Di Mana Allah dalam Dunia yang Penuh Kejahatan?

Di Mana Allah dalam Dunia yang Penuh Kejahatan?

(Where Is God in a World with So Much Evil?)

Pendahuluan

Salah satu pertanyaan paling mendalam dan sering diajukan dalam diskusi teologis dan filosofis adalah: “Jika Allah itu Mahakuasa dan Mahabaik, mengapa kejahatan dan penderitaan tetap ada di dunia ini?” Pertanyaan ini, yang dalam filsafat disebut sebagai problem of evil (masalah kejahatan), telah memicu perdebatan berabad-abad, dari zaman Agustinus hingga masa kini.

Bagi mereka yang menganut teologi Reformed—yang menjunjung tinggi kedaulatan Allah, total depravity (kerusakan total manusia), dan kasih karunia yang tidak terbendung—pertanyaan ini justru menjadi jendela untuk memahami karakter Allah yang mulia. Artikel ini akan menjelaskan keberadaan Allah di tengah dunia yang penuh kejahatan menurut perspektif Reformed, dengan mengacu pada pandangan para teolog ternama seperti R.C. Sproul, John Piper, Timothy Keller, dan lainnya.

1. Realitas Kejahatan dan Penderitaan: Mengakui Dunia yang Telah Jatuh

Teologi Reformed tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa dunia ini rusak. Kejahatan itu nyata—baik kejahatan moral (seperti pembunuhan, kekerasan, ketidakadilan) maupun kejahatan natural (seperti bencana alam, penyakit, dan kematian).

Menurut Westminster Confession of Faith, dunia ini tidak lagi berada dalam kondisi baik seperti saat penciptaan. Dosa Adam membawa kerusakan menyeluruh terhadap ciptaan (Roma 5:12). John Calvin menyebutnya sebagai "the total corruption of the nature of man". Dengan kata lain, sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, seluruh ciptaan “mengeluh” (Roma 8:22).

R.C. Sproul berkata, “Kejahatan bukanlah bukti ketidakhadiran Allah, melainkan bukti bahwa dunia ini membutuhkan penebusan.”

2. Kedaulatan Allah: Allah Tidak Pernah Kehilangan Kendali

Teologi Reformed menekankan kedaulatan Allah secara absolut. Tidak ada satu molekul pun di alam semesta ini yang bergerak di luar kehendak Allah (Kolose 1:16-17). Ini termasuk keberadaan kejahatan dan penderitaan.

John Piper menjelaskan: “Allah tidak hanya mengizinkan penderitaan, Dia mengarahkan dan menggunakannya untuk tujuan-Nya yang baik, bahkan jika kita tidak bisa melihatnya sekarang.”

Dalam kisah Yusuf (Kejadian 50:20), kita melihat pernyataan yang luar biasa: “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan.” Di sini, dua kehendak bekerja bersamaan—manusia bermaksud jahat, tetapi Allah punya maksud yang baik melalui peristiwa itu. Ini dikenal sebagai teologi dua tangan Allah: tangan kedaulatan dan tangan kebijaksanaan.

3. Kejahatan Tidak Menunjukkan Kelemahan Allah, Tapi Keterlibatan-Nya dalam Rencana Penebusan

Allah tidak menciptakan kejahatan, tetapi Ia mengizinkan keberadaannya untuk rencana penebusan yang lebih besar. Dalam teologi Reformed, Allah menggunakan bahkan alat yang tampaknya jahat untuk menghasilkan kemuliaan-Nya.

Contohnya adalah salib Kristus—peristiwa paling keji dalam sejarah manusia, tetapi juga menjadi sarana keselamatan bagi umat manusia. Petrus berkata bahwa Yesus “diserahkan menurut maksud dan rencana Allah” (Kisah Para Rasul 2:23).

Tim Keller menulis, “Jika kita percaya bahwa Allah cukup besar untuk kita kecewakan karena penderitaan, maka kita juga harus percaya bahwa Dia cukup besar untuk punya alasan yang kita tidak bisa pahami.”

4. Kasih Karunia Allah dalam Penderitaan

Meskipun Allah Mahakuasa dan berdaulat, Ia juga penuh kasih karunia. Di tengah penderitaan, Ia tidak tinggal diam. Dalam Kristus, Allah merasakan penderitaan manusia—“Seorang yang turut merasakan kelemahan-kelemahan kita” (Ibrani 4:15). Ini adalah jawaban unik Kekristenan terhadap penderitaan: Allah turun tangan dan menderita bersama manusia.

R.C. Sproul mengatakan, “Allah tidak berdiri jauh dari penderitaan; di dalam Yesus, Dia masuk ke dalam penderitaan itu dan mengubah maknanya.”

5. Kejahatan Adalah Panggilan untuk Pertobatan dan Pengharapan

Dalam Injil Lukas 13:1-5, ketika orang bertanya kepada Yesus tentang penderitaan dan kematian yang menimpa orang lain, Yesus tidak memberi penjelasan filosofis, melainkan menyerukan pertobatan: “Jika kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa dengan cara yang sama.”

Teologi Reformed mengingatkan bahwa penderitaan di dunia bukan hanya “misteri,” tetapi juga alarm rohani yang memanggil manusia kembali kepada Allah. Ini bukan berarti semua penderitaan adalah hukuman langsung, tetapi dunia yang rusak menunjukkan betapa kita membutuhkan pemulihan dalam Kristus.

6. Penghiburan dalam Janji Pemulihan Eskatologis

Salah satu kekuatan utama dalam pandangan Reformed adalah pengharapan eskatologis. Dunia ini tidak akan seperti ini selamanya. Akan tiba waktunya di mana Allah akan menghapus segala air mata, dan tidak akan ada lagi maut, dukacita, tangisan, atau sakit penyakit (Wahyu 21:4).

John Frame, teolog Reformed kontemporer, menyatakan: “Dalam pemerintahan Allah yang bijak, kejahatan hanyalah sementara. Tujuan akhirnya adalah kemuliaan yang tak terbandingkan bagi umat-Nya.”

Pengharapan ini bukanlah pelarian, melainkan kekuatan untuk bertahan. Karena Allah telah menjanjikan bahwa penderitaan sekarang hanyalah “penderitaan ringan yang sifatnya sementara dan menghasilkan kemuliaan kekal” (2 Korintus 4:17).

7. Apakah Allah Tidak Adil Jika Mengizinkan Kejahatan?

Pertanyaan tentang keadilan Allah sering muncul. Dalam Roma 9, Rasul Paulus menjawab dengan tegas bahwa Allah adalah pembentuk tanah liat, dan kita tidak bisa mempertanyakan hak-Nya dalam menentukan tujuan segala sesuatu. Dalam ayat 14, Paulus menulis: “Apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Sekali-kali tidak!”

Pandangan Reformed menekankan bahwa Allah tidak berutang kebaikan pada siapa pun. Jika Ia memilih untuk menunjukkan belas kasihan, itu adalah karena kasih karunia, bukan kewajiban. Kejahatan bukanlah bukti ketidakadilan Allah, tetapi kesempatan bagi kasih karunia-Nya untuk bersinar lebih terang.

8. Peran Gereja: Menjadi Saksi dan Pembawa Harapan di Dunia yang Rusak

Teologi Reformed tidak berhenti pada perenungan intelektual tentang penderitaan. Panggilan Gereja adalah menjadi terang dan garam dunia (Matius 5:13-14). Dalam dunia yang penuh penderitaan, gereja dipanggil untuk:

  • Menghibur mereka yang berduka (2 Korintus 1:3-4),

  • Memberi makan yang lapar, merawat yang sakit, dan menyambut orang asing (Matius 25:35-40),

  • Memberitakan Injil yang membawa pengharapan (Roma 10:14-15).

Abraham Kuyper menekankan pentingnya kehadiran Kristen dalam setiap bidang kehidupan, karena “Tidak ada satu inci pun dalam seluruh wilayah keberadaan manusia yang tidak dikatakan Kristus, ‘Itu milik-Ku!’”

9. Antara Misteri dan Iman: Menyerahkan Jawaban yang Tak Terpahami

Sebagian dari penderitaan memang tetap menjadi misteri. Tetapi dalam iman Reformed, misteri bukanlah musuh, melainkan undangan untuk percaya lebih dalam kepada Allah yang tak terbatas.

Cornelius Van Til, seorang apologet Reformed, menulis bahwa misteri dalam kehendak Allah adalah “pintu masuk bagi penyembahan, bukan alasan untuk menolak-Nya.”

Iman bukan berarti menolak berpikir, tapi berserah pada pengetahuan bahwa pemikiran kita terbatas (Yesaya 55:8-9). Allah tidak memanggil kita untuk memahami semua hal sekarang, tetapi untuk percaya pada-Nya yang mengetahui segalanya.

Kesimpulan: Di Mana Allah di Tengah Kejahatan? Dia Sedang Bekerja untuk Kemuliaan-Nya dan Kebaikan Umat-Nya

Dunia ini memang penuh kejahatan dan penderitaan. Tapi Allah tidak absen. Dalam pandangan Reformed, Allah hadir, berdaulat, penuh kasih, dan bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Kejahatan bukan tanda ketidakhadiran Allah, tetapi panggilan untuk bertobat, percaya, dan berharap kepada-Nya.

Sebagaimana John Piper menyimpulkan: “Allah begitu berdaulat sehingga Ia bahkan memakai salib sebagai alat untuk membawa kehidupan. Jika Ia bisa melakukan itu dengan salib, Ia juga bisa memakai penderitaanmu.”

Penutup

Allah tidak menjanjikan dunia tanpa air mata, tetapi Ia menjanjikan bahwa suatu hari semua air mata akan dihapus. Percayalah bahwa meski kita tidak bisa memahami semua alasan keberadaan kejahatan, kita bisa mengenal Allah yang mengatasi segalanya, dan yang telah memberikan jawaban paling radikal atas kejahatan: Salib Yesus Kristus.

Next Post Previous Post