GERAKAN REFORMED DAN MASA KINI
Pdt. DR. Stephen Tong.
Amin.
GERAKAN REFORMED DAN MASA KINI. Banyak orang mengira Reformed Theology merupakan theologi yang kering sekali, sangat statis, hanya merupakan teori kosong dan hanya mengisi rasio saja. Theologi sedemikian bukanlah Reformed Theology. Itu Reformed yang dipengaruhi oleh semangat Pencerahan (Aufklärung). Bagi saya Aufklärung keliru karena hanya mementingkan rasio saja. Rasio hanyalah salah satu bagian dari seluruh hidup, sedangkan Firman Tuhan disebut The Word of Life. Firman Hidup pasti memuat sistem yang melebihi logika yang disebut sebagai Sistem Organik.
Sistem Organik menjadi dasar pengertian tentang Firman Tuhan dan tentang seluruh pemahaman Reformed. Firman Tuhan itu hidup, firman itu mengisi hidup dan firman itu memperkaya hidup. Dan firman yang dimengerti dalam Reformed Theology seharusnya mengubah hidup, mentransformasi dan membawa hidup ke dalam kelimpahan sebagaimana Yesus berkata, “Aku datang memberikan hidup dan hidup yang berkelimpahan” (Yohanes 10:10). Hidup Kristen adalah hidup yang berlimpah dengan sifat dan semangat dinamis, kuasa, vitalitas, dan kekuatan perjuangan. Itu semangat yang harus ada dalam gerakan ini, sehingga kita dapat menikmati gerakan ini dari sudut dinamika dan kekayaan pimpinan Tuhan yang vital. Roh Kudus bukan Roh yang statis. Roh Kudus bukan suatu obyek yang hanya mengandung kuasa dan prinsip. Roh Kudus adalah subyektifitas Tuhan Allah sendiri yang bergerak dan mengakibatkan seluruh dunia berubah menuju kepada penggenapan rencana Tuhan.
Gerakan ini adalah gerakan Reformed Injili, maka semua Hamba Tuhan dalam Gerakan ini tidak hanya mengajar, menggembala, dan berkotbah saja, tetapi juga harus menginjili. Gerakan ini lain dengan gerakan Reformed di Amerika. Gerakan ini mempunyai tujuan, mempunyai aspek yang harus kita mengerti. Kita perlu mengerti konteks, situasi Indonesia yang kemudian dikaitkan dengan kondisi internasional, sehingga kita dapat melihat segala sesuatu dari suatu wawasan yang begitu luas dan begitu tuntas. Dengan demikian, kita dapat membandingkan antara Barat dan Timur; antara kuno dan modern, dan antara masa kini dengan masa yang akan datang untuk dijadikan suatu tenunan yang bertanggung jawab.
Semangat di atas diambil dari semangat Yesaya, Yeremia, di mana mereka bukan hanya belajar dari Musa, lalu mengajarkan kembali kelima Kitab Musa, akan tetapi mereka juga mengintegrasikan prinsipprinsip Alkitab dengan situasi sekarang (saat itu) dan yang akan datang. Mereka mengarah ke masa depan, belajar dari masa lampau, dan menggarapnya di masa kini. Ini tenunan yang harus dikerjakan oleh Gerakan Reformed Injili.
Motivasi Gerakan Reformed Injili adalah menegakkan suatu kubu yang menjaga ketat doktrin Alkitab yang benar, mempunyai kelincahan untuk menghadapi kesulitan setiap zaman, dan memberikan arah untuk hari depan, dengan tujuan untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk memuliakan gerakan ini. Tidak perlu kita mencari kemuliaan diri, yang paling penting adalah bagaimana di zaman ini ada satu kubu yang mempertahankan doktrin yang ketat mati-matian. Yang dipentingkan adanya satu kubu yang betul-betul mempersembahkan semangat penyangkalan diri untuk kemuliaan Allah sebanyak mungkin, sesungguh-sungguhnya, dan bagaimana mengajarkan pengajaran Alkitab bahwa Alkitab lebih superior dari pada ajaran-ajaran filsafat modern, dan dengan demikian supremasi Kristus dinyatakan seluas-luasnya. Musik terbaik harus untuk Tuhan, filsafat yang terbaik harus melayani Firman, dan diadili, dikritik, serta disahkan oleh Alkitab karena Firman Tuhan lebih tinggi dari pikiran manusia. Semua seni yang terbaik dengan seni yang tidak baik kita bisa membedakan dengan ukuran kriteria yang diambil dari standar Alkitab. Dengan demikian kekristenan akan memimpin dunia dan menjadi terang dunia.
Waktu seorang dokter menentukan ukuran anestesi, standar apa yang dipakainya? Bedanya dokter Kristen dan bukan Kristen bukan diukur dari apakah hari Minggu dia bermain golf atau pergi ke gereja, melainkan apa yang menjadi motivasi, prinsip, dan tujuannya menjalankan operasi. Semakin seseorang mengerti apa yang menjadi prinsip-prinsip Alkitab dan makin banyak orang yang terjun untuk menyangkal diri, makin besar berkat yang bisa diterima oleh bangsa dan nusantara kita ini. Keberadaan kita di zaman dan di negara Indonesia ini bukanlah sebuah kebetulan. Indonesia merupakan persimpangan dan pertemuan antara berbagai kebudayaan dunia. Di sebelah utara ada tradisi Cina, Taoisme, Konfusianisme dan Sintoisme; di barat ada Hinduisme, Budhisme, dan juga Islam. Di Indonesia sendiri, seperti di Mikronesia, ada Animisme. Firman Allah harus bersifat supreme—mengatasi dan menghakimi berbagai budaya dan agama yang ada. Tugas ini merupakan tugas yang maha besar, sampai-sampai sulit bagi kita untuk mengungkapkannya dengan kalimat.
Jikalau semua gereja menjalankan tugas dan mandat yang sebenarnya Tuhan perintahkan kepada gereja-Nya, maka parachurch (lembaga pendamping gereja, red.) tidak perlu ada. Karena gereja belum melunaskan tugasnya, maka para-church dibangkitkan Tuhan untuk mengisi apa yang belum dikerjakan oleh gereja. Pada waktu gereja sudah bangun, sudah tergugah, dan sudah mengerjakan semua tugasnya, maka para-church bersifat contingent (boleh ada, boleh tidak ada). Demikian Gerakan Reformed Injili bukanlah suatu institusi, juga bukan satu organisasi yang menyaingi apa yang sudah ada. Itu pendapat yang salah. Gerakan Reformed Injili adalah suatu semangat yang sudah pernah diberikan oleh Tuhan pada abad ke-16 Reformasi, tetapi sudah kehilangan signifikansinya dalam hidup bergereja pada abad-abad selanjutnya. Gereja dan sekolah theologia yang masih mencantumkan nama Reformed banyak, tetapi yang berjuang untuk Reformed theology tidak ada, tidak banyak, dan banyak yang lupa.
Di dalam gerakan ini terdapat bibit pertama yang diperlukan untuk bagaimana dapat mengimbangi seluruh zaman, baik yang Liberal, Katholik, Karismatik, dan Injili, yang masing-masing tidak mungkin secara utuh mewakili kekristenan. Apa yang menjadi kekurangan dari sayap Karismatik untuk mewakili kekristenan adalah doktrin. Apa yang menjadi kekurangan orang Injili untuk mewakili kekristenan adalah mandat budaya. Apa yang menjadi kekurangan Katholik untuk mewakili kekristenan adalah tidak kembalinya kepada pengutamaan doktrin yang berpusat pada Alkitab dengan adanya begitu banyak pengaruh organisasi dan sistim keagamaan, dan juga tambahantambahan terhadap doktrin yang ada. Apa yang menjadi kekurangan dari gereja-gereja Liberal adalah sudah menjual diri, tidak lagi berstatus anak sulung karena mereka sudah membongkar, mengikis habis semua ajaran Kristologi yang paling penting.
Pada waktu gereja sudah menurunkan derajat dari bersifat berita yang bersifat penebusan menjadi sekedar suatu sikap keagamaan belaka, maka gereja sudah mulai tertidur. Jika gereja sudah lupa memberitakan Penebus, mengabaikan Yesus Kristus sebagai Penebus dosa manusia, lalu merendahkan Dia dengan hanya melihat Dia sebagai guru yang baik, pengajar moral, atau contoh sempurna bagi manusia, maka gereja sudah turun derajat. Memang di situ kita bisa rukun dengan agama lain, tetapi tidak berani dan tidak mampu lagi menantang orang bertobat dan kembali menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Satu-satunya Juruselamat dan Tuhan umat manusia. Oleh sebab itu, siapakah yang berhak dan sah mewakili kekristenan pada masa kini? Siapa yang betul-betul menjadi saksi Kristus yang utuh, yang komprehensif?
Saat ini, gereja-gereja sibuk untuk programnya sendiri, supaya kelihatan sebagai gereja yang hebat, tetapi bagaimana doktrinnya? Bagaimana imannya? Tugas untuk mempengaruhi pemerintahan di mana? Bagaimana menerangi dunia filsafat? Karena ada begitu banyak ideolog dan filsuf, dengan pikiran-pikiran yang begitu melawan Alkitab, merajalela meracuni pemuda-pemudi.
Siapa yang mewakili ke-kristenan?
Pertama, diperlukan gerakan yang akan membawa pikiran-pikiran yang dicipta oleh Tuhan kembali setia kepada Sang Pencipta, yang sekaligus Pewahyu kebenaran kepada manusia. Oleh sebab itu perlu ada wadah, perlu ada suatu gerakan, dan itu gerakan dan bukan organisasi. Semua yang mau ikut gerakan ini harus mementingkan gerakan dan bukan organisasi, karena organisasi hanyalah budak visi.
Kedua, harus mempunyai keberanian berjuang untuk mendobrak.
Ketiga, harus mempunyai strategi yang lincah dan betul-betul efisien.
Keempat, harus mempunyai pengaruh kepada massa sebanyak dan sebesar mungkin untuk mendukung.
Keempat hal ini membentuk unsur-unsur yang betul-betul paling vital dalam sesuatu yang disebut sebagai Historical Movement (Gerakan Sejarah). Di sepanjang sejarah, apabila ada suatu gerakan yang merupakan suatu Gerakan Sejarah, maka pastilah tidak lepas dari empat hal tersebut. Keempat hal ini yang membuat lembaran baru dalam sejarah untuk berubah arah menuju kepada suatu pengharapan yang baru. Demikian juga dengan kekristenan. Kekristenan muncul dengan keadaan yang tidak bersyarat. Kekristenan dilahirkan dalam keadaan yang paling dihina. Kekristenan dimulai dari awal yang sangat-sangat sederhana, ketika Yesus dilahirkan di se-buah kandang yang hina, dan bukan di sebuah istana raja.
Setelah saya belajar dan memperjuangkan dunia akademis berpuluh-puluh tahun, akhirnya saya kembali harus mengatakan: Tidak ada yang lebih tinggi dari Firman Allah. Kalau Reformed mau berdiri tegak, mau hidup lebih baik daripada yang lain, maka Reformed harus setia kepada Firman Allah sebagai satu-satunya kebenaran tertinggi, dan kemudian, dari bijaksana Tuhan, menyinari, mengawasi, mengadili semua kelemahan pikiran manusia. Dan dalam hal ini biarlah Firman Tuhan diutamakan. Ini adalah pikiran yang sangat tinggi dan besar, dan merupakan gerakan yang terlalu agung, marilah kita menyayanginya.
Jikalau Stephen Tong gagal mengerjakan Gerakan Reformed karena saya terlalu terbatas, maka Tuhan akan membangkitkan di antara saudara seorang pemimpin yang jauh lebih pintar dari saya untuk meneruskan. Kalo kita semua tidak cukup, kita harus berdoa agar Tuhan membangkitkan orang lain untuk meneruskan, dan yang terutama, Tuhan dipermuliakan. Kita semua bukanlah apa-apa. Kita hanya berusaha mengerjakan seberat, sebaik mungkin, sekuat tenaga, seberani mungkin, dan setaat mungkin kepada pimpinan Roh Kudus, sehingga Dia mau memakai kita untuk menjalankan tugas yang penting.
Ketika kita melihat gereja begitu simpang siur, ajaran begitu rusak, tafsiran Alkitab yang sembarangan dan ngawur dibawa ke atas mimbar, khotbah-khotbah yang tidak bertanggung jawab merajalela di manamana, pikiran yang hanya mencari untung, mencari persembahan yang banyak, anggota menjadi banyak dianggap sebagai pertumbuhan gereja, ini bukan berita Alkitab. Saat ini pertumbuhan hanya dilihat dari unsur kuantitas, sedangkan aspek kualitas dan kebenaran Firman Tuhan diabaikan.
Kenapa kita tidak bergerak membangun gereja dengan benar? Mengapa banyak orang Kristen yang mau saja menerima begitu banyak ajaran salah? Mengapa melihat orang-orang yang ngawur tetapi kelihatan sukses secara materi membuat orang Kristen minder dan takut, lalu menganggap itu sebagai pekerjaan Roh Kudus? Salah satu alasan penting, yang harus kita sesali, adalah semua pemimpin dan orang-orang penting dalam Gerakan Reformed tidak ada keberanian membuat hal yang besar. Kita merasa cukup dengan hal kecil, dan terlalu puas sambil mengatakan bahwa kuantitas tidak penting. Jikalau kuantitas tidak tercapai, kita menghibur diri dengan mengatakan bahwa kuantitas tidak penting, kualitas lebih penting.
Orang yang sekaligus meraih kualitas dan kuantitas pasti harus memikul salib yang sangat berat. Orang yang sekaligus mau mempertahankan yang kuno sambil memperjuangkan yang belum datang pasti dia tersendiri. Orang yang sekaligus mementingkan doktrin yang ketat, sekaligus mengabarkan Injil, pasti dia mempunyai kesulitan-kesulitan yang besar. Dan memilih sebagai orang dalam posisi seperti ini, maka saya memilih memakai Reformed Injili. Reformed adalah theologi yang ketat. Banyak orang berpikir, belajar theologi yang ketat seumur hidup tidak cukup waktu, bagaimana mau pergi mengabarkan Injil keluar supaya banyak orang menjadi orang Kristen. Theologi adalah kristalisasi iman dan penginjilan adalah proklamasi dari kepercayaan. Kristalisasi dari iman yang kita rumuskan dari seluruh kitab suci itu memerlukan banyak waktu, dan proklamasi untuk dunia pluralis dengan keberanian mengabarkan Injil bahwa satu-satunya Juruselamat ialah Yesus Kristus memerlukan keberanian yang besar.
Kita tidak boleh lupa akan substansi. Sebagian orang kehilangan substansi diri demi harmoni. Orang-orang seperti ini mungkin akan kehilangan eksistensi diri. Orang yang memelihara substansi harus berusaha untuk berjuang dengan musuh dan bersedia untuk mati syahid. Gerakan ini bukan suatu gerakan yang main-main. Gerakan ini adalah gerakan yang harus berjuang dan rela mengorbankan dirinya sendiri. Tanpa tekad dan keberanian sedemikian, maka gerakan ini tidak mungkin jadi.
Maka Gerakan Reformed bukanlah sekedar suatu warisan mati dari sekitar hampir 500 tahun yang lalu. Gerakan Reformed bukan sekedar peninggalan warisan sejarah. Gerakan Reformed adalah suatu semangat perjuangan sampai Kristus datang kembali. Gerakan Reformed adalah gerakan yang tidak mau berkompromi, dan mau terus menerus setia sampai mati. Gerakan Reformed adalah suatu ajakan untuk semua gereja, semua orang Kristen untuk kembali setia kepada Alkitab. Itu sebab Gerakan Reformed dengan theologi yang begitu ketat berhak mendirikan gereja sendiri.
Ketika Abraham Kuyper, seorang theologian Belanda, melihat bahwa Gereja Hervormde saat itu sudah keluar dari Reformed theology yang sejati, maka ia meneriakkan supaya orang Kristen keluar dari gereja itu, dan mereka membentuk Gereja Gereformeerde. Gereformeerde berarti Re-reformed. Di-reformed-kan kembali. Reformed berarti kita berjuang membentuk kembali iman kepercayaan kita sesuai firman, mari kita meneguhkan kembali keberanian kita untuk menyatakan kebenaran firman, mari kita berdiri kembali di atas batu karang, mari kita membuat kubu demi Tuhan.
Yang paling membebani saya seumur hidup hanya dua hal, yaitu: Pertama, mengabarkan Injil kepada mereka yang belum mengenal Tuhan. Kedua, membentuk pikiran dan iman kepercayaan yang teguh bagi orang yang sudah menerima Tuhan. Ini dua sayap pelayanan Stephen Tong, yaitu penginjilan dan seminar theology. Di dalam penginjilan, saya akan memanggil orang untuk datang kembali kepada Kristus, dan di dalam seminar theology, mengajarkan apa yang seharusnya Anda percaya. Semua yang saya lakukan berkisar di antara kedua beban ini, tapi kita harus mengingat bahwa theology jauh lebih besar dari sekedar mengerti firman yang tertulis karena Allah adalah Allah alam semesta. Kita tidak boleh menyempitkan kemuliaan Tuhan Allah, atau mengeringkan theology. Kita tidak boleh merasionalisasikan firman Tuhan dengan aspek logika saja, tetapi kita harus belajar menikmati semua kemuliaan Tuhan.
Kita harus belajar menikmati dan merayakan kemuliaan Tuhan. Itu tidak dimengerti dengan pikiran duniawi, tetapi sungguh-sungguh kita ingin melihat bagaimana Tuhan menggarap dunia ini, menggarap setiap pribadi kita, untuk mengerti pengajaran firman Tuhan yang benar. Kita bersama-sama berbagian di dalam Gerakan Reformed Injili di semua gereja, lalu kita melihat bagaimana umat Tuhan ditarik kembali kepada pengajaran firman yang sungguh. Saya tidak setuju kalau orang-orang yang ber-theology benar harus keluar dan pindah gereja. Saya ingin setiap orang yang ber-theology benar berjuang di gereja masing-masing untuk membawa theology tersebut di gerejanya. Sampai suatu saat jikalau orang-orang yang ber-theology benar tersebut dianiaya di gereja mereka masing-masing, maka mereka baru keluar dan menegakkan gereja yang ber-theology benar.
Barangsiapa yang ber-theology benar tapi dianiaya oleh pemimpin-pemimpin gereja yang melawan dan membenci theology yang benar berhak menyatakan untuk berdiri sendiri dan melihat itu sebagai pimpinan Tuhan. Setelah engkau berjuang mempengaruhi gereja yang lama dan engkau dihina, diejek, diinjak-injak, maka tidak salah jika engkau mengatakan mau mendirikan persekutuan yang baik dengan theology yang benar. Mengapa orang yang ber-theologytidak beres berani memasang label gereja dan orang yang ber-theology benar dianggap mengacau dan tidak berhak menegakkan label gereja? Bukankah itu diskriminasi yang tidak seharusnya terjadi?
Martin Luther di masa Reformasi tidak berjuang untuk mendapatkan kesenangan diri sendiri atau memperhitungkan untung rugi sendiri. Dia melihat bahwa ajaran firman telah diselewengkan begitu banyak, sehingga ia memaku 95 tesis di gerbang gereja Schlosskirche di Wittenberg di mana dia melawan ajaran purgatory, melawan penjualan surat pengampunan dosa, dan berbagai ajaran yang salah lainnya. Ketika Martin Luther dituntut untuk menarik kembali surat atau tesis-tesisnya, ia menjawab dengan satu kalimat, “Terkecuali Anda bisa membuktikan bahwa apa yang saya telah tuliskan itu berlawanan dengan kebenaran firman Allah dan hati nurani saya, maka saya tidak akan pernah mencabut kembali apa yang telah saya tuliskan.”
Dari kalimat ini kita melihat perbedaan antara Lutheran theology dengan Reformed theology. Reformed melihat firman dan rasio, sedangkan Lutheran melihat firman dan hati nurani. Hingga sampai saat ini peranan hati nurani dalam Lutheran theology masih sangat kuat. Hal ini terlihat dalam pemikiran seorang Lutheran theologian yang terkenal, Dietrich Bonhoeffer. Reformed theology berusaha menggunakan firman untuk memimpin logika. Fungsi rasional dipergunakan sebaik mungkin. Orang Reformed bukan orang-orang rasionalis, tetapi orang Reformed menggunakan semaksimal mungkin fungsi rasio untuk kembali kepada firman Tuhan.
Istilah yang kami pergunakan, yaitu Gerakan Reformed Injili, membawa resiko bahwa kami akan dimusuhi dan dilawan oleh dua kubu, baik oleh kubu Reformed maupun kubu Injili. Orang Injili bertanya, “Mengapa harus Reformed Injili?” bukankah Injili saja sudah cukup untuk kita memberitakan Injil. Dan Orang Reformed bertanya, “Mengapa Reformed harus ditambah kata Injili?” Saya dikritik orang Injili karena memakai kata “Reformed,” saya dikritik orang Reformed karena memakai kata “Injili,” dan saya dikritik orang Kharismatik bahwa saya tidak ada Roh Kudus. Pemakaian istilah “Reformed Injili” merupakan hasil pemikiran dan pergumulan puluhan tahun lamanya.
Saya menggunakan istilah Reformed Injili karena banyak gereja Reformed sudah lupa dan tidak mengabarkan Injil lagi, dan sebaliknya, gereja Injili kebanyakan tidak memiliki dasar theology yang kokoh. Yang bertulang tidak berdaging, dan yang berdaging tidak bertulang. Inilah kondisi gereja saat ini. Orang yang besar tetapi tidak bertulang hanya bagaikan onggokan daging yang tidak bisa berdiri tegak; dan orang bertulang tanpa daging bagaikan kerangka yang menakutkan. Ketika orang itu datang kita akan lari. Maka Reformed theology menjadi tulang punggung kekristenan yang membuat kita bisa berdiri tegak, yang memungkinkan kita bergerak dengan terstruktur, dan memberikan postur yang jelas. Postur kekristenan adalah theology. Tetapi daging dan darahlah yang membuat kita bisa tersenyum, bisa bergaul, dan bisa diterima oleh orang lain. Tengkorak dan tulang yang kuat tanpa daging akan sangat mengerikan, dan sebaliknya daging tanpa tulang menjadikan kita hanya onggokan daging yang tidak bisa bergerak. Kebanyakan gereja Injili ketika diserang secara tajam dari pemikiran theology-nya, ia tidak bisa menjawab karena kerangka theology-nya tidak kuat.
Reformed theology ditambah dengan penginjilan yang berdasarkan Reformed theology mejadikan gerakan ini berakar ke bawah dan berbuah ke atas. Inilah tugas dan panggilan kita. Kita harus menjalankan penginjilan dengan berani. Penginjilan bukan hanya untuk menambah anggota gereja dan penginjilan bukan untuk membudayakan orang agar menjadi lebih Kristiani. Penginjilan adalah memberikan suatu berita bahwa Kristus adalah satu-satunya Juruselamat. Dia yang lahir di dunia haruslah dimengerti sebagai Allah yang mengunjungi, berinkarnasi menjadi manusia, mati untuk dosa-dosa manusia, bangkit melawan Iblis dan mengalahkan kuasa setan, dan memberikan kehidupan baru. Maka kita mengundang orang untuk datang dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhannya.
BACA JUGA: MENGAPA HARUS REFORMED?
Keunikan Gerakan Reformed Injili yang lain lagi adalah Reformed theology membedakan antara wahyu umum dari wahyu khusus. Pengertian ini tidak ada pada theology yang lain. Mengapa wahyu perlu dibedakan? Karena jika tidak dibedakan, kita akan mempersamakan semuanya menjadi wilayah ambigu yang kacau. Wahyu umum diberikan kepada semua orang, semua agama, semua kebudayaan, semua daerah, semua zaman, sehingga manusia boleh mendapatkan wahyu. Wilayah ini disebut wahyu umum. Sedangkan wahyu khusus diberikan hanya melalui dua jalur yang besar dan yang betul-betul hanya dapat dimengerti oleh kaum pilihan. Hal seperti ini tidak dibahas dalam agama lain dan tidak dibahas di dalam theology yang lain.
Reformed theology membedakan wahyu umum dan wahyu khusus, supaya kita mengetahui bahwa agama dan kebudayaan memang ada nilainya. Manusia dicipta sebagai makhluk bersifat agama dan manusia sekaligus dicipta sebagai mahluk yang bersifat kebudayaan. Kedua sifat ini membentuk manusia lebih tinggi dari semua ciptaan yang lain. Istilah culture (budaya) adalah berkaitan erat dengan membudidayakan (cultivate), yaitu memperkembangkan bumi dan alam yang dicipta. Istilah ini akhirnya menjadi culture. Dari kata culture ini akhirnya berkembang istilah civilization (kemasyarakatan) di dalam zaman yang besar. Civilization menjadi puncak dari sifat kebudayaan (culture).
Manusia dicipta menjadi mahluk yang bersifat kultur dan bersifat agama, itu sebab sifat agama dan sifat kultur menjadi pembentuk esensi kemanusiaan yang membedakan manusia dari mahluk-mahluk yang lain. Dan kedua hal ini akan berusaha mencari nilai. Di dalam sifat agama manusia mencari nilai, di dalam sifat budaya manusia mencari nilai. Bedanya adalah agama mencari nilai di dalam hidup diri manusia, sedangkan budaya mencari nilai di luar kehidupan manusia. Bagaimana manusia berpakaian, bagaimana menari, bagaimana beradat, bagaimana berorganisasi, bagaimana berpikir, bagaimana bertradisi, bagaimana berbahasa, itu semua adalah nilai-nilai eksternal di dalam kehidupan umat manusia. Bagaimana bermoral, bagaimana membedakan baik dan jahat, bagaimana meninggikan dan menegakkan suatu penghargaan diri di dalam diri, bagaimana menuntut nilai kekal, bagaimana tanggung jawab manusia terhadap dunia yang tidak kelihatan, itulah yang disebut sebagai agama. Jadi agama dan kebudayaan memiliki bagian tumpang tindih (overlapping) di dalam satu wilayah yang namanya moralitas. Moral adalah bagian dari kebudayaan sekaligus bagian dari agama. Sifat agama adalah inner life (hidup batiniah), sifat budaya adalah external life (hidup lahiriah). Hidup batiniah dan hidup lahiriah digabungkan menjadi suatu hidup manusia yang dicipta di tengah-tengah dua wilayah yang saling terjalin (interwoven) antara spiritual and material world. Dengan demikian, gabungan agama dan kebudayaan, gabungan luar dan dalam, yang saling mengkait menjadi satu baru bisa membentuk manusia yang utuh.
Jadi, yang disebut sebagai wahyu umum adalah Allah menyatakan sesuatu untuk semua orang supaya manusia melihat cara hidup harus menuju kepada nilai yang diberikan oleh Tuhan. Itu sebabnya wahyu umum diterima oleh kebudayaan, agama, dan bangsa di seluruh dunia. Tetapi apakah dengan demikian buku Uphanisad dari India, atau Kitab Veda dari agama Buddha, atau Al-Quran dari Islam, atau buku Mormon dan berbagai buku-buku Animisme, dan sebagainya dapat disebut sebagai wahyu umum? Bukan! Semua agama dan semua rumusan dari kitab agama hanya merupakan reaksi sifat agama manusia terhadap wahyu umum.
Tidak ada satu kitab yang langsung diwahyukan oleh Tuhan kecuali kitab suci Alkitab Kristen. Alkitab adalah satu-satunya wahyu Allah yang tidak mengandung kesalahan, yang berbeda dari semua buku apapun lainnya. Kitab yang lain adalah reaksi terhadap wahyu umum yang diberikan kepada mereka. Ketika manusia merenungkan dan memikirkan wahyu umum, maka sebagai reaksinya mereka menulis kitab. Itu bukan wahyu, melainkan reaksi terhadap wahyu umum. Jika kita mengerti dan menerima definisi ini, maka kita akan dapat dengan jelas melihat dan menilai segala sesuatu.
Wahyu umum Allah waktu diresponi oleh manusia secara eksternal akan menjadi kebudayaan. Wahyu umum Allah waktu diresponi oleh manusia secara internal akan menjadi agama. Karena manusia sudah jatuh di dalam dosa, maka semua manusia tidak mungkin memberikan respon yang sesuai dengan aslinya. Karena manusia sudah jatuh di dalam dosa, manusia tidak mungkin menginterpretasi dengan akurat, maka terjadi penyimpangan pendapat antara agama dan agama. Konklusi yang berbeda-beda di dalam pemikiran agama-agama adalah akibat dari kejatuhan.
Dengan mengerti hal ini, kita tidak akan heran jika di dalam kitab agama lain ada hal-hal yang mirip dengan Kitab Suci Alkitab. Bukan hanya demikian, wahyu umum tentang kebudayaan memungkinkan manusia menginterpretasi dan mengerti alam, menemukan ilmu, yang mungkin bisa lebih akurat ketimbang apa yang dikerjakan oleh orang Kristen. Mungkin sekali orang Islam menemukan data astronomi yang lebih cocok daripada yang ditemukan oleh orang Kristen. Mungkin sekali orang Buddha bisa menemukan dalil fisika yang lebih cocok dengan aslinya ketimbang hasil penemuan orang Kristen yang malas. Tetapi itu hanyalah tentang wahyu umum dan respon manusia terhadapnya. Semua paparan wahyu umum yang diberikan Tuhan melalui alam ciptaan-Nya ini tidak akan dapat membawa orang non Kristen untuk bisa melihat sasaran akhir dari semua penyataaan tersebut, yaitu kemuliaan Tuhan. Hal ini hanya dapat dilihat dan dilakukan oleh orang Kristen.
Pada saat para ilmuwan menemukan dalil-dalil yang bagus, pada akhirnya mereka hanya bisa memuliakan diri. Tetapi orang Kristen, setelah menyelidiki segala sesuatu dan menemukan hal-hal yang ada di dalam alam, mereka akan melihat kemuliaan Tuhan di dalam penemuan-penemuan mereka tersebut. Inilah perbedaan yang signifikan, karena “surga menceritakan kemuliaan Allah” kata Franz Joseph Haydn di dalam oratorionya, “Creation.” Orang Kristen tidak hanya berhenti melihat data atau fakta yang dicipta, tetapi dapat melihat apa dan Siapa di belakang apa yang dicipta, yaitu kemuliaan dan Tuhan Allah Sang Pencipta itu sendiri.
Hanya sampai di wilayah wahyu umum belumlah cukup. Kita perlu masuk ke dalam wilayah wahyu khusus. Wilayah ini hanya bisa dilihat oleh orang percaya. Wahyu khusus sendiri memiliki dua cakupan, yaitu: 1) Kitab Suci Alkitab; dan 2) Kristus yang menjadi inti terpenting dari berita Alkitab.
Teologia Reformed juga membedakan antara anugerah umum dan anugerah khusus. Orang bukan Kristen mungkin lebih sehat dari pendeta. Mungkinkah hamba Tuhan yang paling setia mati tabrakan? Mungkinkah daerah Kristen mendapatkan bencana alam yang lebih sukar dari daerah bukan kristen? Mungkinkah keturunan hamba Tuhan mati kena sakit kanker dan keturunan dukun sehat? Semua itu mungkin, karena semua itu adalah di wilayah anugerah umum Allah. Anugerah umum itu diberikan kepada siapa saja sebagaimana Tuhan Yesus berkata: “Matahari menyinari orang baik dan juga orang jahat, hujan turun kepada orang benar dan juga kepada orang berdosa” (Matius 5:45). Anugerah umum menjadi pencegah lebih banyaknya perbuatan dosa sampai Kristus datang kembali. Di dalam pikiran seorang Reformed theologian, Cornelius Van Til, terdapat pikiran yang sangat ajaib bahwa anugerah umum akan ditarik setahap demi setahap makin sedikit sampai sebelum Yesus datang kembali.
Maka di dalam Gerakan Reformed Injili ini, kita perlu perjuangan yang berat, kita perlu keberanian yang besar, kita perlu iman yang sejati, kita perlu pengertian firman yang tuntas, dan jiwa pengabdian yang bersiap untuk mengorbankan diri. Tidak ada jalan lain, sebab gerakan ini bukan main-main. Gerakan ini lebih penting daripada memikirkan bagaimana mengerjakan sesuatu dengan konferensi-konferensi atau sinode karena ini adalah mengenai semangat. Jika semangat sudah hilang maka gerakan akan punah. Jika semangat masih ada maka gerakan itu masih bertumbuh.
Berbahagialah orang yang mendengar dan mengerti apa yang menjadi seruan yang berasal dari gerakan Roh Kudus untuk gerakan ini. Dan pengaruh penting Gerakan Reformed di sepanjang sejarah adalah apa yang disebut sebagai mandat budaya. Mandat budaya (culture mandate) ini khusus hanya ada di dalam Reformed theology. Kalimat kesimpulan yang paling singkat untuk menggambarkan mandat budaya adalah preeminency of Christ above all aspect of culture (supremasi preeminensi Kristus di atas segala aspek kebudayaan). Mungkinkah ada pikiran yang tertinggi yang melampaui pikiran manusia yang tertinggi? Jawabannya adalah firman Allah.
Tuhan Allah berkata, “Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu, rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:9). Apa artinya? Itu artinya firman Tuhan lebih tinggi dari semua budaya manusia. Kita bisa menemukan paling sedikit ada 60 definisi mengenai “budaya” tapi dari semua definisi tentang budaya tersebut tidak ada yang lebih baik dari definisi yang didasarkan pada ayat di atas. Gabungan ideologi dan pola hidup membentuk budaya. Satu budaya terbentuk dari cara berpikir dan cara hidup. Saya akan memberikan definisi “budaya” yang tidak ada di buku yaitu budaya sebagai jiwa bangsa, atau jiwa masyarakat.
Budaya adalah respon manusia terhadap wahyu Allah secara lahiriah. Reformed theology merupakan theologypembentuk budaya (culture-making theology). Selain mengabarkan Injil, Reformed theology juga membentuk budaya di mana Injil dikabarkan. Orang Reformed harus memiliki cara berpikir Reformed, memiliki ideologi Reformed, memiliki karakter Reformed yang sesuai dengan firman Tuhan, dan memiliki pola hidup, kelakuan, dan hati yang luas.
Mari kita memberikan yang terbaik untuk Tuhan. Mari kita tidak menunggu lagi, karena kita harus bekerja sekarang. Waktu akan menggeser kita menjadi tua. Jikalau hari ini saya mati saya akan berkata kepada Tuhan, “Tuhan, saya telah menyelesaikan apa yang harus saya kerjakan.” Selama 47 tahun saya tidak membuang waktu. Mari kita bertobat dan mengejar supaya kita menggenapi rencana-Nya untuk gerakan ini demi kemuliaan-Nya.