Doa Jemaat Mula-Mula: Kisah Para Rasul 4:23-30
Pendahuluan
Kisah Para Rasul 4:23-30 adalah salah satu teks penting dalam Perjanjian Baru yang memperlihatkan respon jemaat mula-mula terhadap ancaman dan penganiayaan. Ayat-ayat ini menggambarkan doa jemaat yang berpusat pada kedaulatan Allah, janji Firman, dan kuasa Roh Kudus. Bagi teologi Reformed, perikop ini menjadi contoh nyata bagaimana iman kepada kedaulatan Allah menguatkan umat di tengah tekanan dunia.
Latar Belakang Kisah Para Rasul 4:23-30
Sebelum bagian ini, Petrus dan Yohanes baru saja dihadapkan kepada Mahkamah Agama (Sanhedrin) karena memberitakan Injil Yesus Kristus dan menyembuhkan seorang lumpuh di Gerbang Indah (Kis. 3). Mereka diancam agar tidak lagi berbicara dalam nama Yesus (Kis. 4:18), namun mereka menolak untuk berhenti memberitakan kebenaran (Kis. 4:19-20).
Setelah dibebaskan, mereka kembali ke komunitas iman dan menceritakan semua yang terjadi. Respon jemaat bukanlah ketakutan atau kompromi, tetapi doa yang berpusat pada kedaulatan Allah.
Menurut John Stott (pakar Alkitab Reformed), perikop ini menunjukkan pola yang sangat khas dari jemaat mula-mula: ketika menghadapi ancaman, mereka tidak mencari jalan keluar manusiawi terlebih dahulu, melainkan langsung mencari Allah melalui doa bersama.
Eksposisi Ayat per Ayat
Kisah Para Rasul 4:23 — Persekutuan yang Menguatkan
"Sesudah dilepaskan, pergilah Petrus dan Yohanes kepada teman-temannya..."
Di sini terlihat pentingnya persekutuan orang percaya dalam menghadapi ancaman iman. Mereka tidak memilih untuk berdiam diri atau bersembunyi, tetapi mencari penguatan dari tubuh Kristus.
Pandangan Reformed:
John Calvin menekankan bahwa Tuhan menetapkan jemaat sebagai “wadah penghiburan” bagi orang percaya. Dalam Commentary on Acts, ia menulis bahwa Petrus dan Yohanes memberikan teladan bagaimana setiap orang percaya harus menyampaikan penderitaan mereka kepada saudara seiman, bukan hanya untuk mengeluh, tetapi untuk bersama-sama mencari Tuhan.
Kisah Para Rasul 4:24 — Doa yang Dimulai dengan Kedaulatan Allah
"Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadikan langit dan bumi..."
Kata "Tuhan" di sini dalam bahasa Yunani adalah Despota, yang berarti “Penguasa Mutlak”. Doa jemaat dimulai bukan dengan keluhan atau permintaan segera, melainkan dengan pengakuan atas kedaulatan dan kuasa Allah sebagai Pencipta.
Pandangan Reformed:
R.C. Sproul menyatakan bahwa doa ini menunjukkan prinsip Reformed klasik: memahami Allah sebagai Raja yang berdaulat atas segala ciptaan adalah dasar ketenangan di tengah penderitaan. Doa yang berpusat pada Allah terlebih dahulu mengubah perspektif kita sebelum kita meminta pertolongan.
Kisah Para Rasul 4:25-26 — Mengaitkan Situasi dengan Firman Tuhan
Jemaat mengutip Mazmur 2:1-2, nubuat Daud tentang perlawanan bangsa-bangsa terhadap Tuhan dan Mesias-Nya.
Makna Teologis:
Mazmur 2 adalah nubuatan Mesianik yang mengungkapkan bahwa semua pemberontakan manusia terhadap Allah adalah sia-sia. Jemaat mula-mula melihat bahwa apa yang mereka alami adalah penggenapan dari Firman Allah.
Pandangan Reformed:
Matthew Henry menulis bahwa ini adalah contoh bagaimana doa yang benar dibangun di atas janji dan kebenaran Firman. Jemaat tidak hanya mengungkapkan perasaan, tetapi menafsirkan realitas berdasarkan Kitab Suci. Inilah inti hermeneutika Reformed: Alkitab menafsirkan peristiwa hidup.
Kisah Para Rasul 4:27-28 — Kedaulatan Allah atas Sejarah Penebusan
Jemaat melihat persekutuan Herodes, Pilatus, bangsa-bangsa, dan orang Yahudi melawan Yesus sebagai bagian dari rencana Allah yang telah ditentukan dari semula.
Pandangan Reformed:
Teologi Reformed menegaskan predestinasi bukan hanya untuk keselamatan, tetapi juga mencakup peristiwa sejarah. Louis Berkhof dalam Systematic Theology menyebut bagian ini sebagai bukti bahwa bahkan kejahatan yang dilakukan manusia berada di bawah kendali Allah, meskipun Allah tidak menjadi penyebab dosa itu. Allah memutarbalikkan niat jahat untuk tujuan penebusan (Kej. 50:20).
Kisah Para Rasul 4:29 — Permintaan untuk Keberanian
Mereka tidak meminta agar ancaman dihapuskan, tetapi agar diberikan keberanian untuk tetap memberitakan Firman.
Pandangan Reformed:
Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa keberanian bukanlah hasil kepribadian, tetapi pekerjaan Roh Kudus dalam hati orang percaya. Doa jemaat mula-mula menegur kita yang sering berdoa untuk kenyamanan, bukan untuk kekuatan dalam menghadapi kesulitan.
Kisah Para Rasul 4:30 — Memohon Tanda dan Mujizat
Jemaat memohon agar Tuhan mengulurkan tangan-Nya untuk menyembuhkan dan melakukan mujizat melalui nama Yesus.
Pandangan Reformed:
Calvin menegaskan bahwa tujuan mujizat di gereja mula-mula adalah untuk menguatkan kesaksian Firman, bukan untuk hiburan atau kemuliaan pribadi. Dalam konteks ini, mujizat menjadi alat konfirmasi Injil.
Poin-Poin Teologis Utama Menurut Teologi Reformed
-
Kedaulatan Allah yang Mutlak — Allah berkuasa atas ciptaan dan sejarah, bahkan atas tindakan jahat manusia.
-
Doa yang Berpusat pada Allah — Fokus pada siapa Allah sebelum menyampaikan permohonan.
-
Penggunaan Firman dalam Doa — Doa yang alkitabiah mengutip dan mengaplikasikan janji Tuhan.
-
Kesatuan Jemaat dalam Penderitaan — Persekutuan iman adalah sarana penguatan.
-
Keberanian sebagai Karunia Roh Kudus — Bukan dari kekuatan manusia.
-
Mujizat sebagai Konfirmasi Injil — Bukan tujuan akhir, tetapi pendukung kesaksian.
Aplikasi Praktis Bagi Gereja Masa Kini
-
Menghadapi Tekanan Dunia dengan Doa Bersama — Gereja harus menanggapi ancaman iman dengan bersatu dalam doa, bukan hanya strategi manusia.
-
Memulai Doa dengan Pujian atas Kedaulatan Allah — Perspektif kita akan berubah ketika memandang Tuhan sebagai Penguasa Mutlak.
-
Mengaitkan Situasi Hidup dengan Firman — Setiap pergumulan harus dilihat melalui lensa Kitab Suci.
-
Berdoa untuk Keberanian, Bukan Kenyamanan — Gereja perlu meminta kekuatan untuk taat, bukan sekadar menghindari penderitaan.
-
Mempahami Mujizat dalam Konteks Injil — Mujizat adalah sarana kesaksian, bukan pusat ibadah.
Kesimpulan
Kisah Para Rasul 4:23-30 adalah teladan emas bagi gereja dalam menghadapi tantangan iman. Jemaat mula-mula tidak gentar karena mereka berakar pada kedaulatan Allah, janji Firman, dan kuasa Roh Kudus. Bagi kita yang hidup di zaman modern, pesan ini tetap relevan: iman yang berpusat pada Allah tidak akan tergoncang oleh ancaman manusia.
Seperti kata Calvin, “Tidak ada penawar yang lebih ampuh terhadap rasa takut selain mengangkat hati kita kepada kedaulatan Allah yang memerintah segala sesuatu.”