Kejadian 6:6–7 - Kesedihan Allah atas Dosa Manusia

Kejadian 6:6–7 - Kesedihan Allah atas Dosa Manusia

PENDAHULUAN: AYAT YANG SULIT, TETAPI PENTING

Kejadian 6:6–7 sering dianggap sebagai salah satu bagian paling sulit dalam Alkitab. Ayat ini menyatakan bahwa Tuhan menyesal, Tuhan berdukacita, dan Tuhan memutuskan untuk memusnahkan manusia.

Pertanyaannya:

  • Apakah Allah bisa menyesal?

  • Apakah Allah berubah pikiran?

  • Apakah Allah dipengaruhi tindakan manusia?

Teolog Reformed seperti John Calvin, John Owen, Louis Berkhof, R.C. Sproul, dan Herman Bavinck memberikan penjelasan yang kaya dan mendalam. Ayat ini bukan menunjukkan kelemahan Allah, tetapi memperlihatkan:

  • kedalaman kekudusan Allah,

  • keseriusan dosa manusia,

  • kebesaran anugerah, dan

  • misteri relasi Allah dengan ciptaan-Nya.

Mari kita selami ayat ini secara ekspositori, berdasarkan terang teologi Reformed.

I. KONTEKS DOSA MANUSIA YANG SEMAKIN RADIKAL (Kejadian 6:1–5)

Sebelum ayat 6–7, Alkitab mencatat bahwa kejahatan manusia:

  • besar di bumi

  • setiap kecenderungan hatinya selalu jahat

  • terus-menerus

John Calvin menyebut kondisi ini sebagai:

“Kerusakan total yang menjadi bukti nyata dari doktrin total depravity.”

Dengan kata lain, kondisi manusia sebelum air bah adalah puncak dari:

  • pemberontakan moral,

  • kekerasan sosial,

  • penyembahan ilah lain,

  • seksualitas yang rusak,

  • keangkuhan manusia.

Kejahatan merajalela bukan hanya dalam perbuatan, tetapi dalam niat dan kecenderungan hati.

Inilah latar belakang yang menjelaskan mengapa ayat 6–7 muncul.

II. “TUHAN MENYESAL” — APA ARTINYA? (Eksposisi Kejadian 6:6)

Frasa “Tuhan menyesal” (Ibrani: נָחָם – naḥam) tidak berarti:

  • Allah berubah pikiran seperti manusia,

  • Allah membuat kesalahan,

  • Allah tidak tahu masa depan.

Teolog Reformed menegaskan bahwa Allah immutabel (tidak berubah).

1. John Calvin: Bahasa ini adalah “akomodasi ilahi”

Calvin menegaskan:

“Alkitab sering menggunakan bahasa manusia untuk menjelaskan tindakan Allah, bukan untuk menunjukkan perubahan dalam diri Allah, tetapi untuk membuat kita mengerti keseriusan dosa.”

“Tuhan menyesal” berarti:

  • Allah menyatakan ketidaksukaan-Nya

  • Allah menunjukkan respons moral terhadap dosa

  • Allah menyatakan ketetapan-Nya yang kekal dalam bentuk tindakan temporal

Allah tidak berubah, tetapi relasi-Nya kepada manusia berdosa berubah ketika manusia berubah.

2. Herman Bavinck: Ini bukan perubahan esensi, tetapi perubahan tindakan

Bavinck dalam Reformed Dogmatics menjelaskan:

“Allah tidak berubah dalam diri-Nya, tetapi Ia mengubah cara Ia memperlakukan manusia ketika manusia berubah dari taat menjadi jahat.”

Dengan kata lain:

  • Ketika manusia jatuh, kasih Allah kepada ciptaan tak berubah

  • tetapi respons-Nya berubah menjadi murka yang adil

  • bukan karena Allah berubah, tetapi karena manusia berubah posisi di hadapan Allah.

3. R.C. Sproul: Ini bukan penyesalan, tetapi pernyataan murka yang suci

Sproul menegaskan bahwa kata “menyesal” bukan berarti “Allah melakukan kesalahan.”

Menurut Sproul:

“Ini adalah bahasa emosional yang menunjukkan bahwa dosa manusia adalah sesuatu yang sungguh-sungguh menyakitkan hati Allah.”

Dengan kata lain:

  • Allah benci dosa

  • Allah tidak pernah apatis

  • Allah merespons dosa dengan emosi ilahi—bukan emosi yang tidak stabil, tetapi kesucian moral yang sempurna

4. Louis Berkhof: Ini adalah antropopatisme

Berkhof menjelaskan istilah ini:

  • anthropomorfisme → Allah digambarkan memakai “tangan,” “mata,” dll

  • antropopatisme → Allah digambarkan memakai “perasaan manusia”

“Penyesalan” Allah di sini adalah antropopatisme—penggunaan bahasa manusia agar kita memahami dampak moral dosa di hadapan Allah.

Berkhof berkata:

“Allah tidak mengalami emosi secara pasif seperti manusia, tetapi Ia menyatakan ketidaksenangan moral-Nya dalam bentuk tindakan historis.”

5. Jadi Allah tidak berubah, tetapi Allah menghakimi

“Tuhan menyesal” berarti:

  • dosa manusia telah mencapai puncaknya

  • kesabaran Allah mencapai batas historisnya

  • saat penghakiman tiba

III. “HAL ITU MENDUKAKAN HATI-NYA” — KESEDIHAN ALLAH YANG SUCI

Ayat 6 mengatakan bahwa dosa manusia mendukakan hati Allah.

Pertanyaannya:

  • Apakah Allah bisa bersedih?

  • Bagaimana kesedihan Allah berbeda dengan manusia?

Teolog Reformed menjelaskannya secara indah dan mendalam.

1. John Owen: Kesedihan Allah bukan kelemahan, tetapi kekudusan yang tersinggung

Owen berkata:

“Kesedihan Allah adalah ekspresi kesucian-Nya ketika Ia melihat ciptaan-Nya menghancurkan diri dalam dosa.”

Allah tidak sedih karena Ia “tidak mampu” mencegah dosa.
Ia sedih karena manusia memilih dosa daripada Allah.

2. Bavinck: Kesedihan Allah adalah kesedihan moral, bukan emosional

Bavinck menekankan:

  • Allah tidak mengalami emosi secara biologis

  • tetapi Allah menyatakan respons moral terhadap dosa

Dengan kata lain:

Allah tidak emosional, tetapi Allah bukan mesin; Ia adalah Pribadi yang mengasihi.

Kesedihan Allah berasal dari:

  • kedalaman kasih-Nya

  • kebenaran-Nya

  • kekudusan-Nya

  • kemurahan-Nya yang dilukai

3. Sproul: Allah tidak pernah netral terhadap dosa

Sproul menjelaskan bahwa kesedihan Allah:

  • sejajar dengan kasih-Nya

  • sejajar dengan murka-Nya

  • sejajar dengan standar kekudusan-Nya

Dosa bukan sekadar pelanggaran hukum; dosa adalah penghinaan terhadap Allah.

4. Aplikasi rohani

Kebenarannya:

  • Dosa kita menyakiti Allah

  • Bukan secara emosional seperti manusia

  • Tetapi secara moral—karena kita menolak kekudusan-Nya

Jika kita mengerti ini, kita akan:

  • berhenti meremehkan dosa

  • berhenti hidup main-main dengan dosa

  • belajar takut akan Tuhan

  • hidup dalam pertobatan yang sungguh-sungguh

IV. KEJADIAN 6:7 — KEMURKAAN ALLAH BUKANLAWAN KASIH ALLAH

Ayat 7 berkata:

“Aku akan menghapuskan manusia dari muka bumi… sebab Aku menyesal telah menjadikan mereka.”

Ini adalah deklarasi murka Allah yang mengerikan. Tetapi teologi Reformed menegaskan:

Murka Allah bukan lawan kasih-Nya; murka Allah adalah wujud kasih-Nya yang suci.

Mengapa?

Karena:

  • kasih tidak bisa diam melihat kejahatan

  • kesucian tidak bisa toleran terhadap dosa

  • keadilan tidak bisa membiarkan kejahatan berkembang

  • kebaikan Allah tidak bisa mengizinkan kejahatan menghancurkan ciptaan

Calvin berkata:

“Murka Allah adalah aspek dari kebaikan-Nya; Ia tidak membiarkan dunia menjadi kuburan moral.”

V. EMPAT ASPEK PENGHAKIMAN ALLAH DALAM Kejadian 6:7

1. Penghakiman Allah adalah tindakan Ilahi yang adil

Allah tidak gegabah, tidak reaktif, tidak emosional.

Berkhof menegaskan:

“Murka Allah selalu rasional, berdasar, dan selaras dengan natur-Nya yang suci.”

Air bah adalah:

  • tindakan keadilan yang sempurna

  • hukuman atas dosa yang radikal

  • pemulihan terhadap tatanan ciptaan

2. Penghakiman Allah adalah deklarasi kekudusan

Dengan menghukum dunia, Allah menyatakan:

  • dosa bukan hal remeh

  • dosa membawa maut

  • kekudusan tidak bisa ditawar

3. Penghakiman Allah adalah pemurnian, bukan penghancuran absolut

Allah tidak memusnahkan manusia seluruhnya.

Ia menyisakan:

  • Nuh

  • keluarga Nuh

  • garis keturunan Mesias

  • tujuan keselamatan

Dengan kata lain:

Penghakiman Allah selalu sejajar dengan anugerah-Nya.

4. Penghakiman Allah menyatakan keindahan anugerah

Tanpa air bah, kita tidak akan mengerti:

  • betapa seriusnya dosa

  • betapa besar anugerah keselamatan

  • betapa berharganya ketaatan Nuh

  • betapa butanya manusia terhadap kebusukan moralnya

VI. KASIH KARUNIA DALAM PENGHAKIMAN

Ayat 6–7 tampak gelap, tetapi di tengah penghakiman, ada satu frasa yang menerangi semuanya:

“Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan.” (Kejadian 6:8)

Inilah inti dari teologi Reformed:

  • dunia dihukum

  • Nuh diselamatkan

  • bukan karena ia baik

  • tetapi karena anugerah Allah

Nuh bukan manusia sempurna; ia manusia berdosa yang menerima anugerah pemilihan Allah.

VII. APLIKASI ROHANI: PESAN BESAR KEJADIAN 6:6–7 BAGI GEREJA MASA KINI

1. Allah berdukacita ketika gereja menyimpang

Ketika:

  • gereja kompromi

  • pemimpin jatuh dalam dosa

  • iman menjadi dangkal

  • moralitas menjadi kabur

  • ibadah menjadi formalitas

Allah tidak diam.
Ia berdukacita secara moral, dan Ia bertindak.

2. Allah murka terhadap generasi yang mencintai dosa

Allah tidak hanya melihat:

  • kejahatan global

  • seksualitas rusak

  • kekerasan

  • korupsi

  • penghinaan terhadap kekudusan

Allah meresponsnya.
Dan respons Allah selalu tepat waktu.

3. Pertobatan adalah satu-satunya jalan keluar

Dunia sebelum air bah ingin menyelesaikan masalahnya dengan teknologi, moralitas sosial, dan budaya.

Tetapi yang Tuhan tuntut hanya:

pertobatan.

4. Anugerah adalah satu-satunya harapan

Jika Nuh diselamatkan:

  • itu bukan karena ia lebih baik

  • tetapi karena Allah lebih baik

Ini adalah inti Injil.

5. Murka Allah menunjukkan kebesaran salib Kristus

Air bah adalah bayang-bayang dari:

  • murka Allah atas dosa

  • keadilan yang harus ditegakkan

  • hukuman yang harus dijalankan

Tetapi salib Yesus memperlihatkan:

  • Anak Allah menanggung murka itu

  • supaya kita tidak binasa

  • supaya kita masuk ke dalam anugerah yang kekal

VIII. PENUTUP: ALLAH YANG BERDUKA, ALLAH YANG MENGHAKIMI, ALLAH YANG MENYELAMATKAN

Kejadian 6:6–7 menunjukkan tiga kebenaran besar:

  1. Allah berdukacita karena dosa manusia

  2. Allah menghakimi dunia karena kekudusan-Nya

  3. Allah menyisakan anugerah bagi yang Ia pilih

Ini bukan kisah tentang Allah yang berubah,
tetapi kisah tentang Allah yang:

  • suci

  • adil

  • berbelas kasihan

  • dan konsisten dengan karakter-Nya

Ayat ini bukan tentang Allah yang tidak stabil,
tetapi manusia yang tidak setia.

Allah tidak berubah seperti bayang-bayang.
Tetapi ketika manusia berubah menjadi jahat,
maka relasi Allah dengan manusia berubah dari:

  • kasih → menjadi murka

  • anugerah → menjadi penghakiman

  • kesabaran → menjadi hukuman

Dan melalui semuanya itu, suara Allah berkata:

“Tinggalkan dosamu, sebab hari penghakiman pasti datang; tetapi kasih karunia-Ku tersedia bagi yang berlindung kepada-Ku.”

Kiranya firman ini membawa kita kepada:

  • takut akan Tuhan

  • pertobatan yang sungguh

  • hidup kudus

  • dan syukur pada Kristus—Sang perahu keselamatan sejati.

Next Post Previous Post