Kejadian 2:5-6: Mistik, Mandat, dan Musim Anugerah

Teks Alkitabiah (AYT)
Kejadian 2:5-6 (AYT) 5: ketika di bumi belum ada segala semak belukar di ladang dan belum ada tanaman ladang yang tumbuh karena TUHAN Allah belum menurunkan hujan ke bumi, dan belum ada orang yang mengolah tanah itu. 6: Namun, ada kabut yang keluar dari bumi dan membasahi seluruh permukaan bumi.
Pendahuluan: Peta Penciptaan yang Mendalam
Pasal kedua dari kitab Kejadian sering dilihat sebagai narasi kedua mengenai penciptaan, dan dalam Kejadian 2:5-6, kita menemukan petunjuk teologis yang sangat kaya mengenai kondisi awal bumi, tindakan ilahi, dan rencana Allah terhadap manusia. Ayat ini bukan hanya pengantar untuk penciptaan manusia dalam ayat berikutnya, tetapi juga menjadi fondasi bagi pemahaman mendalam tentang relasi antara alam, manusia, dan Allah dalam teologi Reformed.
Struktur Eksposisi Artikel:
-
Konteks Alkitabiah dan Struktur Naratif
-
Eksposisi Teks dan Makna Historis
-
Pandangan Para Teolog Reformed
-
Aplikasi Teologis dan Praktis
-
Kesimpulan: Refleksi atas Penciptaan dan Pemeliharaan
1. Konteks Alkitabiah dan Struktur Naratif
Pasal 1 dari Kejadian memaparkan penciptaan secara berurutan selama enam hari. Dalam pasal 2, fokusnya berpindah dari kronologi ke relasi, dari struktur makrokosmos ke mikrokosmos. Kejadian 2:5-6 menjadi jembatan naratif menuju penciptaan manusia (Kejadian 2:7), tetapi terlebih dahulu mengilustrasikan situasi bumi yang belum disentuh oleh tangan manusia.
Dari sudut pandang teologi naratif, ayat ini merupakan “pra-kondisi” yang menyoroti absennya dua hal:
-
Tidak adanya hujan dari Tuhan.
-
Tidak adanya manusia untuk mengolah tanah.
Namun, kabut muncul sebagai elemen pemeliharaan ilahi—tanda bahwa meskipun belum sempurna, bumi tidak ditinggalkan dalam kekosongan.
2. Eksposisi Teks dan Makna Historis
A. “Belum Ada Segala Semak Belukar” (Ibrani: śîaḥ hassādeh)
Istilah Ibrani śîaḥ berarti “semak-semak” atau “vegetasi liar”. Dalam konteks ini, para penafsir seperti John Calvin menekankan bahwa semak belukar tidak ada karena Allah belum menurunkan hujan. Artinya, pertumbuhan alam tunduk sepenuhnya kepada penyelenggaraan Allah. Calvin menulis dalam Commentary on Genesis:
"Here Moses teaches that not even the smallest plant can sprout without the secret blessing of God."
Dengan kata lain, bahkan hal yang tampak 'alami' seperti tumbuh-tumbuhan tidak terjadi otomatis, melainkan merupakan manifestasi dari kehendak Allah.
B. “Belum Ada Orang yang Mengolah Tanah Itu”
Ini adalah awal dari doktrin yang kemudian dikenal sebagai mandat budaya (cultural mandate). Dalam teologi Reformed, mandat ini adalah panggilan Allah bagi manusia untuk berpartisipasi dalam pembangunan ciptaan.
Cornelius Van Til berpendapat bahwa manusia tidak hanya bertugas menggarap tanah, tetapi juga untuk memaknai ciptaan sebagai bentuk penyembahan kepada Allah. Absennya manusia dalam ayat ini menunjukkan bahwa ciptaan belum memasuki tahap penggenapannya.
C. “Kabut yang Keluar dari Bumi” (Ibrani: ʾēd yəʿaleh min-hāʾāreṣ)
Istilah ini cukup langka dan menimbulkan banyak perdebatan di antara para pakar. Dalam The Genesis Record, Henry Morris (walaupun bukan Reformed ketat) menyebut kabut ini sebagai sistem irigasi ilahi. Namun, John MacArthur dan R.C. Sproul lebih menekankan simbolisme ilahi dalam hal ini—yaitu Allah sudah mulai menopang bumi bahkan sebelum hujan pertama turun.
Poin penting: kabut adalah prakehidupan, bukan kehidupan itu sendiri. Kehidupan sejati dimulai ketika manusia diciptakan dan napas kehidupan ditiupkan oleh Allah (Kej. 2:7).
3. Pandangan Para Teolog Reformed
A. John Calvin
Calvin melihat Kejadian 2:5-6 sebagai penekanan terhadap kedaulatan dan ketergantungan ciptaan kepada Allah. Dalam tafsirannya, ia mencatat bahwa Allah secara sengaja menunda pertumbuhan agar manusia bisa menyadari bahwa segala sesuatu datang dari tangan Tuhan.
“God willed that man should be His co-worker in cultivating the earth, and yet all growth comes from God alone.”
B. Herman Bavinck
Bavinck dalam Reformed Dogmatics menyebut bahwa tanah, tanaman, dan hujan adalah komponen dalam relasi teologis antara Allah dan manusia. Bavinck memperluas makna bahwa "kabut" menjadi representasi dari keterlibatan Allah yang penuh kasih bahkan sebelum hukum alam beroperasi penuh.
C. R.C. Sproul
Sproul mengangkat sisi providensia. Ia mengatakan bahwa hujan tidak turun bukan karena kegagalan sistem alam, tetapi karena penundaan ilahi yang disengaja. Ini menegaskan bahwa tidak ada hal natural yang netral—semua tunduk pada kehendak Allah.
“There is no such thing as ‘Mother Nature.’ There is only the sovereign Lord who rains and withholds rain.”
4. Aplikasi Teologis dan Praktis
A. Ketergantungan Total kepada Allah
Ayat ini mengajarkan bahwa segala sesuatu—bahkan proses yang tampak ‘alami’ seperti pertumbuhan tanaman—bergantung pada kehendak dan pemeliharaan Allah. Dalam konteks modern, ini melawan ide bahwa dunia bekerja secara mekanis dan terpisah dari Tuhan.
B. Panggilan Manusia sebagai Rekan Kerja Allah
Mandat untuk "mengolah tanah" (ay. 5) adalah mandat panggilan kerja. Dalam teologi Reformed, ini adalah bagian dari pelayanan. Bekerja bukan sekadar aktivitas ekonomi, melainkan pelayanan liturgis dalam kehidupan sehari-hari.
C. Kepercayaan kepada Pemeliharaan Ilahi
Kabut yang membasahi tanah menggambarkan cara Allah memelihara meskipun tampaknya tidak ada campur tangan langsung. Ini relevan dalam masa kering spiritual atau masa transisi dalam kehidupan, ketika kita belum melihat "hujan" (jawaban doa), tetapi masih ada "kabut" (pemeliharaan Allah dalam bentuk lain).
5. Kesimpulan: Refleksi atas Penciptaan dan Pemeliharaan
Kejadian 2:5-6 bukan hanya dua ayat pengantar menuju penciptaan manusia. Ayat ini adalah fondasi untuk memahami:
-
Kedaulatan Allah dalam ciptaan
-
Keterlibatan manusia dalam mandat budaya
-
Pemeliharaan ilahi yang konsisten bahkan dalam kesunyian
Dalam teologi Reformed, ini memperkuat iman bahwa:
-
Tidak ada hal yang acak dalam ciptaan.
-
Tuhan adalah pengatur aktif, bukan hanya pencipta pasif.
-
Manusia dipanggil untuk bekerja bukan hanya karena kebutuhan, tetapi karena partisipasi dalam maksud Allah.