Iman yang Taat: Ibrani 11:8
“Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusaka; lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.” — Ibrani 11:8 (TB)
Pendahuluan: Iman Sebagai Tindakan, Bukan Hanya Keyakinan
Ibrani 11 sering disebut sebagai “Hall of Faith” — galeri tokoh-tokoh Alkitab yang hidup oleh iman. Di antara mereka, Abraham menempati posisi istimewa. Ibrani 11:8 menyajikan ringkasan yang sangat padat tentang kualitas iman Abraham: iman yang ditandai dengan ketaatan meski tanpa kepastian manusiawi.
Artikel ini akan menyajikan eksposisi ayat Ibrani 11:8 secara Reformed, menelusuri pengertian teologis dan praktis dari iman yang sejati, dengan menyoroti pengajaran dari teologi Reformed klasik dan kontemporer.
1. “Karena iman Abraham taat...” — Iman yang Menyerah Total
a. Iman dalam Kerangka Reformed
Teologi Reformed mendefinisikan iman sebagai:
-
Pengetahuan (notitia): mengetahui isi Injil
-
Persetujuan (assensus): menyetujui kebenaran Injil
-
Kepercayaan (fiducia): mempercayakan diri sepenuhnya kepada Kristus
Menurut R.C. Sproul, iman bukanlah perasaan buta, tetapi tanggapan rasional terhadap pewahyuan ilahi. Abraham tidak bertindak dalam kebodohan, tetapi dalam penyerahan total kepada firman Allah.
b. Ketaatan sebagai Buah Iman
Ibrani 11:8 tidak mengatakan “karena Abraham takut,” atau “karena ia mencari keuntungan.” Ia taat karena iman. Ketaatan bukan syarat keselamatan, tetapi buah dari iman yang sejati.
John Owen, komentator Ibrani dari tradisi Reformed Puritan, menyatakan:
“Iman sejati selalu diikuti oleh ketaatan aktif — bukan karena dipaksa, tetapi karena percaya kepada Allah yang berjanji.”
2. “...ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri...” — Panggilan yang Memutus Segalanya
a. Allah yang Memanggil
Panggilan Allah kepada Abraham (Kejadian 12:1) adalah panggilan yang bersifat kovenantal dan berdaulat. Ini mencerminkan doktrin panggilan efektif (effectual calling) dalam teologi Reformed — yaitu bahwa Allah tidak hanya mengundang, tapi membuat manusia merespons.
John Calvin menulis:
“Panggilan Abraham adalah model dari semua panggilan yang sejati: Allah memisahkan orang berdosa dari dunia, membawa mereka ke jalan yang tidak mereka kenal, supaya mereka bergantung sepenuhnya pada kehendak-Nya.”
b. Meninggalkan Segalanya
Abraham meninggalkan:
-
Tanah kelahirannya
-
Keluarga besarnya
-
Keamanannya
Itu semua adalah konsekuensi logis dari iman. Iman memanggil kita keluar dari zona nyaman ke dalam perjalanan bersama Allah yang tak selalu jelas.
3. “...yang akan diterimanya menjadi milik pusaka...” — Iman pada Janji yang Belum Genap
a. Warisan yang Dijanjikan
Abraham dijanjikan tanah Kanaan sebagai pusaka (Kej. 12:7). Tapi sepanjang hidupnya, ia tidak pernah memilikinya secara penuh. Namun, ia percaya pada janji Allah, bukan pada kenyataan sekarang.
Ini menggarisbawahi prinsip Reformed tentang iman eskatologis — iman yang melihat ke depan, kepada penggenapan di masa depan.
b. Implikasi Teologis
Menurut Michael Horton, iman Kristen selalu terarah ke masa depan. Kita hidup di “sudah dan belum” (already and not yet). Dalam Kristus, janji telah diberikan; dalam dunia ini, janji itu belum sepenuhnya digenapi.
Tim Keller menambahkan bahwa:
“Iman berarti kamu mempercayai janji Allah walaupun kamu belum melihat pemenuhannya.”
4. “...lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.” — Iman yang Tidak Bergantung pada Peta
a. Ketidakpastian yang Diterima dengan Damai
Abraham tidak tahu secara geografis ke mana ia akan pergi, tapi ia tahu kepada siapa ia pergi. Ini adalah kunci: iman bukan pada peta, tapi pada Pribadi.
John Owen menekankan bahwa:
“Iman bukanlah mengetahui setiap detil dari rencana Allah, tetapi mempercayai bahwa Allah itu setia.”
b. Kontras dengan Logika Dunia
Di dunia yang mengandalkan perencanaan strategis dan prediksi, Abraham menjadi contoh ketaatan kepada Allah yang tak terlihat. Ini juga menegaskan ajaran Reformed tentang kedaulatan Allah — bahwa kita tidak perlu tahu masa depan, karena kita mengenal Pribadi yang memegang masa depan.
5. Perspektif Reformed atas Iman Abraham
a. Doktrin Pemilihan dan Panggilan Efektif
Dalam Kejadian 12, Allah memanggil Abraham, bukan karena Abraham layak, tetapi karena pemilihan anugerah. Ini sesuai dengan doktrin predestinasi dalam Reformed Theology.
R.C. Sproul menjelaskan:
“Panggilan Abraham adalah model dari panggilan ilahi yang tidak berdasarkan jasa manusia, tetapi karena kehendak Allah semata.”
b. Iman sebagai Pekerjaan Roh Kudus
Abraham bisa merespons karena Allah memberi iman kepadanya. Menurut pengakuan iman Westminster, iman adalah karunia Allah, bukan hasil usaha manusia.
6. Aplikasi Teologis dan Pastoral dari Ibrani 11:8
a. Iman yang Taat meski Tidak Tahu
Banyak orang Kristen menunda ketaatan karena menunggu kejelasan. Namun, iman tidak menuntut peta, tapi tuntunan Allah. Abraham menjadi teladan bahwa ketaatan harus mendahului kepastian.
b. Hidup sebagai Pengembara
Seperti Abraham, orang percaya adalah “pendatang dan perantau” (Ibrani 11:13). Dunia ini bukan rumah kita. Teologi Reformed menekankan perspektif kekekalan — bahwa kita mengarah ke Yerusalem baru, bukan dunia sekarang.
7. Kristus sebagai Penggenapan Iman Abraham
a. Kristus: Teladan dan Sumber Iman
Kristus juga meninggalkan kemuliaan surgawi (Filipi 2) untuk datang ke dunia. Sama seperti Abraham pergi karena taat kepada panggilan Allah, Kristus taat sampai mati.
Ibrani 12:2: “Yesus... yang dengan tekun memikul salib...”
b. Dalam Kristus, Kita Menjadi Pewaris Janji
Galatia 3:29: “Dan jika kamu milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji.”
Dalam teologi Reformed, Kristus adalah Penggenap kovenan, dan melalui-Nya, kita menjadi bagian dari janji Abraham.
8. Pandangan Teolog Reformed tentang Iman dan Ketaatan
a. John Calvin
“Iman yang sejati tidak hanya mengetahui dan menyetujui, tetapi menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya, bahkan jika itu berarti berjalan dalam kegelapan.”
b. John Owen
Menekankan bahwa ketaatan Abraham adalah hasil dari keyakinan akan karakter Allah, bukan karena pemahaman penuh akan rencana-Nya.
c. Tim Keller
“Allah sering kali hanya memberi satu langkah, bukan seluruh jalan. Tetapi itu cukup bagi orang yang percaya kepada-Nya.”
9. Kesimpulan: Beriman Seperti Abraham
Ibrani 11:8 menantang orang percaya untuk memiliki iman yang aktif, taat, dan berserah. Dalam dunia modern yang menuntut kejelasan, iman seperti Abraham tampak irasional — namun itulah iman yang menyenangkan hati Allah.
Tiga hal yang bisa kita pelajari dari Ibrani 11:8:
-
Iman sejati menggerakkan tindakan.
-
Iman sejati percaya tanpa tahu seluruh jawabannya.
-
Iman sejati berpegang pada janji, bukan pada kondisi.
“Karena iman Abraham taat...” — Biarlah iman kita pun demikian: taat kepada Allah, meski belum tahu ke mana.”