Roma 1:32: Hukuman atas Dosa dan Kejahatan

Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat di Roma merupakan salah satu bagian terpenting dalam Perjanjian Baru yang menguraikan kondisi manusia yang berdosa, murka Allah, dan anugerah keselamatan melalui Kristus. Dalam Roma 1:32, Paulus memberikan kesimpulan dari argumentasinya mengenai kedegilan manusia dalam dosa, di mana mereka bukan hanya melakukan dosa tetapi juga mendukung dan menikmati kejahatan.
Ayat ini menjadi sangat penting dalam teologi Reformed, karena berbicara tentang kedalaman kejatuhan manusia (total depravity), ketidakmampuan manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri (inability of man), serta keadilan dan murka Allah terhadap dosa. Dalam artikel ini, kita akan mengeksposisi Roma 1:32 dengan merujuk pada pemikiran para teolog Reformed seperti John Calvin, Louis Berkhof, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul.
Eksposisi Roma 1:32
1. Dosa dan Pengetahuan tentang Hukum Allah
"Sekalipun mereka mengetahui ketetapan Allah yang berkata bahwa orang yang melakukan hal-hal itu pantas mati..." (Roma 1:32a, AYT)
Paulus menyatakan bahwa manusia tidak bisa berdalih bahwa mereka tidak mengetahui kehendak Allah, karena mereka memiliki pengetahuan tentang ketetapan Allah. Ini mengacu pada apa yang dikatakan sebelumnya dalam Roma 1:18-21, bahwa manusia secara alami memiliki kesadaran akan hukum moral Allah, tetapi mereka menekan kebenaran itu dalam ketidakbenaran.
John Calvin: Pengetahuan tentang Allah yang Ditolak
John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa semua manusia memiliki "sensus divinitatis" (kesadaran akan Allah), tetapi karena hati mereka tertutup oleh dosa, mereka dengan sengaja menolak kebenaran itu. Dalam teologi Reformed, ini disebut sebagai kedegilan hati manusia dalam dosa (hardening of heart).
R.C. Sproul juga menambahkan bahwa tidak ada manusia yang benar-benar "netral" terhadap Allah. Setiap orang memiliki pengetahuan tentang hukum moral-Nya, tetapi karena sifat dosa, mereka tidak hanya melanggar hukum itu tetapi juga membenarkan pelanggaran mereka.
Louis Berkhof: Ketetapan Allah dan Hukuman atas Dosa
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa istilah "ketetapan Allah" dalam ayat ini mengacu pada hukum moral Allah yang tertanam dalam hati manusia. Bahkan orang-orang yang tidak pernah menerima hukum Taurat secara eksplisit masih memiliki kesadaran moral, tetapi mereka tetap memilih untuk melanggar hukum itu.
Dalam Roma 2:14-15, Paulus menjelaskan bahwa bangsa-bangsa non-Yahudi juga memiliki hukum Allah yang tertulis dalam hati mereka. Ini membuktikan bahwa tidak ada manusia yang bisa berdalih di hadapan Allah.
2. Kejahatan Manusia: Tetap Melakukan Dosa
"...mereka bukan saja tetap melakukannya..." (Roma 1:32b, AYT)
Bagian ini menunjukkan kerasnya hati manusia dalam dosa. Mereka bukan hanya tahu bahwa dosa itu salah, tetapi tetap memilih untuk melakukannya. Ini adalah manifestasi dari kedegilan hati manusia dalam dosa.
Herman Bavinck: Dosa sebagai Pemberontakan terhadap Allah
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menekankan bahwa dosa bukan hanya sebuah kesalahan moral atau kelemahan manusia, tetapi pemberontakan aktif terhadap Allah. Manusia tidak sekadar berdosa karena kelemahan, tetapi karena mereka secara aktif menolak otoritas Allah.
Doktrin ini berkaitan erat dengan doktrin kehancuran total manusia (total depravity) dalam teologi Reformed. Dosa telah menginfeksi setiap aspek keberadaan manusia—pikiran, emosi, dan kehendak—sehingga manusia secara alami cenderung melawan Allah.
R.C. Sproul: Dosa sebagai Perbudakan
R.C. Sproul menekankan bahwa dosa bukan hanya kebiasaan buruk, tetapi perbudakan rohani. Yohanes 8:34 mengatakan bahwa "setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa." Ini berarti bahwa manusia yang belum dilahirkan kembali oleh Roh Kudus tidak mampu membebaskan dirinya dari pola kejahatan dan ketidakbenaran.
3. Dukungan terhadap Kejahatan: Dosa yang Berlipat Ganda
"...tetapi juga mendukung orang-orang yang melakukan hal-hal itu." (Roma 1:32c, AYT)
Bagian terakhir ini adalah puncak dari kejahatan manusia. Bukan hanya mereka melakukan dosa, tetapi mereka juga menyukai, membenarkan, dan mendukung dosa orang lain. Ini menunjukkan betapa rusaknya hati manusia yang telah jatuh.
John Calvin: Solidaritas dalam Dosa
John Calvin menjelaskan bahwa kejahatan terbesar manusia bukan hanya dalam perbuatan dosa, tetapi dalam solidaritas mereka terhadap dosa. Mereka tidak hanya berdosa sendiri, tetapi juga ingin orang lain terlibat di dalamnya. Ini adalah bentuk kebobrokan yang lebih dalam, karena menandakan bahwa hati manusia telah begitu jauh dari Allah sehingga mereka menikmati kejahatan.
Louis Berkhof: Normalisasi Dosa dalam Masyarakat
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyoroti bagaimana dosa yang terus-menerus dilakukan akan dianggap sebagai sesuatu yang normal dan diterima oleh masyarakat. Kita melihat prinsip ini berlaku dalam dunia modern, di mana hal-hal yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum Allah malah dianggap sebagai bagian dari kemajuan sosial.
Misalnya:
- Keserakahan dianggap sebagai ambisi yang sehat.
- Perzinahan dianggap sebagai kebebasan pribadi.
- Ketidakadilan dianggap sebagai hal yang lumrah dalam politik.
Ini adalah bukti bahwa manusia tidak hanya melakukan dosa, tetapi juga mendukung sistem yang mempromosikan dosa.
Makna Teologis Roma 1:32: Hukuman atas Dosa dan Kejahatan
Roma 1:32 adalah bagian dari perikop yang membahas tentang kebejatan moral manusia akibat menolak Allah. Ayat ini menegaskan bahwa meskipun manusia mengetahui hukum moral Allah, mereka tetap memilih untuk berbuat dosa dan bahkan mendukung orang lain dalam kejahatan. Rasul Paulus menunjukkan bahwa dosa tidak hanya membawa konsekuensi bagi individu, tetapi juga merusak masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah pandangan beberapa pakar teologi mengenai makna teologis ayat ini:
1. Dosa dan Pengetahuan tentang Ketetapan Allah
Paulus menegaskan bahwa manusia sadar akan ketetapan Allah tetapi tetap memilih dosa. John Calvin dalam Institutes of the Christian Religion menjelaskan bahwa hati nurani manusia menyadari hukum Allah, tetapi karena keberdosaan, manusia menekan kebenaran dan menolak untuk tunduk kepada-Nya (Roma 1:18). Calvin menyebut ini sebagai efek dari total depravity (kerusakan total), di mana dosa telah menguasai seluruh aspek keberadaan manusia.
F.F. Bruce menambahkan bahwa hukum moral Allah tidak hanya ditemukan dalam Kitab Suci, tetapi juga tertanam dalam hati manusia (Roma 2:14-15). Namun, manusia berdosa memilih untuk mengabaikan dan melawan hukum tersebut, sehingga membawa penghukuman.
2. Hukuman atas Dosa: Kematian yang Pantas
Paulus menyatakan bahwa "orang yang melakukan hal-hal itu pantas mati." Ini menunjukkan bahwa dosa memiliki konsekuensi serius, yaitu kematian rohani dan pemisahan dari Allah.
R.C. Sproul dalam The Holiness of God menjelaskan bahwa keadilan Allah menuntut penghukuman atas dosa. Upah dosa adalah maut (Roma 6:23), dan dosa tidak bisa diabaikan tanpa konsekuensi. Sproul menekankan bahwa penghakiman Allah adalah wajar karena Dia adalah Tuhan yang kudus dan benar.
Charles Hodge dalam Commentary on the Epistle to the Romans menyoroti bahwa penghukuman ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual dan kekal. Dosa membawa kebinasaan, baik dalam kehidupan sekarang maupun di kehidupan yang akan datang.
3. Penyebaran Kejahatan: Mendukung Orang yang Berdosa
Bagian terakhir ayat ini menyoroti fakta bahwa manusia tidak hanya berdosa, tetapi juga mendorong orang lain untuk berbuat dosa. Ini menunjukkan bagaimana dosa dapat menyebar secara sosial dan sistematis.
John MacArthur dalam komentarnya terhadap Roma menekankan bahwa kebudayaan yang menormalisasi dosa sedang berada dalam pemberontakan total terhadap Allah. Ketika dosa dirayakan dan didukung, itu bukan hanya tanda kejatuhan individu, tetapi juga kehancuran moral suatu masyarakat.
Tim Keller dalam Romans for You menambahkan bahwa perilaku ini mencerminkan sifat dosa yang tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga kolektif. Ketika suatu masyarakat menolak standar moral Allah, maka mereka akan semakin terbenam dalam kegelapan moral dan menerima konsekuensi dari dosa mereka.
Aplikasi Teologis bagi Orang Percaya
Dari eksposisi ini, kita bisa mengambil beberapa pelajaran penting:
-
Manusia secara alami berada dalam keadaan dosa yang rusak
- Roma 3:10-12 mengatakan bahwa "tidak ada yang benar, seorang pun tidak". Manusia yang belum diperbarui oleh Roh Kudus tidak hanya melakukan dosa, tetapi juga membenarkannya.
-
Hanya Injil yang bisa membebaskan manusia dari perbudakan dosa
- Hukum tidak bisa menyelamatkan kita, hanya anugerah di dalam Kristus yang dapat membebaskan kita dari hukuman dosa (Roma 8:1-2).
-
Sebagai orang percaya, kita harus berhati-hati dengan pengaruh dunia yang menormalisasi dosa
- Dunia akan selalu berusaha membenarkan dosa dan membuatnya terlihat baik. Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran Allah (Roma 12:2).
-
Kita tidak boleh berkompromi dengan dosa
- Efesus 5:11 mengatakan, "Janganlah mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya, nyatakanlah kesalahan mereka." Ini berarti bahwa kita harus berani menolak dosa dan tidak ikut dalam sistem dunia yang mendukung dosa.
Kesimpulan
Roma 1:32 adalah peringatan keras tentang kedalaman kejatuhan manusia dalam dosa. Paulus menunjukkan bahwa manusia bukan hanya mengetahui hukum Allah dan tetap melanggarnya, tetapi juga mendukung dan membenarkan dosa dalam masyarakat. Ini adalah bentuk pemberontakan total terhadap Allah, yang hanya bisa diatasi oleh anugerah Yesus Kristus.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk menjalani hidup yang berbeda dari dunia. Kita harus menolak dosa, tidak membenarkan kejahatan, dan hidup dalam kebenaran yang telah dinyatakan oleh Allah dalam Injil.