Gereja dan Tata Pemerintahannya

Pendahuluan: Gereja Sebagai Institusi Ilahi
Gereja bukanlah hasil ciptaan manusia, melainkan karya Allah yang kekal. Gereja bukan sekadar organisasi religius, tetapi organisme rohani yang hidup — tubuh Kristus di dunia ini (Efesus 1:22–23). John Calvin menulis dalam Institutes of the Christian Religion bahwa Gereja adalah ibu yang melahirkan dan memelihara iman anak-anak Allah, sebab di dalamnya firman diberitakan dan sakramen dilayankan. Maka, berbicara tentang Gereja berarti berbicara tentang karya penebusan Kristus yang diwujudkan secara nyata dalam sejarah.
Namun, seperti tubuh yang hidup membutuhkan tatanan yang sehat, demikian pula Gereja memerlukan tata pemerintahan yang kudus dan tertib. Allah bukanlah Allah kekacauan, tetapi Allah yang membawa segala sesuatu kepada keteraturan (1 Korintus 14:33). Oleh sebab itu, polity atau tata pemerintahan Gereja bukan sekadar urusan administrasi, melainkan bagian dari rencana ilahi untuk memelihara kemurnian pengajaran dan kekudusan umat.
1. Dasar Ilahi Tata Gereja
Tata Gereja bukan hasil ciptaan sinode atau keputusan denominasi, tetapi memiliki dasar dalam Firman Tuhan. Rasul Paulus berkata dalam 1 Timotius 3:15,
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup dalam rumah Allah, yaitu jemaat dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.”
Dari ayat ini, ada dua prinsip penting:
-
Gereja adalah rumah Allah.
Gereja bukan milik pendeta, penatua, atau sinode, melainkan milik Allah sendiri. Dialah yang menetapkan tatanannya. -
Gereja adalah tiang dan dasar kebenaran.
Artinya, Gereja harus berdiri teguh dalam pengajaran yang benar, dan untuk itu ia memerlukan struktur rohani yang mendukung fungsi tersebut.
John Owen menekankan bahwa Kristus adalah Kepala tunggal Gereja, dan segala bentuk pemerintahan gereja harus tunduk kepada otoritas Kristus sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci. Semua jabatan dan wewenang gerejawi hanyalah representasi pelayanan dari Kristus sendiri. Ia berkata:
“Tidak ada otoritas di dalam Gereja kecuali yang diberikan oleh Kristus; dan tidak ada jabatan yang sah kecuali yang diatur oleh Firman-Nya.”
— John Owen, The True Nature of a Gospel Church
2. Kristus Kepala Gereja
Efesus 1:22–23 menegaskan:
“Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada.”
Dalam teologi Reformed, kepemimpinan Kristus atas Gereja bersifat mediatorial dan spiritual. Ia memerintah bukan dengan pedang politik, melainkan melalui Roh Kudus, Firman, dan pelayanan jabatan yang ditetapkan-Nya.
Louis Berkhof dalam Systematic Theology menjelaskan bahwa pemerintahan Kristus atas Gereja memiliki dua bentuk:
-
Pemerintahan yang langsung — melalui Firman dan Roh Kudus yang bekerja dalam hati umat-Nya.
-
Pemerintahan yang mediatif — melalui pejabat-pejabat Gereja (penatua, pengajar, diaken) yang dipilih dan diurapi untuk melayani tubuh Kristus.
Dengan demikian, setiap bentuk kepemimpinan gerejawi bukanlah untuk meninggikan manusia, tetapi untuk menyalurkan otoritas Kristus bagi pertumbuhan dan kesucian umat.
3. Struktur Jabatan Gerejawi Menurut Alkitab
Dalam Perjanjian Baru, kita menemukan tiga jabatan utama dalam Gereja mula-mula:
a. Penatua (Presbyteros/Episkopos)
Jabatan ini mencakup dua fungsi utama: mengajar dan memerintah.
Paulus berkata dalam 1 Timotius 5:17:
“Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama mereka yang dengan jerih payah berkhotbah dan mengajar.”
Dalam pandangan Reformed, jabatan penatua dibagi menjadi dua:
-
Penatua pengajar (teaching elder/pastor) — yang bertugas memberitakan Firman dan memelihara doktrin.
-
Penatua pemerintahan (ruling elder) — yang memimpin, menasehati, dan menjaga disiplin jemaat.
Charles Hodge menulis:
“Para penatua adalah wakil Kristus dalam jemaat lokal. Mereka tidak berkuasa untuk memerintah dengan kehendak sendiri, melainkan untuk menegakkan kehendak Kristus sebagaimana dinyatakan dalam Firman.”
— Hodge, Systematic Theology
b. Diaken (Diakonos)
Tugas utama diaken adalah melayani dalam hal-hal praktis dan kasih, mengatur bantuan bagi yang membutuhkan, sebagaimana dicontohkan dalam Kisah Para Rasul 6:1–6.
Calvin menekankan bahwa jabatan diaken bukan sekadar sosial, tetapi spiritual — karena kasih kepada yang miskin adalah bentuk pelayanan kepada Kristus sendiri (Matius 25:40).
c. Penginjil dan Gembala
Efesus 4:11 berkata:
“Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar.”
Jabatan ini berkaitan langsung dengan pelayanan Firman dan penggembalaan rohani.
B.B. Warfield menulis:
“Pusat dari setiap bentuk pemerintahan gereja yang sehat adalah pelayanan Firman. Gereja hidup oleh Firman, dan mati ketika Firman dikaburkan.”
4. Prinsip Pemerintahan Gereja Menurut Reformed Polity
Dalam sejarah teologi Reformed, berkembang bentuk pemerintahan gereja yang disebut Presbiterial-Sinodal, yaitu pemerintahan oleh perwakilan rohani (penatua dan pendeta) di bawah otoritas Kristus. Sistem ini berbeda dengan:
-
Episkopal (hierarkis) seperti dalam Katolik dan Anglikan.
-
Kongregasional yang menekankan otonomi jemaat lokal.
Reformed melihat bahwa bentuk Presbiterial mencerminkan prinsip-prinsip Kitab Suci:
-
Kepemimpinan kolegial — tidak ada satu orang yang memerintah Gereja, melainkan majelis penatua bersama-sama di bawah Kristus.
-
Persekutuan antar-gereja — jemaat-jemaat lokal saling terikat dalam kesatuan doktrin dan disiplin (sinode/klasis).
-
Otoritas Firman di atas tradisi manusia — keputusan sinode harus tunduk kepada Kitab Suci.
John Calvin menulis:
“Gereja tidak akan bertahan satu hari pun tanpa tatanan rohani. Sebab di dalam tatanan itu, Allah menjaga agar Firman-Nya tidak disalahgunakan, sakramen tidak dinodai, dan disiplin tidak diabaikan.”
— Institutes, IV.3.1
5. Tujuan dari Tata Pemerintahan Gereja
Mengapa Gereja perlu tata pemerintahan?
Efesus 4:12 menjawab:
“Untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
Ada tiga tujuan utama tata gereja menurut teologi Reformed:
a. Pemeliharaan Kemurnian Doktrin
Tanpa struktur pengawasan, pengajaran mudah disesatkan. Oleh sebab itu, tugas penatua dan pengajar adalah menegakkan kebenaran.
Titus 1:9 menegaskan:
“Ia harus berpegang pada perkataan yang benar yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan menegur mereka yang menentangnya.”
b. Pemeliharaan Disiplin Rohani
Disiplin gereja bukan tindakan menghukum, tetapi sarana kasih untuk memulihkan yang jatuh. Calvin menyebutnya “urat nadi Gereja.”
Tanpa disiplin, Gereja menjadi tubuh tanpa tulang. Tujuan disiplin adalah:
-
menjaga kesucian Gereja,
-
memperingatkan orang berdosa,
-
dan memuliakan Kristus yang kudus.
c. Pembangunan Tubuh Kristus
Pemerintahan gereja yang sehat memungkinkan seluruh anggota bertumbuh dalam kasih dan pelayanan.
Efesus 4:16 berkata:
“Dari pada-Nya seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”
6. Tantangan Gereja Masa Kini
Dalam zaman modern ini, Gereja menghadapi tantangan besar: individualisme, pragmatisme, dan otonomi manusia. Banyak gereja lebih berfungsi sebagai lembaga sosial atau perusahaan rohani daripada tubuh Kristus yang tunduk kepada otoritas Firman.
-
Individualisme — banyak jemaat tidak mau tunduk pada otoritas rohani, mereka hanya ingin beriman “secara pribadi” tanpa keterikatan gereja.
Padahal Ibrani 13:17 menegaskan:“Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, sebab mereka berjaga-jaga atas jiwamu.”
-
Pragmatisme — gereja modern sering lebih mengutamakan keberhasilan kuantitatif daripada kesetiaan teologis. Struktur gereja disusun seperti perusahaan, bukan tubuh rohani.
-
Otonomi denominasi — banyak gereja terpecah bukan karena doktrin, melainkan karena perebutan kuasa dalam organisasi.
Ini bertentangan dengan doa Kristus dalam Yohanes 17:21 agar Gereja menjadi satu.
Charles Hodge memperingatkan:
“Ketika Gereja menggantikan otoritas Kristus dengan kehendak manusia, maka ia bukan lagi Gereja, melainkan kumpulan agama buatan.”
— Systematic Theology, Vol. 3
7. Penerapan Pastoral: Gereja Sebagai Tubuh yang Hidup
Saudara-saudara, tata gereja yang alkitabiah bukan untuk membebani, melainkan untuk memelihara kehidupan rohani umat.
Beberapa penerapan praktis:
a. Tunduk dengan sukacita pada kepemimpinan rohani
Kita menghormati penatua dan gembala bukan karena mereka sempurna, tetapi karena Allah memakai mereka untuk menjaga kita dalam kebenaran.
Ibrani 13:7 berkata:
“Ingatlah akan pemimpin-pemimpinmu yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu. Perhatikanlah akhir hidup mereka dan contohlah iman mereka.”
b. Setia dalam persekutuan dan pelayanan
Tata gereja berfungsi ketika setiap anggota melayani sesuai panggilan.
1 Korintus 12:12 menegaskan bahwa tubuh Kristus terdiri dari banyak anggota, masing-masing dengan fungsi yang berbeda, tetapi satu dalam Roh yang sama.
c. Mendukung disiplin rohani
Disiplin gereja adalah bentuk kasih Allah bagi umat-Nya. Ketika dosa tidak ditegur, kasih sejati telah hilang.
Gereja yang menegakkan disiplin dengan rendah hati menunjukkan bahwa ia mengasihi kekudusan Allah lebih dari kenyamanan manusia.
d. Berdoa bagi para pemimpin gereja
Paulus sendiri memohon doa jemaat (Efesus 6:19). Gembala dan penatua juga manusia lemah, mereka perlu ditopang oleh doa agar tidak jatuh dan tetap setia dalam pelayanan.
8. Gereja Sebagai Bayangan Kerajaan Allah
Pemerintahan gereja hanyalah cerminan dari pemerintahan Kristus di surga.
Ketika Gereja hidup dalam ketaatan terhadap tatanan ilahi, dunia dapat melihat gambaran kecil dari Kerajaan Allah — tempat di mana Kristus memerintah dengan kasih, kebenaran, dan damai sejahtera.
John Calvin berkata:
“Tidak ada tanda yang lebih pasti bahwa Allah hadir di tengah kita selain ketika Gereja diatur dengan tertib dan Firman-Nya ditaati.”
— Institutes IV.1.9
Tata gereja yang kudus bukanlah tujuan akhir, melainkan sarana menuju kesatuan dengan Kristus. Semua bentuk pelayanan, jabatan, dan otoritas harus mengarah kepada satu hal:
Kemuliaan Allah melalui Kristus dalam Gereja (Efesus 3:21).
Kesimpulan: Gereja yang Diperintah oleh Kristus
Gereja bukan milik kita. Ia adalah milik Kristus, yang menebusnya dengan darah-Nya yang mahal.
Ia bukan hanya Kepala Gereja secara simbolis, tetapi Pemerintah yang hidup, yang menuntun umat-Nya melalui Firman, Roh, dan para pelayan yang ditetapkan-Nya.
Oleh sebab itu:
-
Marilah kita menghormati tatanan yang Allah tetapkan.
-
Marilah kita hidup sebagai umat yang taat dan tertib di rumah Allah.
-
Marilah kita memelihara kesatuan dalam kasih dan kebenaran.
Sebab pada akhirnya, pemerintahan Gereja yang sejati bukan tentang struktur manusia, melainkan tentang penyerahan diri kepada pemerintahan Kristus.
“Bagi Dialah kemuliaan di dalam jemaat dan di dalam Kristus Yesus turun-temurun sampai selama-lamanya.”
— Efesus 3:21