Memandang Salib dengan Iman (Galatia 6:14)

  • Doa Penutup
  • Memandang Salib dengan Iman (Galatia 6:14)

    “Semoga aku tidak pernah memegahkan diri kecuali dalam salib Tuhan kita, Yesus Kristus. Melalui salib-Nya, dunia sudah disalibkan untuk aku, dan aku untuk dunia.”
    Galatia 6:14 (AYT)

    Pendahuluan: Salib Sebagai Paradoks Kemuliaan

    Dalam dunia kuno, salib merupakan simbol kehinaan dan kutukan. Namun, bagi Paulus, salib justru menjadi pusat kemuliaan Injil. Ayat ini menjadi kesimpulan dari seluruh argumentasi dalam surat Galatia: sebuah deklarasi bahwa hanya melalui salib Kristus seseorang dibenarkan, dihidupkan, dan dipisahkan dari dunia. Dalam tulisan ini, kita akan menelusuri bagaimana para teolog Reformed memahami ayat ini, dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan Kristen.

    I. Latar Belakang Konteks Galatia 6:14

    Surat Galatia ditulis oleh Rasul Paulus untuk menanggapi pengaruh ajaran sesat dari para Yudaisme-Kristen yang mendesak agar orang percaya non-Yahudi disunat dan mematuhi hukum Musa untuk keselamatan. Paulus menekankan bahwa keselamatan hanya melalui iman kepada Kristus, bukan perbuatan hukum.

    Pasal 6 sendiri adalah bagian penutup, berisi seruan Paulus kepada jemaat untuk hidup dalam Roh, tidak menyerah pada kesombongan, dan terus menabur dalam kebaikan. Ayat 14 muncul sebagai klimaks dari seluruh surat: satu-satunya kebanggaan seorang Kristen bukanlah dalam perbuatan atau tanda lahiriah, melainkan dalam salib Kristus.

    II. Eksposisi Ayat: “Semoga aku tidak pernah memegahkan diri…”

    1. “Tidak pernah memegahkan diri kecuali…” – Sebuah Penyangkalan Radikal

    Teolog Reformed seperti John Stott menyatakan bahwa bagian ini adalah “pengakuan iman pribadi Paulus”. Ia menolak segala bentuk kebanggaan manusia yang bersumber dari hukum Taurat, silsilah, atau pencapaian moral. Dalam kerangka Reformasi, ini adalah ekspresi dari doktrin sola gratia dan sola fide.

    John Calvin menulis dalam komentarnya:

    “Tidak ada tempat untuk membanggakan diri selain dalam salib Kristus, karena di situlah kasih karunia Allah dinyatakan secara penuh… dan manusia dihapuskan dari segala klaim akan pembenaran dirinya.”

    Paulus menolak segala bentuk rohani yang narsistik, yakni kebanggaan dalam melakukan hukum, dan menggantinya dengan salib—simbol kekalahan namun penuh kemenangan.

    2. “Dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus…” – Salib sebagai Fokus Teologi

    Dalam teologi Reformed, salib Kristus adalah pusat dari penebusan dan rekonsiliasi. Bukan sekadar alat penghukuman, tapi altar pengorbanan Anak Allah.

    R.C. Sproul menekankan:

    “Salib adalah tempat di mana keadilan dan kasih Allah bertemu. Kita melihat keadilan Allah terhadap dosa, dan kasih-Nya dalam memberikan Putra-Nya sebagai tebusan.”

    Salib adalah titik balik sejarah dunia—di sanalah murka Allah terhadap dosa dipuaskan, dan belas kasih-Nya dinyatakan bagi umat pilihan-Nya.

    3. “Melalui salib-Nya, dunia sudah disalibkan untuk aku…”

    Ini bukan sekadar retorika puitis. Paulus sedang menyatakan suatu realitas rohani: dunia dan semua sistem nilainya telah mati bagi dia, dan sebaliknya, ia pun mati bagi dunia. Dunia tidak lagi memiliki kuasa atau daya tarik baginya.

    Martyn Lloyd-Jones menguraikan:

    “Menjadi orang Kristen berarti kamu telah disalibkan bersama Kristus. Kamu tidak lagi menjadi bagian dari sistem dunia yang jahat ini. Kamu telah keluar dari kegelapan kepada terang.”

    Ini adalah pengudusan—suatu pemisahan dari dunia untuk Allah. Hidup Kristen adalah hidup yang terus menerus berbalik dari dunia dan mendekat kepada salib.

    4. “Aku untuk dunia…” – Dimensi Identitas Baru

    Bagi Paulus, identitasnya telah berubah secara radikal. Ia tidak lagi milik dunia, tetapi milik Kristus. Dalam pandangan Reformed, ini adalah union with Christ—persatuan dengan Kristus. Kita telah mati bersama-Nya, dikubur bersama-Nya, dan dibangkitkan bersama-Nya.

    Michael Horton menyebutkan:

    “Ketika kita percaya kepada Kristus, kita menjadi bagian dari kehidupan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Itu bukan sekadar metafora; itu adalah realitas rohani yang menentukan siapa kita.”

    III. Implikasi Teologis dan Praktis

    1. Kebanggaan Sejati Ada pada Salib

    Di tengah dunia yang memuliakan kesuksesan, kecantikan, dan kekuatan, Paulus mengajarkan bahwa kebanggaan orang percaya hanya boleh tertuju pada Kristus yang disalibkan. Dalam salib, kita melihat identitas dan harapan kita.

    “Karena orang Yahudi menghendaki tanda, dan orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan…”
    (1 Korintus 1:22-23)

    2. Salib Membunuh Kedagingan dan Dunia

    Salib bukan hanya tempat pengampunan dosa, tapi juga tempat pematian manusia lama. Salib menyatakan bahwa dunia ini, dengan segala sistemnya yang menentang Allah, telah dihakimi.

    “Kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita dibatalkan.” (Roma 6:6)

    3. Salib Menyediakan Jalan Hidup Baru

    Kematian bagi dunia berarti hidup bagi Allah. Salib membawa kita pada transformasi. Kita tidak lagi hidup bagi diri sendiri, tetapi bagi Kristus.

    IV. Perspektif Para Teolog Reformed Lain

    A. Charles Hodge

    Dalam komentarnya, ia menulis bahwa salib adalah pusat dari seluruh sistem teologi Kristen. Tanpa salib, tidak ada pengampunan, tidak ada pembenaran, tidak ada pengharapan.

    B. Herman Bavinck

    Bavinck melihat salib sebagai puncak dari wahyu Allah. Dalam Reformed Dogmatics, ia menyatakan bahwa di salib Allah menunjukkan kemuliaan-Nya secara tertinggi, yaitu dalam kasih yang mengorbankan diri.

    C. Francis Schaeffer

    Schaeffer menggarisbawahi relevansi salib dalam kehidupan sehari-hari. Ia berkata bahwa salib memberikan jawaban bagi rasa bersalah manusia, dan memberikan dasar untuk hubungan yang dipulihkan—baik dengan Allah maupun sesama.

    V. Aplikasi Praktis: Memandang Salib dengan Iman Hari Ini

    1. Iman yang Bersandar Penuh pada Kristus

    Kita dipanggil untuk hidup bukan berdasarkan pencapaian rohani, tetapi hanya bersandar pada apa yang Kristus telah lakukan.

    2. Hidup yang Berpusat pada Injil

    Salib bukan hanya untuk hari kita diselamatkan, tetapi menjadi dasar kehidupan setiap hari. Kita memikul salib, mengikuti Kristus, dan mematikan keinginan daging.

    3. Pelayanan yang Menyuarakan Salib

    Gereja masa kini sering tergoda untuk menyampaikan pesan yang nyaman, tetapi kita dipanggil untuk mengabarkan Kristus yang disalibkan, meskipun dianggap bodoh oleh dunia.

    VI. Kesimpulan: Salib, Pusat Iman dan Kehidupan

    Galatia 6:14 bukan sekadar ayat penutup dari surat Paulus, tetapi deklarasi kehidupan Kristen yang sejati. Melalui salib, kita dipisahkan dari dunia, dan dunia tidak lagi memiliki kuasa atas kita. Salib bukan hanya simbol, tetapi kekuatan Allah yang menyelamatkan.

    Dalam semangat Reformasi, kita bergantung hanya pada kasih karunia, hanya pada iman, dan hanya kepada Kristus. Dan dalam salib-Nya, kita memegahkan diri, bukan karena kita layak, tetapi karena kasih yang tak terukur.

    Doa Penutup

    Tuhan, ajar kami untuk memandang salib-Mu dengan iman. Hancurkan setiap kebanggaan kami yang bersumber dari dunia dan gantikan dengan sukacita dalam pengorbanan-Mu. Jadikan salib sebagai pusat kehidupan kami setiap hari. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.

    Next Post Previous Post