Sebuah Panggilan untuk Berdoa

Sebuah Panggilan untuk Berdoa

Pendahuluan: Doa sebagai Nafas Rohani dan Tanda Ketergantungan

Dalam seluruh sejarah gereja dan iman Kristen, tidak ada disiplin rohani yang lebih fundamental, lebih mendasar, dan lebih membentuk kehidupan orang percaya daripada doa. Tidak heran, banyak teolog menyebut doa sebagai nafas kehidupan rohani, karena tanpa doa, kehidupan iman akan mengalami kematian yang perlahan namun pasti.

Tema “A Call to Prayer” bukan hanya sebuah ajakan moral, melainkan panggilan ilahi yang berakar pada otoritas Firman Allah. Alkitab secara berulang memanggil umat Allah untuk mencari wajah-Nya, berseru kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan berjalan dalam persekutuan intim dengan Dia.

Namun realitasnya, banyak orang Kristen hari ini menjalani kehidupan rohani tanpa kekuatan doa. Mereka sibuk, tertekan, gelisah, namun tidak sungguh-sungguh berdoa. Mereka ingin kemenangan rohani, tapi tidak masuk ke ruang doa. Mereka ingin kedekatan dengan Allah, tetapi tidak meluangkan waktu dan hati untuk berdoa.

Karena itu, ajakan ini bukan sekadar “marilah kita berdoa,” tetapi sebuah panggilan yang bersifat mendesak:

“Bangunlah, umat Tuhan! Kembalilah kepada doa!”

Dalam artikel ini, kita akan menggali apa yang dimaksud dengan panggilan untuk berdoa dari perspektif Alkitab dan teologi Reformed. Kita akan menelusuri eksposisi ayat-ayat penting, meninjau pendapat teolog Reformed, serta mengaplikasikan panggilan ini dalam kehidupan orang percaya masa kini.

I. Dasar Alkitabiah: Allah Memanggil Umat-Nya untuk Berdoa

Untuk memahami panggilan berdoa, kita perlu melihat beberapa ayat kunci dalam Alkitab yang memberikan dasar teologis dan rohani bagi panggilan ini.

1. Yeremia 33:3 – Doa sebagai Undangan Masuk ke Dalam Misteri Allah

“Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami.”

Ayat ini adalah salah satu undangan paling lembut sekaligus paling kuat dari Allah sendiri. Allah bukan hanya memerintahkan, melainkan mengundang umat-Nya untuk datang kepada-Nya.

Menurut John Calvin, ayat ini menunjukkan bahwa:

“Allah mengundang kita untuk menemukan kehendak-Nya melalui doa, sehingga kita mengenal bahwa Ia bukan Allah yang jauh, tetapi Allah yang dekat bagi mereka yang berseru kepada-Nya.”

Tiga aspek penting dari panggilan Allah di sini:

  1. Seruan – doa bukan monotoni, melainkan jeritan hati yang hidup.

  2. Jawaban – doa bukan dialog satu arah; Allah mendengar dan merespon.

  3. Penyingkapan – doa membuka kita pada hikmat dan rencana Allah yang tidak dapat dipahami oleh kekuatan manusia.

Ini berarti, tanpa doa, kita tidak hanya kehilangan kuasa, tetapi juga kehilangan pengenalan akan Allah.

2. Mazmur 50:15 – Doa sebagai Jalan Pertolongan dan Kemuliaan

“Panggillah Aku pada waktu kesesakan; Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku.”

Menurut Charles Spurgeon, ini adalah salah satu janji paling indah mengenai doa:

“Allah menjadikan kesusahan sebagai kesempatan bagi kita untuk memuliakan Dia melalui doa dan penyelamatan-Nya.”

Ayat ini menggarisbawahi dua hal:

  1. Allah menunggu seruan kita.

  2. Doa memuliakan Allah karena Ia menunjukkan kuasa penyelamatan-Nya.

Dengan kata lain, doa adalah sarana Allah memuliakan diri-Nya melalui penyelamatan umat-Nya.

3. Matius 26:41 – Doa sebagai Perlindungan Melawan Pencobaan

Yesus berkata:

“Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.”

Calvin menegaskan bahwa ayat ini merupakan bagian dari doktrin Reformed mengenai kebejatan total (total depravity). Karena manusia lemah dan rentan jatuh, Tuhan memberikan doa sebagai benteng rohani.

Doa bukan hanya alat komunikasi; doa adalah senjata peperangan rohani.

4. 1 Tesalonika 5:17 – Doa sebagai Gaya Hidup

“Tetaplah berdoa.”

Bagi banyak orang, ayat ini terdengar mustahil. Namun menurut Jonathan Edwards:

“Berdoa tiada henti bukan berarti setiap detik berlutut, tetapi hidup di dalam atmosfer kesadaran akan Allah, sehingga setiap pikiran, tindakan, dan keputusan tunduk kepada-Nya.”

Dengan kata lain, panggilan doa tidak terbatas pada waktu tertentu; tetapi merupakan pola hidup yang penuh penyembahan, ketergantungan, dan relasi.

II. Eksposisi Teologis: Mengapa Allah Memanggil Kita untuk Berdoa?

Teologi Reformed menyediakan kerangka kuat untuk memahami panggilan doa. Reformed bukan sekadar aliran teologi; itu adalah cara memahami Allah, manusia, dan relasi di antara keduanya.

Ada beberapa alasan mendalam mengapa Allah memanggil umat-Nya untuk berdoa.

1. Karena Allah Berdaulat, Maka Kita Harus Berdoa

Salah satu argumen yang sering muncul adalah:

“Kalau Allah sudah berdaulat dan sudah menetapkan segalanya, mengapa kita perlu berdoa?”

Jawaban teologi Reformed sangat jelas.

Menurut Louis Berkhof:

“Kedaulatan Allah bukan alasan untuk tidak berdoa, tetapi justru dasar bagi doa.”

Jika Allah:

  • tidak berdaulat,

  • tidak berkuasa, atau

  • tidak dapat mengubah keadaan,

maka doa tidak ada gunanya.

Namun karena Allah berdaulat atas segala sesuatu, maka doa menjadi sarana yang efektif bagi karya-Nya.

Dengan kata lain:

Kedaulatan Allah adalah mesin doa; bukan penghambat doa.

Doa bukan mengubah keputusan Allah, tetapi menggenapi keputusan-Nya.

2. Karena doa adalah sarana anugerah Allah

Dalam teologi Reformed, doa diklasifikasikan sebagai means of grace — sarana anugerah di mana Allah mendistribusikan berkat rohani kepada umat-Nya.

Seperti:

  • Firman memberi petunjuk,

  • Sakramen memeteraikan janji,

  • Doa menyalurkan kekuatan dan keintiman rohani.

Menurut Herman Bavinck:

“Allah telah mengikat diri-Nya untuk memakai doa sebagai alat untuk menyatakan pemeliharaan-Nya.”

Ini sebabnya, tanpa doa, orang Kristen menjadi lemah, kering, dan tidak memiliki daya rohani.

3. Karena doa membentuk kerendahan hati

Doa adalah pengakuan:

  • bahwa kita tidak mampu,

  • bahwa kita bergantung sepenuhnya pada Allah,

  • bahwa kita membutuhkan Dia dalam segala hal.

John Owen menulis:

“Doa menghancurkan kepercayaan diri manusia dan memupuk kerendahan hati yang sejati.”

Seseorang yang tidak berdoa sebenarnya sedang berkata:

“Aku bisa mengatasi hidup tanpa Tuhan.”

Tetapi seseorang yang bersungguh-sungguh berdoa sebenarnya berkata:

“Tanpa Engkau aku tidak dapat berbuat apa pun.”

Inilah sebabnya, doa adalah indikator utama kedewasaan rohani seseorang.

4. Karena doa adalah respons alamiah terhadap anugerah keselamatan

Orang yang benar-benar lahir baru akan terdorong untuk berdoa. Roh Kudus yang berdiam di hati orang percaya menumbuhkan kerinduan untuk:

  • menyembah,

  • bersyukur,

  • memohon pertolongan,

  • bersandar pada Allah.

Roma 8:15 mengatakan:

“Oleh Roh itu kita berseru: ‘Ya Abba, ya Bapa!’”

Doa bukan sekadar kewajiban, tetapi buah keselamatan.

III. Pandangan Para Teolog Reformed Mengenai Panggilan untuk Berdoa

Teolog Reformed memiliki tulisan-tulisan yang kaya mengenai doa. Berikut ringkasan pandangan mereka.

1. John Calvin: Doa sebagai Kanalisasi Kekayaan Injil

Calvin menyebut doa sebagai:

“Latihan iman yang utama.”

Menurut Calvin:

  1. Firman mengajar kita akan janji-janji Allah.

  2. Doa memungkinkan kita menikmati janji itu.

Calvin juga berkata:

“Doa adalah sarana untuk menerima semua kebaikan yang telah disediakan Allah dalam Kristus.”

Artinya, Allah menyediakan, dan doa menerima.

2. Jonathan Edwards: Doa sebagai Gerakan Hati Menuju Allah

Edwards menekankan dimensi afektif dari doa:

“Doa adalah gerakan hati yang diarahkan kepada Allah.”

Menurutnya, doa bukan hanya kata-kata, tetapi:

  • penyembahan,

  • kehausan akan Allah,

  • dorongan jiwa untuk mencari Dia.

Doa adalah ekspresi cinta kepada Allah

3. Charles Spurgeon: Doa sebagai Mesin Gereja

Spurgeon berkata:

“Tidak ada gereja yang dapat bertahan tanpa doa. Doa adalah mesin yang menggerakkan semua pelayanan.”

Baginya, kualitas sebuah gereja tidak diukur dari musik atau khotbahnya, tetapi dari ruang doa dan orang-orang yang berdoa di dalamnya.

4. R.C. Sproul: Doa sebagai Respons terhadap Kekudusan Allah

Sproul menekankan bahwa doa muncul karena:

  • kita melihat kemuliaan Allah,

  • kita menyadari kelemahan diri,

  • kita merindukan hidup dalam ketaatan.

Menurutnya, doa tidak mungkin terjadi tanpa rasa kagum kepada Allah yang maha kudus.

IV. Hambatan Doa: Mengapa Banyak Orang Kristen Tidak Memenuhi Panggilan Ini?

Sebelum mengejar gaya hidup doa, kita perlu jujur mengakui hambatan yang sering muncul.

1. Ketidakmengertian tentang doa

Banyak orang Kristen:

  • menganggap doa hanya ritual,

  • tidak memahami kekuatan doa,

  • tidak melihat doa sebagai sarana anugerah.

Tanpa pemahaman yang benar, doa menjadi aktivitas kering.

2. Kesibukan dan prioritas yang salah

Kesibukan bukan penyebab tidak berdoa.
Kesibukan hanya menunjukkan apa yang kita prioritaskan.

Orang bisa bersosial media 3 jam, menonton 2 jam, tetapi berkata tidak punya waktu untuk berdoa. Masalahnya bukan waktu, tetapi hati.

3. Dosa yang tidak diakui

Mazmur 66:18 berkata:

“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mendengar.”

Dosa yang tidak dibereskan membuat doa kehilangan kekuatan rohani dan kepekaan hati.

4. Ketergantungan pada diri sendiri

Inilah penyebab paling berbahaya.

Menurut Thomas Watson:

“Doa berhenti ketika kesombongan mulai.”

Orang tidak berdoa karena mereka merasa cukup kuat tanpa Tuhan.

V. Apa yang Dihasilkan oleh Doa?

Doa menghasilkan perubahan yang jauh lebih besar daripada yang dapat kita bayangkan.

1. Doa Mengubah Kita

Lebih dari sekadar mengubah keadaan, doa mengubah:

  • hati,

  • karakter,

  • keinginan,

  • cara pandang,

  • iman.

Doa adalah tempat pembentukan rohani.

2. Doa Menggerakkan Tangan Allah

Bukan karena Allah tidak tahu atau tidak mampu, tetapi karena Ia berkenan bekerja melalui doa.

Herman Bavinck berkata:

“Allah telah mengikat tindakan-Nya pada doa umat-Nya bukan karena Ia tidak mampu bekerja tanpa doa, tetapi karena Ia ingin mengikut sertakan umat-Nya dalam karya-Nya.”

3. Doa Mengalahkan Kuasa Kegelapan

Efesus 6:18 menghubungkan doa dengan peperangan rohani. Tanpa doa, kita tidak punya baju zirah dan senjata.

4. Doa Menjaga Kita dari Kegelisahan

Filipi 4:6–7 menunjukkan bahwa:

  • doa melawan kekhawatiran,

  • membawa damai sejahtera Allah,

  • menenangkan jiwa,

  • mengarahkan pikiran pada Kristus.

VI. Aplikasi Praktis: Bagaimana Menjalani Panggilan untuk Berdoa?

1. Sediakan waktu doa yang teratur

Doa tidak terjadi secara otomatis. Kita harus:

  • menentukan waktu,

  • membangun kebiasaan,

  • mengatur ritme rohani harian.

Yesus saja menyisihkan waktu khusus untuk berdoa.

2. Berdoa dengan Firman

Doa yang paling kuat adalah doa yang bersumber dari Firman. Mazmur adalah contoh doa berbasis Firman.

3. Masuklah ke ruang doa dengan hati tenang

Tutup gangguan:
pikirkan kehadiran Tuhan, fokus, dan rendahkan diri.

4. Berdoa dengan iman

Iman tidak berarti memaksa Tuhan, tetapi percaya pada karakter-Nya.

5. Berdoa dalam komunitas

Doa bukan hanya aktivitas pribadi. Gereja mula-mula bertumbuh melalui doa bersama.

VII. Kesimpulan: Allah Memanggil Kita untuk Berdoa—Dan Ia Menanti Kita

Panggilan untuk berdoa bukan sekadar panggilan, tetapi tanda cinta Tuhan bagi umat-Nya. Allah memanggil kita untuk:

  • mengalami kehadiran-Nya,

  • menerima berkat-Nya,

  • hidup dalam kekuatan-Nya,

  • berjalan dalam kehendak-Nya.

Doa adalah karunia.
Doa adalah kekuatan.
Doa adalah jalan menuju Allah.
Doa adalah napas dari iman.

Dalam dunia yang semakin keras, sibuk, dan gelisah, panggilan ini bergema lebih kuat daripada sebelumnya:

“Umat-Ku, kembalilah kepada doa.”

Dan ketika gereja kembali kepada doa,
roh yang padam akan menyala,
iman yang goyah akan diteguhkan,
dan dunia akan melihat kemuliaan Allah melalui hidup umat-Nya.

Next Post Previous Post