Roma 3:5-8: Keadilan Allah dan Kesalahan Pemahaman tentang Anugerah

Pendahuluan
Surat Roma merupakan salah satu kitab yang memiliki dasar teologi yang kuat dalam pemahaman tentang dosa, keadilan Allah, dan anugerah keselamatan. Dalam Roma 3:5-8, Rasul Paulus menghadapi argumen yang salah dari beberapa orang yang mencoba membenarkan dosa dengan alasan bahwa dosa itu, secara paradoksal, justru memperlihatkan kebenaran Allah.
Perikop ini sangat penting dalam teologi Reformed, terutama dalam doktrin keadilan Allah, anugerah, dan penghakiman yang benar. Dalam artikel ini, kita akan membahas eksposisi dari ayat-ayat ini berdasarkan pemahaman beberapa teolog Reformed, seperti John Calvin, Herman Bavinck, Louis Berkhof, dan Martyn Lloyd-Jones, serta menggali makna teologisnya berdasarkan perspektif beberapa ahli teologi lainnya.
Teks Roma 3:5-8 (AYT)
5 Akan tetapi, jika ketidakbenaran kita justru menunjukkan kebenaran Allah, apa yang harus kita katakan? Apakah Allah tidak adil untuk menimpakan murka atas kita? Aku berkata demikian sebagai seorang manusia.
6 Sama sekali tidak! Jika seperti itu, bagaimana Allah dapat menghakimi dunia?
7 Akan tetapi, jika melalui kebohonganku, kebenaran Allah menjadi berlimpah kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi sebagai seorang pendosa?
8 Sebagaimana beberapa orang dengan kejam menuduh kami. Mengapa tidak berkata, “Mari, kita lakukan kejahatan supaya yang baik muncul.” Penghukuman atas mereka sudah sepantasnya!
Dalam ayat ini, beberapa poin utama yang perlu kita bahas adalah:
-
Kesalahan berpikir bahwa ketidakbenaran manusia memperlihatkan kebenaran Allah (ayat 5)
-
Allah tetap adil dalam menghakimi dunia (ayat 6)
-
Kebenaran Allah tidak bisa digunakan untuk membenarkan dosa (ayat 7)
-
Menolak pandangan sesat bahwa kejahatan bisa menghasilkan kebaikan (ayat 8)
Eksposisi Roma 3:5-8
1. “Jika ketidakbenaran kita justru menunjukkan kebenaran Allah” (Roma 3:5)
Paulus mengutip pemikiran yang salah dari beberapa orang yang mencoba berargumen bahwa ketidakbenaran manusia sebenarnya memperlihatkan keadilan Allah, sehingga Allah seharusnya tidak menghukum dosa.
Pandangan John Calvin
John Calvin dalam Commentary on Romans menegaskan bahwa Allah tetap adil, meskipun ketidakbenaran manusia memperlihatkan kebesaran kebenaran-Nya.
"Keberdosaan manusia tidak membatalkan keadilan Allah, tetapi justru menunjukkan bahwa Allah tetap benar meskipun manusia berdosa." (Commentary on Romans 3:5)
Calvin juga menekankan bahwa Allah tidak membutuhkan dosa manusia untuk menunjukkan kebenaran-Nya, dan oleh karena itu tidak ada dasar bagi manusia untuk membenarkan dosa mereka.
Pandangan Herman Bavinck
Herman Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan bahwa Allah tidak pernah bertindak tidak adil, bahkan ketika Ia menampakkan kemuliaan-Nya melalui kejatuhan manusia.
"Kebenaran Allah tidak bergantung pada keberdosaan manusia. Allah tetap benar tanpa perlu kejahatan manusia untuk meneguhkan keadilan-Nya." (Reformed Dogmatics, Vol. 2, hlm. 312)
Bavinck menekankan bahwa Allah tetap adil dan berdaulat penuh atas segala sesuatu, termasuk dalam penghakiman-Nya terhadap dosa.
2. “Jika seperti itu, bagaimana Allah dapat menghakimi dunia?” (Roma 3:6)
Paulus menjawab argumen yang salah dengan menyatakan bahwa jika Allah tidak bisa menghakimi dosa, maka seluruh konsep keadilan runtuh.
Pandangan Louis Berkhof
Dalam Systematic Theology, Louis Berkhof menyoroti bahwa keadilan Allah adalah bagian integral dari sifat-Nya.
"Jika Allah tidak menghakimi dosa, maka Ia tidak lagi menjadi Allah yang benar. Keadilan-Nya menuntut penghukuman terhadap segala kejahatan." (Systematic Theology, hlm. 197)
Berkhof menjelaskan bahwa Allah tidak bisa mengabaikan dosa karena itu bertentangan dengan sifat-Nya yang kudus dan adil.
Pandangan Martyn Lloyd-Jones
Martyn Lloyd-Jones dalam Romans: The Righteous Judgment of God menegaskan bahwa keadilan Allah tidak boleh dikompromikan dengan alasan apa pun.
"Jika Allah berhenti menghakimi dosa, maka seluruh tatanan moral dan keadilan akan runtuh. Dunia ini akan kehilangan makna keadilan yang sejati." (Romans: The Righteous Judgment of God, hlm. 115)
Lloyd-Jones menekankan bahwa penghakiman Allah adalah bukti dari kasih-Nya yang sejati, karena tanpa keadilan, kasih tidak akan memiliki arti.
3. “Jika melalui kebohonganku, kebenaran Allah menjadi berlimpah kemuliaan-Nya” (Roma 3:7)
Paulus menyingkapkan kesalahan fatal dalam pemikiran bahwa dosa bisa membawa kemuliaan bagi Allah.
Pandangan Jonathan Edwards
Jonathan Edwards dalam Religious Affections menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa dosa bisa membawa kebaikan.
"Dosa adalah pemberontakan terhadap Allah, dan tidak ada cara di mana kejahatan bisa dianggap sebagai alat untuk mendatangkan kebaikan sejati." (Religious Affections, hlm. 234)
Edwards menekankan bahwa Allah dalam kedaulatan-Nya bisa menggunakan dosa untuk mencapai tujuan-Nya, tetapi ini tidak berarti manusia bisa berdosa dengan alasan tersebut.
4. “Mengapa tidak berkata, ‘Mari kita lakukan kejahatan supaya yang baik muncul’” (Roma 3:8)
Paulus menolak dengan keras pemikiran yang menyimpang bahwa dosa dapat dibenarkan jika membawa dampak positif.
Pandangan Charles Hodge
Charles Hodge dalam Commentary on Romans menegaskan bahwa argumen bahwa dosa bisa menghasilkan kebaikan adalah bidat yang harus ditolak sepenuhnya.
"Mengajarkan bahwa kejahatan dapat membawa kebaikan adalah pemutarbalikan Injil yang sejati dan bertentangan dengan sifat Allah yang kudus." (Commentary on Romans, hlm. 150)
Hodge menekankan bahwa Allah adalah Allah yang suci, dan Ia tidak bisa dipermainkan dengan argumen yang membenarkan dosa.
Makna Teologis
Dari eksposisi di atas, kita dapat menarik beberapa makna teologis yang penting dari Roma 3:5-8:
1. Keadilan Allah Tidak Bisa Dipertanyakan
-
Allah adalah hakim yang adil dan benar.
-
Tidak ada dosa yang dibiarkan tanpa penghakiman.
2. Kedaulatan Allah Tidak Bergantung pada Dosa Manusia
-
Allah tidak membutuhkan kejahatan manusia untuk menunjukkan kemuliaan-Nya.
-
Kebenaran Allah sudah sempurna tanpa harus disandingkan dengan ketidakbenaran manusia.
3. Tidak Ada Justifikasi bagi Dosa
-
Dosa tetap dosa, tidak peduli konsekuensi akhirnya.
-
Menggunakan alasan bahwa dosa bisa menghasilkan kebaikan adalah bentuk penyesatan.
4. Kebenaran Injil Menolak Relativisme Moral
-
Standar moral Allah tidak bisa dikompromikan dengan alasan duniawi.
-
Tidak ada ruang dalam Injil untuk pembenaran dosa dengan alasan dampak positif.
Kesimpulan
Roma 3:5-8 adalah peringatan keras terhadap pemikiran sesat yang mencoba membenarkan dosa dengan alasan bahwa itu bisa memperlihatkan kebenaran Allah.
Para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan Louis Berkhof menekankan bahwa Allah tetap adil, meskipun manusia berdosa, dan penghakiman-Nya adalah bukti kedaulatan-Nya yang sempurna.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk hidup dalam kebenaran, menolak relativisme moral, dan menghormati keadilan Allah yang sempurna.