Galatia 4:21-31: Hagar dan Sara sebagai Alegori Perjanjian Lama dan Baru

Pendahuluan
Galatia 4:21-31 adalah salah satu bagian penting dalam surat Paulus yang berisi alegori tentang dua perjanjian yang diwakili oleh Hagar dan Sara. Ayat-ayat ini berbunyi:
“Katakan padaku, hai kamu yang ingin hidup di bawah Hukum Taurat, apakah kamu tidak mendengarkan Hukum Taurat? Karena ada tertulis, Abraham mempunyai dua anak laki-laki; satu lahir dari seorang budak perempuan, dan yang satu lagi dari seorang perempuan merdeka. Akan tetapi, anak dari budak perempuan itu dilahirkan menurut daging, sedangkan anak yang dari perempuan merdeka dilahirkan melalui perjanjian.” (Galatia 4:21-23, AYT)
Dalam bagian ini, Rasul Paulus menggunakan kisah Hagar dan Sara sebagai perumpamaan untuk menjelaskan perbedaan antara perjanjian lama (Taurat) dan perjanjian baru (kasih karunia dalam Kristus). Artikel ini akan mengupas makna ayat-ayat ini berdasarkan eksposisi beberapa teolog Reformed serta melihat implikasi teologis dan aplikatifnya bagi kehidupan orang percaya.
1. Konteks Historis dan Latar Belakang Surat Galatia
Surat Galatia ditulis oleh Rasul Paulus untuk menanggapi ajaran sesat dari kelompok Yudaisme yang mengajarkan bahwa orang Kristen non-Yahudi harus menaati hukum Musa, termasuk sunat, untuk mendapatkan keselamatan. Paulus dengan tegas menolak gagasan ini dan menegaskan bahwa keselamatan adalah anugerah yang diterima melalui iman dalam Yesus Kristus, bukan melalui perbuatan hukum Taurat (Galatia 2:16).
Dalam Galatia 4:21-31, Paulus berdebat dengan orang-orang yang ingin kembali kepada hukum Taurat. Ia menggunakan kisah Hagar dan Sara untuk menggambarkan dua perjanjian:
- Hagar melambangkan perjanjian dari Gunung Sinai yang membawa perbudakan di bawah hukum Taurat.
- Sara melambangkan perjanjian baru dalam Kristus yang membawa kebebasan dan janji keselamatan.
2. Eksposisi Teologis Galatia 4:21-31
a. Perbandingan antara Hagar dan Sara (Galatia 4:21-23)
Paulus mengacu pada kisah Abraham yang memiliki dua anak:
- Ismael, anak dari Hagar, seorang budak perempuan.
- Ishak, anak dari Sara, istri Abraham yang sah.
John Calvin dalam komentarnya terhadap Galatia menjelaskan bahwa Hagar dan Ismael melambangkan usaha manusia untuk mencapai janji Allah dengan kekuatannya sendiri. Ismael lahir karena ketidakpercayaan Abraham dan Sara terhadap janji Allah, sehingga mereka mencoba "membantu" Allah dengan mengambil jalan mereka sendiri (Kejadian 16).
Sebaliknya, Ishak adalah anak perjanjian yang lahir bukan karena usaha manusia, tetapi karena janji Allah yang digenapi dengan cara-Nya sendiri (Kejadian 21:1-2).
b. Alegori Dua Perjanjian (Galatia 4:24-26)
Paulus kemudian menafsirkan kisah ini secara alegoris:
- Hagar = Gunung Sinai (hukum Taurat) yang membawa perbudakan.
- Sara = Yerusalem yang di atas (perjanjian baru dalam Kristus) yang membawa kebebasan.
R.C. Sproul dalam bukunya The Holiness of God menekankan bahwa hukum Taurat diberikan bukan untuk menyelamatkan manusia, tetapi untuk menunjukkan dosa dan ketidakmampuan manusia dalam mencapai standar kekudusan Allah. Oleh karena itu, mereka yang mencoba mencari keselamatan melalui Taurat sebenarnya sedang hidup dalam perbudakan rohani.
Sebaliknya, mereka yang hidup dalam kasih karunia Kristus menerima kebebasan sejati karena keselamatan diberikan secara cuma-cuma berdasarkan iman (Efesus 2:8-9).
c. Perlawanan antara Ismael dan Ishak (Galatia 4:29)
Paulus mencatat bahwa Ismael menganiaya Ishak (Kejadian 21:9), dan ini dijadikan gambaran tentang bagaimana mereka yang hidup di bawah hukum Taurat akan selalu menentang mereka yang hidup dalam kasih karunia.
Jonathan Edwards dalam khotbahnya Sinners in the Hands of an Angry God menjelaskan bahwa hukum Taurat memang baik, tetapi jika seseorang menggunakannya sebagai sarana keselamatan, ia justru menolak anugerah Allah. Oleh sebab itu, mereka yang mengandalkan perbuatan hukum Taurat sering kali menentang mereka yang mengajarkan keselamatan hanya melalui iman dalam Kristus.
d. Pemisahan antara Perbudakan dan Kebebasan (Galatia 4:30-31)
Paulus mengutip Kejadian 21:10:
“Usirlah budak perempuan itu beserta anaknya karena anak budak perempuan itu tidak akan menjadi ahli waris bersama dengan anak perempuan merdeka.” (Galatia 4:30, AYT)
Ini menunjukkan bahwa hukum Taurat tidak dapat diwariskan sebagai jalan keselamatan. Mereka yang berada di bawah hukum tidak memiliki bagian dalam janji keselamatan yang diberikan oleh kasih karunia.
John Piper dalam Desiring God menjelaskan bahwa seorang Kristen sejati harus memilih antara hukum Taurat dan kasih karunia. Kita tidak bisa berada di bawah kedua perjanjian sekaligus. Jika kita percaya bahwa keselamatan hanya oleh kasih karunia, maka kita harus meninggalkan sistem hukum Taurat sebagai jalan keselamatan.
3. Implikasi Teologis dalam Teologi Reformed
a. Keselamatan Hanya oleh Anugerah
Teologi Reformed menekankan sola gratia (keselamatan hanya oleh anugerah) dan sola fide (hanya oleh iman). Kisah Hagar dan Sara menunjukkan bahwa usaha manusia tidak bisa menghasilkan keselamatan, tetapi hanya melalui janji Allah yang digenapi dalam Kristus.
b. Kontras antara Hukum Taurat dan Injil
Paulus membandingkan dua sistem keselamatan:
- Hukum Taurat mengajarkan bahwa manusia harus memenuhi standar Allah dengan perbuatannya sendiri.
- Injil mengajarkan bahwa keselamatan diberikan hanya melalui iman kepada Kristus.
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menegaskan bahwa manusia tidak dapat mencapai kebenaran Allah melalui usaha mereka sendiri, tetapi hanya melalui Kristus yang menggenapi seluruh hukum Taurat.
c. Panggilan untuk Hidup dalam Kebebasan Injil
Paulus menutup bagian ini dengan menegaskan bahwa kita bukanlah anak-anak dari budak, tetapi dari perempuan merdeka (Galatia 4:31). Ini berarti kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan yang diberikan oleh Kristus, bukan kembali kepada sistem perbudakan hukum Taurat.
4. Aplikasi Praktis bagi Orang Percaya
-
Menjauhi Teologi Legalistik
Banyak orang Kristen masih berpikir bahwa mereka harus "bekerja" untuk keselamatan mereka. Kita harus menolak pandangan bahwa perbuatan baik bisa menambah keselamatan kita. -
Bersandar pada Kasih Karunia, Bukan Usaha Sendiri
Kita harus hidup dalam anugerah dan bersandar pada kebenaran Kristus, bukan pada perbuatan kita sendiri. -
Menjaga Kemurnian Injil
Paulus menulis surat ini untuk mempertahankan Injil yang sejati. Kita juga dipanggil untuk menjaga agar Injil tidak dikotori oleh ajaran yang mencampuradukkan anugerah dan hukum Taurat. -
Menghidupi Kebebasan dalam Kristus
Kebebasan dalam Kristus bukan berarti hidup dalam dosa, tetapi berarti hidup tanpa rasa takut akan hukuman Taurat, karena kita sudah dibenarkan oleh iman.
Kesimpulan
Galatia 4:21-31 adalah perumpamaan yang kuat tentang perbedaan antara hukum Taurat dan kasih karunia. Paulus menegaskan bahwa keselamatan tidak didasarkan pada usaha manusia, tetapi pada janji Allah yang digenapi dalam Kristus.
Eksposisi ini mengajarkan bahwa kita harus menolak legalisme, hidup dalam kebebasan Injil, dan bersandar sepenuhnya pada kasih karunia Allah.