PENEBUSAN TERBATAS (LIMITED ATONEMENT) VS IBRANI 10:29
Pdt. Budi Asali, M.Div.
Ibrani 10:29 - “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
otomotif, gadget |
Ayat ini bisa dipakai oleh orang-orang Arminian untuk menyerang 3 point dari 5 points Calvinisme, yaitu:
1. Point ke 2 (tentang Predestinasi).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus, dan karena itu jelas termasuk orang pilihan. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, predestinasi / penentuan selamat untuk orang ini ternyata gagal.
2. Point ke 3 (tentang Limited Atonement / Penebusan Terbatas).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, Kristus mati untuk orang yang akhirnya binasa / non pilihan, dan ini bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas).
3. Point ke 5 (tentang Keselamatan yang tidak bisa hilang / Ketekunan orang-orang kudus).
Kata-kata ‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini bukan hanya ditebus oleh darah Kristus, tetapi juga bahwa orang ini sudah percaya kepada Kristus dan sudah selamat. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, ini menunjukkan bahwa seseorang yang sudah selamat bisa kehilangan keselamatannya.
Adam Clarke (tentang Ibrani 10:26): “If we deliberately, for fear of persecution or from any other motive, renounce the profession of the Gospel and the Author of that Gospel, after having rejected the knowledge of the truth so as to be convinced that Jesus is the promised Messiah, ... for such there remaineth no sacrifice for sins; ... Jesus being now the only sacrifice which God will accept, those who reject him have none other: therefore their case must be utterly without remedy. This is the meaning of the apostle, and the case is that of a deliberate apostate - one who has utterly rejected Jesus Christ and his atonement, and renounced the whole Gospel system. It has nothing to do with backsliders in our common use of that term. A man may be overtaken in a fault, or he may deliberately go into sin, and yet neither renounce the Gospel, nor deny the Lord that bought him. His case is dreary and dangerous, but it is not hopeless; no case is hopeless but that of the deliberate apostate, who rejects the whole Gospel system, after having been saved by grace, or convinced of the truth of the Gospel” (= Jika kita dengan sengaja, karena takut terhadap penganiayaan atau dari motivasi / alasan yang lain, meninggalkan pengakuan terhadap Injil dan Pencipta / Sumber dari Injil itu, setelah menolak pengetahuan tentang kebenaran sehingga diyakinkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, ... untuk orang-orang seperti itu di sana tidak tersisa korban untuk dosa-dosa; ... Karena sekarang Yesus adalah satu-satunya korban yang Allah akan terima, mereka yang menolakNya tidak mempunyai korban yang lain: karena itu kasus mereka haruslah sepenuhnya tanpa obat. Ini adalah arti dari sang Rasul, dan kasusnya adalah kasus kemurtadan sengaja - seseorang yang telah sepenuhnya menolak Yesus Kristus dan penebusanNya, dan meninggalkan seluruh sistim Injil. Itu tidak berhubungan dengan orang-orang yang mundur / merosot dalam penggunaan umum dari istilah itu. Seseorang bisa diserang secara tiba-tiba dalam suatu kesalahan, atau ia bisa dengan sengaja berjalan ke dalam dosa, tetapi tidak meninggalkan Injil, ataupun menyangkal Tuhan yang telah membelinya. Kasusnya adalah suram dan berbahaya, tetapi itu bukan tanpa harapan; tak ada kasus yang tanpa harapan kecuali kasus dari kemurtadan sengaja, yang menolak seluruh sistim Injil, setelah diselamatkan oleh kasih karunia, atau diyakinkan tentang kebenaran dari Injil) - hal 757.
Catatan: bagian yang saya garis-bawahi, jelas merupakan pandangan Arminian. Saya tak beranggapan bahwa orang ini sungguh-sungguh sudah diselamatkan. Yang seperti ini tidak mungkin murtad.
Penjelasan:
Kita harus membahas Ibrani 10:29 dengan memperhatikan kontextnya, yaitu Ibrani 10:25-31 - “(25) Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. (26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. (28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia? (30) Sebab kita mengenal Dia yang berkata: ‘Pembalasan adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan.’ Dan lagi: ‘Tuhan akan menghakimi umatNya.’ (31) Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup”.
1. Ada sesuatu yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa bagian ini menunjuk pada kemurtadan.
Dasar dari pandangan ini: Ibrani 10: 26 dan Ibrani 10: 28-29 menunjuk pada kemurtadan.
a. Ibrani 10: 26: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.
Ini menunjuk pada kebiasaan yang dilakukan terus menerus; dan ini cocok dengan kemurtadan, karena ‘murtad’ bukanlah tindakan sesaat, tetapi tindakan yang dilakukan terus menerus.
Pulpit Commentary (hal 268) mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan untuk ‘berbuat dosa’ adalah suatu participle, yang berada bukan dalam bentuk aorist / lampau, tetapi dalam bentuk present, dan karena itu menunjukkan suatu kebiasaan terus menerus.
Penafsiran ini juga sesuai dengan Ibrani 10: 25 yang mendahuluinya, yang juga membicarakan kebiasaan buruk, yaitu menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.
Ibrani 10: 25: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.
Calvin (tentang Ibrani 10:26): “Those who sin, mentioned by the Apostle, are not such as offend in any way, but such as forsake the Church, and wholly alienate themselves from Christ. For he speaks not here of this or of that sin, but he condemns by name those who willfully renounced fellowship with the Church. But there is a vast difference between particular fallings and a complete defection of this kind, by which we entirely fall away from the grace of Christ. And as this cannot be the case with any one except he has been already enlightened, he says, ‘If we sin willfully, after that we have received the knowledge of the truth;’ as though he had said, ‘If we knowingly and willingly renounce the grace which we had obtained.’” (= Mereka yang berbuat dosa, disebutkan oleh sang Rasul, bukanlah orang-orang yang melakukan kesalahan dengan sembarang cara, tetapi orang-orang yang meninggalkan Gereja, dan sepenuhnya menjauhkan diri mereka sendiri dari Kristus. Karena ia berbicara di sini bukan tentang dosa ini atau dosa itu, tetapi ia mengecam dengan nama / sebutan, mereka yang dengan sengaja meninggalkan persekutuan dengan Gereja. Tetapi ada suatu perbedaan besar antara kejatuhan-kejatuhan khusus dan suatu tindakan meninggalkan yang lengkap / sempurna dari jenis ini, dengan mana kita sepenuhnya murtad / jatuh dari kasih karunia Kristus. Dan karena ini tidak bisa merupakan kasus dengan siapapun, kecuali ia telah diterangi, ia berkata, ‘Jika kita berdosa dengan sengaja, setelah kita menerima pengetahuan tentang kebenaran’; seakan-akan ia telah berkata, ‘Jika kita dengan tahu dan sengaja meninggalkan kasih karunia yang telah kita terima’).
Calvin (tentang Ibrani 10:26): “And that the Apostle here refers only to apostates, is clear from the whole passage; for what he treats of is this, that those who had been once received into the Church ought not to forsake it, as some were wont to do. He now declares that there remained for such no sacrifice for sin, because they had willfully sinned after having received the knowledge of the truth. But as to sinners who fall in any other way, Christ offers himself daily to them, so that they are to seek no other sacrifice for expiating their sins. He denies, then, that any sacrifice remains for them who renounce the death of Christ, which is not done by any offense except by a total renunciation of the faith” (= Dan bahwa sang Rasul di sini menunjuk hanya pada orang-orang murtad, adalah jelas dari seluruh text; karena apa yang ia bicarakan adalah ini, bahwa mereka yang telah satu kali diterima ke dalam Gereja tidak boleh meninggalkannya, seperti beberapa orang biasa melakukannya. Sekarang ia menyatakan bahwa untuk orang-orang seperti itu di sana tidak tersisa korban untuk dosa, karena mereka telah berdosa dengan sengaja setelah mendapat pengetahuan tentang kebenaran. Tetapi berkenaan dengan orang-orang berdosa yang jatuh dengan cara lain apapun, Kristus menawarkan diriNya sendiri setiap hari kepada mereka, sehingga mereka tidak boleh mencari korban yang lain untuk menebus dosa-dosa mereka. Jadi, ia menyangkal bahwa korban apapun tersisa untuk mereka yang meninggalkan / menyangkal kematian Kristus, yang dilakukan bukan oleh sembarang pelanggaran kecuali oleh suatu tindakan meninggalkan iman secara total).
Calvin (tentang Ibrani 10:26): “The clause, ‘after having received the knowledge of the truth,’ was added for the purpose of aggravating their ingratitude; for he who willingly and with deliberate impiety extinguishes the light of God kindled in his heart has nothing to allege as an excuse before God. Let us then learn not only to receive with reverence and prompt docility of mind the truth offered to us, but also firmly to persevere in the knowledge of it, so that we may not suffer the terrible punishment of those who despise it” (= Anak kalimat ‘setelah menerima pengetahuan tentang kebenaran’, ditambahkan untuk tujuan memperburuk sikap tidak tahu terima kasih mereka; karena ia yang dengan sukarela dan dengan kejahatan sengaja memadamkan terang Allah yang dinyalakan dalam hatinya tidak mempunyai apapun yang akan dinyatakan sebagai suatu dalih di hadapan Allah. Jadi hendaklah kita belajar bukan hanya untuk menerima dengan rasa hormat / takut, dan ketundukan langsung dari pikiran terhadap kebenaran yang ditawarkan kepada kita, tetapi juga dengan teguh bertekun dalam pengetahuan tentangnya, sehingga kita tidak mengalami penghukuman yang mengerikan dari mereka yang meremehkan / menghinanya).
b. Ibrani 10: 28-29: “(28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
· Ibrani 10: 28: “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi”.
Apa yang dikatakan oleh ay 28 ini tidak menunjuk kepada seadanya dosa (karena dalam hukum Musa tidak semua dosa dihukum mati), tetapi menunjuk kepada dosa kemurtadan, seperti yang digambarkan dalam Ul 17:2-7 - “(2) ‘Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjianNya, (3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati. (6) Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati. (7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.’”.
Jadi Ibrani 10: 28 ini mendukung tafsiran Calvin tentang ay 26 tadi, bahwa itu bukan sembarang dosa, tetapi dosa meninggalkan Kristus / Gereja (murtad).
· Ibrani 10: 29: “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
Ibrani 10: 29 ini menunjukkan bahwa hukuman orang yang murtad dalam jaman Perjanjian Baru lebih berat dari hukuman orang yang murtad pada jaman Perjanjian Lama. Untuk itu perhatikan kata-kata ‘betapa lebih beratnya’ pada awal ay 29.
Barclay: “The conviction of the writer to the Hebrew was that, if under the old law, apostasy was a terrible thing, it had become doubly terrible now that Christ had come” (= Keyakinan dari penulis surat Ibrani adalah bahwa jika pada jaman Perjanjian Lama, kemurtadan merupakan sesuatu yang mengerikan, itu menjadi mengerikan secara dobel karena sekarang Kristus telah datang) - hal 124.
Dan Ibrani 10: 29 ini juga menggambarkan kemurtadan jaman Perjanjian Baru itu sebagai:
* menginjak-injak Anak Allah.
* menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya.
* menghina Roh kasih karunia.
Pulpit Commentary: “The blood of Jesus must be either on the heart or under the heel” (= Darah Yesus harus berada, atau di hati, atau di bawah tumit) - hal 274.
Adam Clarke dan Lenski secara explicit bahkan mengatakan bahwa orang-orang ini adalah orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Adam Clarke (tentang Ibrani 10:29): “This is properly the sin against the Holy Spirit, which has no forgiveness” [= Ini secara tepat merupakan dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus), yang tidak mempunyai pengampunan].
Lenski (tentang Ibrani 10:29): “It is on the basis of this mention of the Spirit, to which are added Matt. 12:31, 32; Mark 3:28, 29; Luke 12:10, that this sin is called the sin against the Holy Ghost and the unpardonable sin” [= Adalah berdasarkan penyebutan Roh ini, pada mana ditambahkan Matius 12:31,32; Markus 3:28,29; Lukas 12:10, bahwa dosa ini disebut dosa terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus) dan dosa yang tidak dapat diampuni] - hal 360.
Saya setuju dengan penafsiran mereka ini, karena memang selama seseorang hanya meninggalkan Kristus, tanpa disertai tindakan menghujat Roh Kudus, seharusnya ia masih bisa bertobat dan diampuni. Tetapi kalau kemurtadannya disertai dengan penghujatan terhadap Roh Kudus, maka itu tidak mungkin lagi bisa diampuni.
2. Ini tidak berarti bahwa orang kristen sejati bisa murtad.
a. Ada yang menganggap bahwa orang dalam Ibr 10 ini adalah orang kristen yang sejati, tetapi juga berpendapat bahwa itu tidak berarti bahwa orang kristen yang sejati bisa murtad, karena semua ini hanya merupakan suatu pengandaian, yang tidak betul-betul bisa terjadi.
Barnes’ Notes: “the apostle shows that if a true Christian were to apostatize, nothing would remain for him but the terrific prospect of eternal condemnation. ... The apostle does not, indeed, say that any one ever would thus apostatize from the true religion, nor is there any reason to believe that such a case has occurred; but, if it should occur, the doom would be inevitable” (= sang rasul menunjukkan bahwa jika seorang Kristen sejati murtad, tidak ada yang tertinggal baginya kecuali prospek yang mengerikan dari hukuman kekal. ... Tetapi sang rasul tidak mengatakan bahwa ada orang yang murtad seperti itu dari agama yang benar, juga tidak ada alasan untuk percaya bahwa kasus seperti itu telah terjadi; tetapi, jika hal itu terjadi, malapetaka tidak akan terhindarkan) - hal 1310.
b. Ada yang menganggap bahwa orang yang dibicarakan di sini adalah orang kristen KTP. Penafsiran ini didasarkan pada ayat-ayat seperti Mat 24:24 Yohanes 8:31 1Yoh 2:18-19 dan 2Yoh 9, yang menunjukkan secara explicit bahwa orang kristen yang sejati tidak mungkin bisa betul-betul sesat / murtad.
John Owen: “The season and circumstance which state the sin intended is, ‘after we have received the knowledge of the truth.’ There is no question but that by ‘the truth,’ the apostle intends the doctrine of the gospel; and the ‘receiving’ of it is, upon the conviction of its being truth, to take on us the outward profession of it. Only there is an emphasis in that word, th<n ejpi>gnwsin. This word is not used anywhere to express the mere conceptions or notions of the mind about truth, but such an acknowledgment of it as ariseth from some sense of its power and excellency. This, therefore, is the description of the persons concerning whom this sin is supposed: They were such as unto whom the gospel had been preached; who, upon conviction of its truth, and sense of its power, had taken upon them the public profession of it. And this is all that is required to the constitution of this state” [= waktu / masa dan keadaan yang menyatakan dosa yang dimaksudkan adalah, ‘setelah kita menerima pengetahuan tentang kebenaran’. Tidak ada keraguan bahwa dengan ‘kebenaran’, sang rasul memaksudkan doktrin / ajaran dari injil; dan ‘penerimaan’nya, pada keyakinan bahwa itu adalah kebenaran, menunjukkan kepada kita pengakuan lahiriah tentangnya. Hanya di sana ada suatu penekanan dalam kata itu, TEN EPIGNOSIN (= ‘the knowledge’ / pengetahuan). Kata ini tidak digunakan dimanapun untuk menyatakan semata-mata pengertian atau pandangan dari pikiran tentang kebenaran, tetapi suatu pengakuan tentangnya yang muncul dari pengertian / perasaan tertentu tentang kuasa dan keunggulan / keindahannya. Karena itu, ini merupakan penggambaran dari orang-orang berkenaan dengan siapa dosa ini dianggap: Mereka adalah orang-orang kepada siapa injil telah diberitakan; yang, pada keyakinan tentang kebenarannya, dan pengertian / perasaan tentang kuasanya, telah melakukan pengakuan umum tentangnya. Dan ini adalah semua yang dibutuhkan bagi pembentukan dari keadaan ini] - ‘The Works of John Owen’, vol 6, hal 530.
Keberatan:
Kalau mereka ini memang orang kristen KTP, mengapa dalam Ibrani 10: 29 dikatakan ‘darah perjanjian yang menguduskannya’?
Jawaban terhadap keberatan ini:
Matthew Poole: “‘Wherewith he was sanctified;’ ... to despise that blood by which he thought he was so, and boasted of it, and was so reputed by the church upon his baptism and profession of his faith, and, as a member of the church, had a visible relation to it, ...” (= ‘dengan mana ia dikuduskan’; ... menghina darah itu dengan mana ia kira ia dulunya demikian, dan membanggakan tentangnya, dan dianggap demikian oleh gereja pada baptisannya dan pengakuan tentang imannya, dan sebagai seorang anggota gereja, mempunyai suatu hubungan yang kelihatan dengannya, ...) - hal 857.
Jadi, Matthew Poole menganggap bahwa orang yang murtad itu disebut demikian (‘dikuduskan oleh darah perjanjian’), hanya karena ia tadinya mengaku demikian, atau karena ia diakui oleh gereja sebagai orang kristen, atau karena ia sudah dibaptis, atau karena ia mengaku sebagai orang kristen, atau karena ia menjadi anggota gereja, dan sebagainya. Jadi ayat ini menyebut dia sesuai dengan pengakuannya atau sesuai dengan keadaan lahiriahnya. Kitab Suci memang sering menggambarkan orang sesuai pengakuannya / keadaan lahiriahnya (bdk. Yoh 2:23-25 Yoh 6:66 Kis 8:13).
David Dickson mengatakan (hal 60) bahwa pengudusan ini merupakan pengudusan lahiriah, dimana seseorang dipisahkan dari dunia dan dipersembahkan untuk melayani Allah oleh panggilan (calling) dan perjanjian (covenant), dan ini merupakan sesuatu yang berlaku umum untuk gereja yang kelihatan. Dalam arti seperti ini seluruh / setiap jemaat Israel disebut kudus. Ini berbeda dengan pengudusan batiniah, yang terjadi karena tinggalnya Roh Kudus dalam diri seseorang, dan pengudusan batiniah ini hanya bisa terjadi pada diri orang pilihan.
John Owen kelihatannya mempunyai pandangan yang sama dengan David Dickson.
John Owen: “It is not real or internal sanctification that is here intended; but it is a separation and dedication unto God; in which sense the word is often used. ... those who by baptism, and confession of faith in the church of Christ, were separated from all others, were peculiarly dedicated to God thereby” (= Bukanlah pengudusan yang sungguh-sungguh dan di dalam yang dimaksudkan di sini; tetapi itu merupakan suatu pemisahan dan pendedikasian kepada Allah; dimana arti kata itu sering digunakan. ... mereka yang oleh baptisan, dan pengakuan iman dalam gereja Kristus, dipisahkan dari semua orang lain, secara khusus didedikasikan kepada Allah olehnya) - ‘Hebrews’, vol 6, hal 545.
Kata ‘menguduskan’ tidak diartikan sebagai ‘menyucikan’, tetapi sebagai suatu tindakan memisahkan untuk dipersembahkan kepada Allah. Untuk itu perlu diketahui bahwa arti kata ‘kudus’ sebetulnya adalah:
· ‘Berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’.
· ‘Dipersembahkan kepada Allah’.
Contoh: bangsa Israel disebut kudus, karena mereka dipisahkan dari bangsa-bangsa lain / dibedakan dari bangsa-bangsa lain, dan lalu dipersembahkan / diperuntukkan bagi Allah. Demikian juga kalau hari Sabat disebut kudus, dan orang kristen disebut kudus.
Juga perhatikan penggunaan kata ‘dikuduskan’ dan ‘kudus’ dalam 1Kor 7:14 - “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus”.
Kita tidak mungkin mengartikan bahwa kata ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini berarti ‘disucikan’ / ‘suci’, karena kalau diartikan demikian, maka seseorang bisa nunut / membonceng suami / istri / orang tuanya dalam persoalan keselamatan. Jadi ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini harus diartikan ‘berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’. Jadi, karena adanya seseorang yang beriman dalam suatu keluarga, maka seluruh keluarga menjadi ‘berbeda dengan’ keluarga-keluarga yang lain, yang seluruhnya kafir. Mengapa berbeda? Karena adanya seorang anggota keluarga yang kristen, sekalipun hal itu tidak menyelamatkan keluarga (kecuali mereka lalu bertobat), tetapi hal itu menyebabkan keluarga tersebut ‘kecipratan’ berkat, seperti perlindungan dan pemeliharaan dari Allah, dan sebagainya.
John Murray menafsirkan text ini secara berbeda. Sama seperti penafsiran Hodge dalam pembahasan tentang 1Korintus 8:11 di atas, John Murray beranggapan bahwa sekalipun penebusan yang dilakukan oleh Kristus hanya memberikan keselamatan kekal kepada orang-orang pilihan, tetapi juga memberikan keuntungan-keuntungan jasmani / duniawi yang terbatas hanya dalam kehidupan di dunia ini kepada orang-orang non pilihan. Karena itu tetap bisa dikatakan bahwa Kristus mati untuk mereka yang akhirnya binasa.
John Murray: “there are benefits accruing from the death of Christ for those who finally perish. And in view of this we may say that in respect of these benefits Christ may be said to have died for those who are the beneficiaries. In any case it is incontrovertible that even those who perish are the partakers of numberless benefits that are the fruits of Christ’s death and that, therefore, Christ’s death sustains to them this beneficial reference, a beneficial reference, however, that does not extend beyond this life” (= ada keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari kematian Kristus bagi mereka yang akhirnya binasa. Dan mengingat akan hal ini kita bisa mengatakan bahwa berkenaan dengan keuntungan-keuntungan ini bisa dikatakan bahwa Kristus telah mati untuk mereka, yang adalah penerima dari keuntungan-keuntungan itu. Bagaimanapun juga merupakan sesuatu yang tidak dapat dibantah bahwa bahkan mereka yang binasa, ikut ambil bagian dalam keuntungan-keuntungan yang tidak terhitung, yang adalah buah-buah dari kematian Kristus, dan bahwa karena itu, kematian Kristus menyuplai mereka keuntungan ini, tetapi itu merupakan suatu keuntungan yang terbatas dalam kehidupan ini) - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 1, hal 64-65.
Louis Berkhof: “the design of God in the work of Christ pertained primarily and directly, not to the temporal well-being of men in general, but to the redemption of the elect; but secondarily and indirectly it also included the natural blessings bestowed on mankind indiscriminately. All that the natural man receives other than curse and death is an indirect result of the redemptive work of Christ” (= rencana Allah dalam pekerjaan Kristus berhubungan terutama dan secara langsung bukan dengan kesejahteraan sementara dari manusia secara umum, tetapi dengan penebusan orang-orang pilihan; tetapi secara sekunder dan tidak langsung itu juga mencakup berkat-berkat alamiah / biasa yang diberikan kepada umat manusia tanpa pandang bulu. Semua yang diterima oleh manusia duniawi selain kutuk dan kematian merupakan hasil tidak langsung dari pekerjaan penebusan dari Kristus) - ‘Systematic Theology’, hal 438-439.
Yang manapun yang benar dari penafsiran-penafsiran di atas ini, menunjukkan bahwa Ibrani 10:29 tidak bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (= Penebusan Terbatas), ataupun Predestinasi dan Ketekunan orang-orang kudus.
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
Catatan: Pdt. Budi Asali, M.Div: meraih gelar Master of Divinity (M.Div) dari Reformed Theological Seminary (RTS), Jackson, Mississippi, United States of America
AMIN_