejati Orang Percaya
- Takut akan Tuhan bukan berarti ketakutan yang membuat kita menjauhi Allah, tetapi rasa hormat yang dalam terhadap kekudusan-Nya. Ini mendorong kita untuk hidup dalam ketaatan dan menjauhi dosa.
-
Orang Percaya Adalah Orang Asing di Dunia Ini
- Dunia ini bukan rumah sejati kita. Sebagai warga Kerajaan Allah, kita dipanggil untuk hidup dengan fokus kepada kekekalan dan tidak terikat pada nilai-nilai duniawi yang bertentangan dengan firman Tuhan.
Kesimpulan
1 Petrus 1:17 mengajarkan tentang hubungan antara kasih dan hormat kepada Allah, keadilan-Nya dalam penghakiman, pentingnya takut akan Tuhan, dan panggilan orang percaya untuk hidup sebagai orang asing di dunia ini.
Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah, tetapi iman sejati akan menghasilkan perbuatan baik yang mencerminkan ketaatan kepada Tuhan. Orang percaya harus hidup dalam takut akan Tuhan, bukan sebagai sikap ketakutan yang melumpuhkan, tetapi sebagai rasa hormat yang mendalam terhadap kekudusan Allah.
Sebagai orang percaya, kita harus menyadari bahwa dunia ini bukan rumah kita yang sejati. Kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan, menghormati Tuhan, dan menantikan kehidupan kekal dalam Kerajaan-Nya.