Arti Sukacita Menurut Iman Kristen
.jpg)
Refleksi Teologi Reformed tentang Sumber, Sifat, dan Tujuan Sukacita Sejati
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!”
— Filipi 4:4 (TB)
Pendahuluan: Sukacita yang Lebih dari Perasaan
Dalam dunia modern yang memburu kebahagiaan instan, konsep sukacita sering disamakan dengan perasaan senang, kondisi tanpa masalah, atau pencapaian hidup. Namun, iman Kristen—terutama dalam kerangka teologi Reformed—mengajarkan bahwa sukacita sejati bukanlah hasil dari keadaan luar, melainkan buah dari relasi yang benar dengan Allah.
Artikel ini akan membahas makna sukacita menurut iman Kristen dari sudut pandang teolog-teolog Reformed seperti John Calvin, Jonathan Edwards, John Piper, R.C. Sproul, Herman Bavinck, dan Sinclair Ferguson, serta merinci bagaimana sukacita sejati terbentuk, bertumbuh, dan dimanifestasikan dalam hidup umat Allah.
I. Sukacita dalam Alkitab: Lebih dari Sekadar Emosi
A. Sukacita dalam Perjanjian Lama dan Baru
Dalam bahasa Ibrani, kata "sukacita" sering diterjemahkan dari simchah, sason, atau gil. Dalam Perjanjian Baru, digunakan kata chara (χαρά). Sukacita bukan hanya reaksi terhadap berkat Allah, tetapi respons iman terhadap kehadiran-Nya.
Contohnya, dalam Habakuk 3:17–18, nabi menyatakan sukacitanya meskipun hasil panen gagal dan ternak tidak ada. Ini menunjukkan bahwa sukacita Kristen tidak tergantung pada situasi, tapi berakar pada pengenalan akan Allah.
B. Sukacita Sebagai Buah Roh
Dalam Galatia 5:22, sukacita disebut sebagai salah satu buah Roh Kudus. Ini berarti bahwa sukacita bukan hasil usaha manusia, tetapi hasil karya Roh Kudus dalam hati orang percaya.
II. Sukacita dalam Teologi Reformed
A. John Calvin: Sukacita adalah Hasil dari Iman
Menurut John Calvin, sukacita adalah hasil langsung dari pengharapan akan keselamatan dan kepastian dalam janji Allah. Dalam Institutes of the Christian Religion, Calvin menyatakan bahwa orang Kristen sejati “memiliki damai dan sukacita di hati karena mengetahui bahwa Allah berkenan padanya.”
Sukacita yang sejati lahir dari iman yang teguh akan kebaikan dan kedaulatan Allah, bukan dari pengalaman atau suasana hati.
B. Jonathan Edwards: Sukacita adalah Pemuasan dalam Kemuliaan Allah
Jonathan Edwards, salah satu teolog besar Reformed dari Amerika, melihat sukacita sebagai kenikmatan tertinggi akan Allah sendiri. Dalam tulisannya The End for Which God Created the World, ia menyatakan bahwa tujuan utama manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.
Sukacita tertinggi bukan terletak pada berkat Allah, tetapi pada Pribadi Allah sendiri.
III. Sumber Sukacita Kristen
A. Sukacita dari Pengampunan Dosa
Mazmur 32 dan 51 menunjukkan bahwa sukacita terbesar Daud lahir dari pengampunan dosa. Sukacita Kristen tumbuh dari pemahaman bahwa dosa-dosa kita telah dihapus melalui pengorbanan Yesus Kristus di salib.
R.C. Sproul menyebut pengampunan sebagai “kebebasan terdalam yang memulihkan sukacita sejati.”
B. Sukacita karena Persatuan dengan Kristus
Dalam teologi Reformed, union with Christ (persatuan dengan Kristus) adalah dasar semua berkat rohani—termasuk sukacita. Ketika seseorang disatukan dengan Kristus melalui iman, ia menjadi bagian dari hidup-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya.
Sinclair Ferguson menulis bahwa “tidak ada sukacita sejati di luar Kristus. Semua yang sejati bersumber dari Dia.”
C. Sukacita dalam Roh Kudus
Roma 14:17 menyatakan bahwa kerajaan Allah adalah kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Roh Kudus. Sukacita adalah tanda kehadiran aktif Roh dalam kehidupan orang percaya.
IV. Sukacita Sejati vs Sukacita Dunia
A. Sukacita Dunia: Bersifat Sementara dan Dangkal
Kebahagiaan duniawi tergantung pada keadaan eksternal—uang, status, kesuksesan. Namun semua itu tidak bisa memenuhi jiwa secara permanen.
John Piper, seorang pendeta dan teolog Reformed kontemporer, mengatakan: “Allah paling dimuliakan dalam diri kita ketika kita paling puas di dalam Dia.” Ini berarti bahwa sukacita sejati bukanlah meninggalkan kenikmatan, tapi menemukan kenikmatan terdalam di dalam Allah.
B. Sukacita Kristen: Stabil, Murni, dan Abadi
Sukacita yang berasal dari Kristus tidak goyah oleh penderitaan, dan justru sering muncul paling kuat di tengah kesulitan.
Dalam 2 Korintus 6:10, Paulus menggambarkan hidupnya sebagai "berdukacita namun senantiasa bersukacita", yang menjadi bukti bahwa sukacita Kristen bisa berdampingan dengan penderitaan.
V. Bagaimana Sukacita Bertumbuh dalam Hidup Orang Percaya
A. Melalui Firman Tuhan
Mazmur 119:111 mengatakan, “Perintah-perintah-Mu adalah kegemaranku.” Firman Tuhan adalah sumber penghiburan dan sukacita yang meneguhkan jiwa.
Herman Bavinck menyatakan bahwa “sukacita adalah hasil dari pengenalan akan Allah melalui wahyu-Nya.” Maka, mendalami Alkitab akan memperdalam sukacita rohani.
B. Dalam Doa
Dalam Yohanes 16:24, Yesus berkata, “Mintalah dan kamu akan menerima, supaya sukacitamu menjadi penuh.” Melalui doa, kita tidak hanya menyampaikan permohonan, tapi juga menikmati hadirat Allah.
C. Melalui Persekutuan Kudus
Sukacita seringkali dipulihkan melalui persekutuan dengan saudara seiman. Dalam Kisah Para Rasul 2:46–47, jemaat mula-mula digambarkan sebagai orang-orang yang “bersukacita dan tulus hati.”
VI. Sukacita dalam Penderitaan
A. Penderitaan Sebagai Alat Pemurnian Sukacita
Yakobus 1:2 mengajarkan agar kita “menganggap sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan.” Mengapa? Karena penderitaan menghasilkan ketekunan dan iman yang teruji.
John Owen melihat penderitaan sebagai api penyucian yang membersihkan hati dari kenikmatan dunia, dan mengarahkan kita pada Allah yang menjadi sukacita sejati.
B. Contoh Kristus: Sukacita yang Mendahului Salib
Ibrani 12:2 berkata bahwa “karena sukacita yang disediakan bagi-Nya, Ia menanggung salib.” Kristus sendiri menanggung penderitaan karena Dia melihat sukacita di balik ketaatan-Nya kepada Bapa.
Demikian pula, orang percaya dapat bersukacita karena melihat tujuan kekal dalam penderitaan.
VII. Sukacita sebagai Kesaksian Injil
A. Dunia Membutuhkan Sukacita yang Tidak Goyah
Dalam dunia yang dilanda kekhawatiran, stres, dan nihilisme, sukacita orang Kristen yang tetap ada di tengah kesulitan menjadi kesaksian kuat tentang Injil.
Martyn Lloyd-Jones menyebut sukacita sebagai “salah satu tanda paling penting dari kehidupan yang dipenuhi Roh.”
B. Sukacita Mendorong Penginjilan
Mazmur 51:14 mengatakan, “Kembalikanlah kepadaku sukacita keselamatan-Mu, dan biarlah aku mendukung orang-orang berdosa untuk berbalik kepada-Mu.” Sukacita dalam keselamatan secara alami mendorong kita membagikan kabar baik itu kepada orang lain.
VIII. Tantangan Terhadap Sukacita dan Cara Mengatasinya
A. Dosa yang Belum Diakui
Dosa yang disembunyikan merampas sukacita. Daud berkata, “Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu.” (Mazmur 32:3)
Pengakuan dosa memulihkan relasi dengan Allah dan menghidupkan kembali sukacita yang hilang.
B. Pandangan yang Salah tentang Allah
Jika seseorang melihat Allah sebagai Hakim yang galak dan tidak pernah puas, ia tidak akan mengalami sukacita rohani. Teologi Reformed menekankan bahwa Allah adalah Bapa yang mengasihi anak-anak-Nya, dan sukacita sejati hanya mungkin bila kita mengenal-Nya dengan benar.
Kesimpulan: Sukacita adalah Karunia, Tugas, dan Tujuan
Sukacita dalam iman Kristen bukanlah sekadar emosi, tetapi karunia ilahi yang mengalir dari pengenalan akan Kristus, karya Roh Kudus, dan pengharapan akan kekekalan. Dalam terang teologi Reformed, sukacita adalah:
-
Karunia Allah: Diberikan oleh Roh Kudus.
-
Tugas Iman: Diperjuangkan melalui disiplin rohani.
-
Tujuan Kekal: Kita diciptakan untuk menikmati Allah selama-lamanya.
“Dalam hadirat-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.”
— Mazmur 16:11