Roma 2:1: Penghakiman Diri dan Keadilan Allah

Pendahuluan
Surat Paulus kepada jemaat di Roma adalah salah satu surat yang paling kaya dalam doktrin keselamatan dan keadilan Allah. Dalam Roma 2:1, Paulus mengonfrontasi orang-orang yang merasa diri benar, tetapi pada kenyataannya melakukan dosa yang sama dengan yang mereka hakimi. Ayat ini menjadi peringatan keras terhadap kemunafikan dan penghakiman yang tidak benar.
Dalam teologi Reformed, Roma 2:1 memiliki keterkaitan erat dengan doktrin dosa (hamartiologi), keadilan Allah, dan kebutuhan manusia akan Injil. Para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan R.C. Sproul memberikan wawasan mendalam mengenai bagaimana ayat ini mengungkap ketidakmampuan manusia untuk membenarkan diri sendiri di hadapan Allah.
Artikel ini akan mengeksplorasi Roma 2:1 secara mendalam dalam perspektif teologi Reformed, menyoroti implikasi teologisnya dalam kehidupan orang percaya.
Eksposisi Roma 2:1
1. Manusia Tidak Dapat Berdalih di Hadapan Allah
"Karena itu, kamu tidak dapat berdalih lagi, hai manusia, siapa pun, kamu yang menghakimi..." (Roma 2:1a, AYT)
Paulus membuka pasal ini dengan "karena itu", yang berarti bahwa pernyataan ini terhubung dengan pasal sebelumnya (Roma 1:18-32), di mana Paulus menggambarkan kebejatan moral manusia dan murka Allah atas dosa. Dalam pasal 2 ini, Paulus berbicara kepada mereka yang merasa diri benar, tetapi tetap bersalah di hadapan Allah.
John Calvin: Tidak Ada yang Bisa Beralasan di Hadapan Allah
John Calvin dalam Commentary on Romans menegaskan bahwa tidak ada manusia yang bisa menghindari penghakiman Allah dengan dalih apa pun.
Menurut Calvin, banyak orang Yahudi dan orang-orang religius saat itu merasa lebih baik daripada bangsa-bangsa lain karena mereka memiliki hukum Taurat. Namun, Paulus menunjukkan bahwa mereka juga berdosa dan tidak bisa berdalih di hadapan Allah.
Calvin mengaitkan ini dengan Roma 3:23, yang mengatakan "semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah." Ini menunjukkan bahwa tidak ada manusia yang cukup benar untuk lolos dari penghakiman ilahi.
Herman Bavinck: Keuniversalan Dosa Manusia
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyoroti bahwa kejatuhan manusia dalam dosa bersifat universal. Tidak ada satu pun manusia yang bisa membenarkan dirinya sendiri di hadapan Allah. Bahkan orang yang secara moral terlihat baik pun tetap memiliki sifat dosa yang sama dengan mereka yang dianggap lebih jahat.
Ini berarti bahwa penghakiman terhadap orang lain tanpa menyadari dosa sendiri adalah bentuk kemunafikan rohani. Oleh karena itu, Bavinck menekankan perlunya kesadaran akan dosa pribadi dan kebutuhan akan kasih karunia Allah.
2. Penghakiman terhadap Orang Lain Adalah Penghakiman terhadap Diri Sendiri
"...dalam memberikan penghakiman kepada orang lain, kamu juga menghukum dirimu sendiri;..." (Roma 2:1b, AYT)
Paulus menegaskan bahwa mereka yang menghakimi orang lain sebenarnya sedang menjatuhkan hukuman atas diri mereka sendiri. Mengapa? Karena mereka juga melakukan dosa yang sama.
Louis Berkhof: Hukum Allah Menuntut Konsistensi Moral
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa hukum Allah bersifat sempurna dan konsisten. Jika seseorang menghakimi orang lain berdasarkan standar hukum Allah, maka standar yang sama juga akan diterapkan kepada dirinya sendiri.
Berkhof menekankan bahwa tidak ada manusia yang benar-benar bisa memenuhi tuntutan hukum Allah. Oleh karena itu, menghakimi orang lain tanpa menyadari dosa sendiri adalah bentuk ketidakjujuran moral.
R.C. Sproul: Kemunafikan dan Ketidakadilan Manusia
R.C. Sproul menyoroti bahaya kemunafikan dalam penghakiman manusia. Dalam bukunya The Holiness of God, Sproul menjelaskan bahwa manusia sering kali lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada melihat dosa sendiri.
Ini sesuai dengan Matius 7:3-5, di mana Yesus mengajarkan bahwa sebelum mengeluarkan selumbar dari mata orang lain, seseorang harus terlebih dahulu mengeluarkan balok dari matanya sendiri.
Sproul mengingatkan bahwa penghakiman yang benar hanya bisa dilakukan oleh Allah yang sempurna, bukan oleh manusia yang berdosa.
3. Orang yang Menghakimi Juga Melakukan Hal yang Sama
"...sebab kamu, yang memberikan penghakiman, juga melakukan hal-hal yang sama." (Roma 2:1c, AYT)
Paulus menegaskan bahwa mereka yang menghakimi orang lain sebenarnya juga melakukan dosa yang sama. Ini menunjukkan sifat dosa yang ada dalam semua manusia.
John Calvin: Dosa yang Bersifat Universal
John Calvin mengajarkan bahwa dosa bukan hanya tentang perbuatan lahiriah, tetapi juga mencakup pikiran dan hati manusia.
Banyak orang menghakimi orang lain atas dosa-dosa yang terlihat, tetapi mereka tidak menyadari dosa dalam hati dan pikiran mereka sendiri.
Misalnya:
- Seseorang mungkin menghakimi pencuri, tetapi di dalam hatinya ia menyimpan keserakahan.
- Seseorang mungkin menghakimi perzinahan, tetapi dalam pikirannya ia telah berzinah dengan hawa nafsu (Matius 5:28).
Calvin menekankan bahwa penghakiman yang dilakukan manusia sering kali penuh dengan standar ganda, karena mereka sendiri tidak luput dari dosa.
Herman Bavinck: Kecenderungan Manusia untuk Menyalahkan Orang Lain
Herman Bavinck menjelaskan bahwa dosa telah membuat manusia cenderung menutupi kesalahannya sendiri dengan cara menyalahkan orang lain.
Ini pertama kali terlihat dalam Kejadian 3, ketika Adam menyalahkan Hawa, dan Hawa menyalahkan ular. Sikap ini masih berlanjut hingga sekarang, di mana manusia sering kali berusaha menghindari tanggung jawab atas dosa mereka sendiri dengan mengkritik kesalahan orang lain.
Bavinck menekankan bahwa satu-satunya cara untuk lepas dari penghakiman ini adalah dengan bertobat dan percaya kepada Injil.
Aplikasi Teologis bagi Orang Percaya
Dari eksposisi ini, kita bisa menarik beberapa pelajaran penting:
-
Tidak Ada Manusia yang Bisa Membenarkan Diri di Hadapan Allah
- Roma 3:10 mengatakan, "Tidak ada yang benar, seorang pun tidak."
- Setiap manusia harus menyadari bahwa dirinya berdosa dan membutuhkan kasih karunia Allah.
-
Jangan Menghakimi dengan Kemunafikan
- Yesus mengajarkan bahwa penghakiman yang benar harus diawali dengan introspeksi diri (Matius 7:3-5).
- Sebelum mengkritik orang lain, kita harus memeriksa apakah kita juga bersalah dalam hal yang sama.
-
Penghakiman yang Benar Adalah Milik Allah
- Roma 12:19 mengajarkan bahwa pembalasan adalah hak Tuhan, bukan hak manusia.
- Oleh karena itu, kita harus percaya bahwa Allah akan menghakimi dengan adil.
-
Keselamatan Hanya Melalui Injil, Bukan Perbuatan Baik
- Banyak orang berpikir bahwa mereka bisa membenarkan diri dengan menunjukkan bahwa mereka lebih baik daripada orang lain.
- Namun, Paulus mengajarkan bahwa semua manusia bersalah dan hanya bisa dibenarkan melalui iman dalam Kristus (Roma 5:1).
Kesimpulan
Roma 2:1 adalah peringatan keras bagi mereka yang menghakimi orang lain tetapi tidak menyadari dosa mereka sendiri. Paulus menunjukkan bahwa semua manusia bersalah di hadapan Allah, dan tidak ada yang bisa membenarkan diri sendiri melalui hukum Taurat atau moralitas pribadi.
Dalam perspektif teologi Reformed, keselamatan tidak didasarkan pada usaha manusia, tetapi hanya melalui kasih karunia Allah dalam Kristus.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kesadaran akan dosa sendiri, rendah hati, dan percaya penuh kepada kasih karunia Allah.