Lukas 23:34: Mengampuni Seperti Kristus

Pendahuluan
Lukas 23:34 berbunyi:
“Kemudian Yesus berkata, ‘Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.’ Lalu, para tentara melempar undi untuk membagi-bagi pakaian-Nya di antara mereka.” (AYT)
Ayat ini adalah salah satu dari tujuh perkataan Yesus di kayu salib dan menggambarkan esensi pengampunan ilahi yang tak terbatas. Dalam keadaan menderita secara fisik dan mental akibat penyaliban, Yesus tetap berdoa kepada Bapa untuk mengampuni mereka yang telah menyalibkan-Nya.
Bagaimana kita memahami pengampunan Yesus ini dalam terang teologi Reformed? Bagaimana ini berkaitan dengan keselamatan dan panggilan orang percaya untuk mengampuni sesama? Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi makna Lukas 23:34 dari perspektif beberapa teolog Reformed serta menggali implikasinya dalam kehidupan Kristen.
1. Konteks Lukas 23:34
Injil Lukas menyoroti aspek belas kasihan dan anugerah dalam pelayanan Yesus. Dalam pasal 23, Lukas mencatat peristiwa penyaliban Yesus, yang dimulai dengan persidangan di hadapan Pilatus dan Herodes, kemudian pelecehan dan penderitaan-Nya sebelum akhirnya disalibkan.
Lukas 23:34 terjadi setelah Yesus disalibkan, dalam keadaan tergantung di kayu salib, dikelilingi oleh prajurit Romawi, para pemimpin agama Yahudi yang mengejek-Nya, dan dua penjahat yang juga disalibkan di samping-Nya.
Dalam situasi ini, Yesus tidak membalas dengan kutukan atau kemarahan, melainkan dengan doa pengampunan. Kata-kata ini mencerminkan karakter kasih dan anugerah Kristus yang luar biasa.
2. Eksposisi Lukas 23:34
a. "Ya Bapa, ampunilah mereka…"
Yesus tidak hanya berbicara tentang pengampunan, tetapi Dia sendiri memberikan teladan pengampunan yang sejati.
John Calvin dalam komentarnya terhadap ayat ini menulis:
“Di sini kita melihat belas kasihan Kristus yang luar biasa, yang bahkan di tengah penderitaan-Nya yang paling besar, tetap memikirkan mereka yang telah menganiaya-Nya, dan berdoa bagi keselamatan mereka.”
Calvin menekankan bahwa pengampunan ini bukan hanya contoh moral, tetapi juga bagian dari misi Yesus sebagai Juruselamat. Kristus tidak hanya datang untuk mengajar, tetapi untuk memberikan pengampunan yang nyata melalui kematian-Nya di kayu salib.
R.C. Sproul juga menjelaskan bahwa permohonan pengampunan Yesus ini menunjukkan hati-Nya yang penuh kasih dan kerelaan untuk mengampuni bahkan musuh-musuh-Nya. Ini adalah contoh sempurna dari ajaran-Nya dalam Matius 5:44:
“Tetapi Aku berkata kepadamu: kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
b. "Karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan."
Bagian ini sering kali diperdebatkan dalam konteks doktrin dosa dan tanggung jawab manusia.
Menurut Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics, ketidaktahuan tidak menghilangkan kesalahan moral seseorang, tetapi menunjukkan bahwa mereka bertindak tanpa memahami sepenuhnya konsekuensi dari tindakan mereka. Dalam kasus ini, para prajurit dan pemimpin Yahudi tidak memahami bahwa mereka sedang menyalibkan Mesias yang dijanjikan.
John MacArthur menjelaskan bahwa doa Yesus ini mencerminkan belas kasihan Allah yang memberi kesempatan bagi orang-orang ini untuk bertobat. Kita melihat dalam Kisah Para Rasul 2:36-38 bahwa beberapa dari mereka yang telah menyalibkan Yesus kemudian bertobat setelah mendengar khotbah Petrus pada hari Pentakosta.
Doa Yesus ini bukan berarti bahwa dosa mereka tidak serius, tetapi menunjukkan bahwa pengampunan tetap tersedia bagi mereka yang bertobat.
c. "Lalu, para tentara melempar undi untuk membagi-bagi pakaian-Nya di antara mereka."
Bagian ini merujuk pada penggenapan nubuat dalam Mazmur 22:18:
“Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.”
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun manusia bertindak dalam kejahatan, rencana Allah tetap berjalan. Penyaliban Yesus bukanlah suatu kebetulan, tetapi telah dinubuatkan dan ditetapkan dalam rencana keselamatan Allah sejak kekekalan.
Herman Bavinck menekankan bahwa kematian Kristus bukan hanya sebagai contoh moral, tetapi sebagai penggenapan janji Allah untuk menebus umat-Nya.
3. Perspektif Teolog Reformed tentang Pengampunan Yesus
a. John Calvin: Pengampunan sebagai Anugerah Ilahi
Calvin menekankan bahwa pengampunan Yesus di kayu salib adalah manifestasi dari anugerah Allah.
Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah pendosa yang tidak layak menerima pengampunan, tetapi Allah dalam belas kasihan-Nya menawarkan pengampunan melalui Kristus.
Menurut Calvin, pengampunan ini tidak diberikan secara otomatis kepada semua orang, tetapi hanya bagi mereka yang bertobat dan percaya kepada Kristus.
b. Charles Hodge: Pengampunan dan Doktrin Penebusan
Hodge dalam Systematic Theology menekankan bahwa pengampunan yang ditawarkan Yesus di kayu salib hanya mungkin terjadi karena adanya dasar penebusan.
Hodge menulis:
“Allah tidak bisa begitu saja mengampuni dosa tanpa adanya dasar hukum yang benar. Yesus menjadi dasar itu dengan mati menggantikan orang berdosa.”
Ini berarti bahwa pengampunan Yesus bukanlah pengampunan murah, tetapi dibayar dengan harga yang sangat mahal—yaitu darah Kristus sendiri.
c. R.C. Sproul: Pengampunan dan Kedaulatan Allah
Sproul menekankan bahwa pengampunan Kristus tidak hanya menunjukkan belas kasihan-Nya, tetapi juga kedaulatan Allah dalam mengatur keselamatan manusia.
Dia menjelaskan bahwa ketika Yesus berdoa agar Bapa mengampuni mereka, itu adalah permohonan yang selaras dengan rencana keselamatan Allah. Sebagian dari mereka yang menyalibkan Yesus akhirnya menjadi orang percaya, menunjukkan bahwa doa ini dikabulkan oleh Allah dalam waktu-Nya.
4. Implikasi Praktis bagi Orang Percaya
a. Kita Dipanggil untuk Mengampuni Seperti Kristus
Jika Yesus bisa mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya, kita juga harus mengampuni orang lain yang telah menyakiti kita. Efesus 4:32 mengatakan:
“Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
b. Pengampunan adalah Tindakan Ketaatan
Mengampuni bukan berarti kita mengabaikan kejahatan, tetapi kita menyerahkan keadilan kepada Allah. Roma 12:19 mengatakan:
“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”
c. Pengampunan Membebaskan Kita dari Kepahitan
Jika kita menolak untuk mengampuni, kita justru membiarkan kepahitan menguasai hati kita. Mengampuni seperti Kristus berarti kita hidup dalam kebebasan yang diberikan oleh kasih karunia-Nya.
Kesimpulan
Lukas 23:34 menunjukkan betapa dalamnya kasih Kristus bahkan di saat penderitaan-Nya. Dia tidak hanya mengajarkan pengampunan, tetapi juga mempraktikkannya dengan sempurna.
Dalam perspektif Reformed, pengampunan ini bukan hanya sekadar contoh moral, tetapi juga bagian dari karya penebusan Allah yang telah direncanakan sejak kekekalan.
Para teolog seperti Calvin, Hodge, dan Sproul menekankan bahwa pengampunan Kristus adalah bagian dari rencana keselamatan yang lebih besar dan hanya mungkin terjadi karena adanya dasar hukum dalam penebusan-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk mengampuni seperti Kristus—bukan karena kita kuat, tetapi karena kita telah menerima pengampunan yang lebih besar dari Allah.