Ibrani 2:11 - Kristus dan Orang Percaya: Satu Keluarga dalam Kekudusan

Pendahuluan
Ibrani 2:11 adalah ayat yang menyoroti hubungan antara Kristus dan orang percaya sebagai satu keluarga rohani. Dalam ayat ini, penulis Ibrani menegaskan bahwa Yesus, sebagai Sang Pengudus, tidak malu menyebut orang percaya sebagai saudara-Nya.
Ayat ini berbunyi:
"Sebab, baik Ia yang menguduskan maupun mereka yang dikuduskan berasal dari Satu. Itulah sebabnya, Ia tidak malu menyebut mereka sebagai saudara." (Ibrani 2:11, AYT)
Ayat ini memiliki implikasi mendalam dalam doktrin keselamatan, kekudusan, dan hubungan antara Kristus dengan gereja-Nya. Dalam artikel ini, kita akan membahas makna ayat ini dengan mengacu pada perspektif teologi Reformed dan pemikiran para pakar seperti John Calvin, John Owen, R.C. Sproul, dan Martyn Lloyd-Jones.
1. Konteks Ibrani 2:11 dalam Surat Ibrani
Surat Ibrani berfokus pada supremasi Kristus dan karya penebusan-Nya. Dalam pasal 2, penulis menyoroti kemanusiaan Yesus dan bagaimana melalui penderitaan-Nya, Ia menjadi perantara yang sempurna antara Allah dan manusia.
Ayat 11 menegaskan bahwa Kristus dan orang percaya berasal dari "satu sumber" – yaitu Allah. Kristus adalah Sang Pengudus, sedangkan orang percaya adalah mereka yang dikuduskan. Hal ini meneguhkan bahwa keselamatan dan kekudusan bukan berasal dari usaha manusia, tetapi dari pekerjaan Kristus sendiri.
2. Eksposisi Ibrani 2:11
a) "Sebab, baik Ia yang menguduskan maupun mereka yang dikuduskan..."
Bagian ini menunjukkan bahwa ada dua kelompok yang disebut dalam ayat ini:
- Ia yang menguduskan – Merujuk pada Yesus Kristus sebagai Sang Pengudus.
- Mereka yang dikuduskan – Merujuk pada orang percaya yang mengalami proses pengudusan.
Menurut John Calvin, bagian ini menegaskan bahwa kekudusan bukanlah sesuatu yang dapat dicapai oleh manusia dengan usahanya sendiri. Kekudusan adalah hasil dari pekerjaan Kristus yang menguduskan umat-Nya melalui karya Roh Kudus.
John Owen menambahkan bahwa Kristus, dalam kemanusiaan-Nya, mengalami penderitaan dan pencobaan agar Ia dapat menjadi pengudus yang sempurna bagi umat-Nya. Dengan demikian, pengudusan orang percaya bukanlah hasil dari moralitas manusia, tetapi merupakan buah dari penyatuan dengan Kristus.
R.C. Sproul mengaitkan ini dengan doktrin kekudusan Allah. Karena Allah itu kudus, maka umat-Nya juga harus kudus (1 Petrus 1:15-16). Kristus menguduskan kita agar kita dapat hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah.
b) "...berasal dari Satu."
Frasa ini menunjukkan bahwa baik Kristus maupun orang percaya memiliki sumber yang sama – yaitu Allah Bapa.
Menurut John Calvin, bagian ini menegaskan bahwa Kristus, dalam kemanusiaan-Nya, benar-benar menjadi bagian dari umat manusia. Ia tidak hanya datang sebagai Tuhan yang jauh dan tidak terjangkau, tetapi benar-benar menjadi manusia, berbagi dalam natur kita.
John Owen melihat ini sebagai dasar dari doktrin penyatuan dengan Kristus (union with Christ). Kita menjadi satu dengan Kristus, bukan karena perbuatan kita, tetapi karena Allah telah memilih kita dan menyatukan kita dengan Anak-Nya.
Martyn Lloyd-Jones menegaskan bahwa penebusan dalam Kristus bukan hanya tentang pengampunan dosa, tetapi juga tentang hubungan baru antara Allah dan manusia. Kita tidak lagi sekadar ciptaan yang jauh dari Allah, tetapi kita menjadi bagian dari keluarga-Nya.
c) "Itulah sebabnya, Ia tidak malu menyebut mereka sebagai saudara."
Bagian ini adalah pernyataan yang luar biasa: Kristus, Anak Allah yang Mahatinggi, tidak malu menyebut orang percaya sebagai saudara-Nya.
Menurut John Calvin, ini menunjukkan kasih dan anugerah yang luar biasa. Meskipun kita adalah orang berdosa, Kristus rela turun ke dunia dan mengidentifikasi diri-Nya dengan kita. Ia tidak malu menyebut kita sebagai saudara-Nya karena melalui karya penebusan-Nya, kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah.
John Owen menambahkan bahwa Yesus tidak hanya menyebut kita sebagai saudara dalam arti simbolis, tetapi secara nyata telah masuk ke dalam kondisi manusia untuk membawa kita kepada Bapa. Ini adalah manifestasi nyata dari inkarnasi dan karya keselamatan Kristus.
R.C. Sproul menjelaskan bahwa frasa ini menghapus segala bentuk pemisahan antara Kristus dan umat-Nya dalam hal kasih dan penerimaan. Meskipun kita tidak layak, Kristus menerima kita sepenuhnya dalam kasih karunia-Nya.
3. Teologi Reformed tentang Kekudusan dan Penyatuan dengan Kristus
a) Pengudusan: Karya Kristus, Bukan Usaha Manusia
Dalam teologi Reformed, pengudusan adalah hasil dari karya Kristus dan Roh Kudus.
Menurut John Calvin, pengudusan bukanlah syarat untuk keselamatan, tetapi hasil dari keselamatan. Kita tidak dikuduskan karena kita layak, tetapi karena Kristus telah menguduskan kita melalui darah-Nya.
John Owen menjelaskan bahwa pengudusan memiliki dua aspek utama:
- Pengudusan Posisi (positional sanctification) – Ketika kita diselamatkan, kita langsung dikuduskan dalam posisi kita di hadapan Allah.
- Pengudusan Progresif (progressive sanctification) – Sepanjang hidup, kita terus-menerus dikuduskan melalui pekerjaan Roh Kudus.
b) Penyatuan dengan Kristus sebagai Dasar Kekudusan
R.C. Sproul menekankan bahwa tidak ada kekudusan sejati di luar penyatuan dengan Kristus. Banyak orang mencoba menjadi kudus melalui usaha mereka sendiri, tetapi itu sia-sia tanpa Kristus.
Menurut Martyn Lloyd-Jones, penyatuan dengan Kristus adalah inti dari kehidupan Kristen. Jika kita benar-benar telah disatukan dengan Kristus, maka kita akan hidup dalam ketaatan dan kekudusan sebagai bukti nyata dari iman kita.
4. Aplikasi dalam Kehidupan Kristen
a) Hidup dalam Kekudusan sebagai Bukti Keselamatan
Karena kita telah dikuduskan oleh Kristus, kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan.
John Calvin menegaskan bahwa iman yang sejati pasti menghasilkan kehidupan yang kudus. Jika seseorang mengaku percaya kepada Kristus tetapi tetap hidup dalam dosa tanpa pertobatan, maka kemungkinan besar imannya tidak sejati.
b) Hidup dalam Penyatuan dengan Kristus
Sebagai orang percaya, kita tidak boleh hidup seolah-olah kita terpisah dari Kristus.
John Owen menekankan bahwa penyatuan kita dengan Kristus harus menjadi dasar identitas kita. Kita bukan lagi milik dunia, tetapi kita adalah saudara Kristus yang dipanggil untuk hidup sesuai dengan status kita sebagai anak-anak Allah.
c) Menghargai Status Kita sebagai Keluarga Allah
Karena Kristus menyebut kita sebagai saudara-Nya, kita juga harus memperlakukan sesama orang percaya sebagai saudara.
R.C. Sproul menekankan bahwa kasih persaudaraan dalam gereja harus mencerminkan kasih Kristus kepada kita. Jika Kristus tidak malu menyebut kita sebagai saudara-Nya, maka kita juga harus rela mengasihi dan menerima saudara seiman kita, tanpa perbedaan ras, status sosial, atau latar belakang.
Kesimpulan
Ibrani 2:11 menegaskan bahwa Kristus dan orang percaya berasal dari satu sumber, yaitu Allah, dan melalui karya penebusan-Nya, kita telah dikuduskan dan disatukan dengan-Nya.
Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menunjukkan bahwa pengudusan adalah karya Kristus, bukan usaha manusia, penyatuan dengan Kristus adalah dasar kehidupan Kristen, dan kita dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan kasih persaudaraan.
Sebagai orang percaya, kita harus hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai saudara Kristus, menjalani kehidupan yang kudus, dan menunjukkan kasih kepada sesama.