GETSEMANI SEBUAH PENAWARAN (MATIUS 26:36-46)
Pdt. Titus Ndoen, M. Div.
GETSEMANI SEBUAH PENAWARAN (MATIUS 26:36-46). Salah satu doa Tuhan Yesus yang sangat terkenal adalah Doa di Taman Getsemani: ”Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Matius 26: 36-46).
Kalimat kedua dari doa Tuhan Yesus ini sering dikutip oleh banyak orang percaya di akhir setiap permohonan doa mereka, ‘bukan kehendak-Ku Bapa tetapi kehendak-Mu jadilah’. Ini adalah bagian dari permohonan doa Tuhan Yesus agar Allah Bapa ‘melalukan’ cawan penderitaan yang harus diminum-Nya.
Doa Tuhan Yesus di Taman Getesemani mengandung pengajaran yang sangat penting tentang keselamatan. Isi permohonan doa-Nya hanya satu yaitu supaya cawan itu boleh berlalu dari Dia. Ini merupakan permintaan dari pribadi kedua dari Allah Tritunggal, Permintaan-Nya hanya satu, tetapi disampaikan tiga kali kepada Allah Bapa.
“PENAWARAN” DIAJUKAN
Permintaan-Nya merupakan suatu ‘penawaran’. Tuhan kita melakukan penawaran kepada Allah Bapa berkaitan dengan cara penyelamatan umat pilihan.
Dosa adalah hutang, dan keselamatan adalah pembayaran hutang. Juruselamat kita datang ke dalam dunia untuk membayar hutang dosa kita kepada Allah. Kristus berkata, “Anak manusia datang untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Matius 20:28; Markus 10:45). Sejak dalam kekekalan, Kristus sadar sepenuhnya akan tujuan dari inkarnasi. Namun mengapa Kristus mengajukan ‘penawaran’ kepada Bapa berkaitan dengan harga penebusan?
Penawaran ini adalah sesuatu yang riil, terbuka dan jujur. Kristus tidak sedang berpura-pura. Penawaran ini bukan lahir dari sikap mementingkan diri sendiri. Penawaran ini juga tidak mengurangi sedikit pun dari Kasih Kristus yang begitu panjang, lebar, dalam, dan tinggi (Efesus 3:20). Lalu mengapa Kristus mengajukan penawaran? Jawabannya sederhana: karena harga tebusan itu terlalu mahal. Mengapa mahal?
• Tebusannya Adalah Manusia
Tebusannya bukanlah domba atau binatang yang lain. Tebusannya adalah manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah (Kejadian 1:26-28). Berapakah nilai manusia? Mazmur 8 memberikan jawaban yang sangat jelas: “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya: kambing domba dan lembu sapi sekalian, juga binatang-binatang di padang; burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, dan apa yang melintasi arus lautan.” (Mazmur 8:3-8). Alkitab memberikan nilai yang sangat tinggi kepada manusia.
Dalam ordo of creation, manusia walaupun diciptakan paling terakhir, tetapi justru diberikan tempat paling tinggi dibandingkan dengan semua ciptaan yang lain. Tuhan Yesus pernah berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Markus 8:36). Dengan kata lain, Tuhan Yesus menempatkan harga satu jiwa lebih tinggi daripada harga untuk seluruh dunia. Meskipun manusia telah jatuh ke dalam dosa, tetapi manusia tetap mempunyai nilai sebagai gambar Allah di hadapan Tuhan.
Untuk menebus manusia, maka harga tebusannya juga haruslah manusia. Itu sebabnya Allah Anak mengambil natur manusia, supaya bisa menjadi tebusan bagi umat-Nya. Harga yang dibayar Allah Anak untuk mengambil natur manusia begitu mahal. “Dia yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2: 6-7). Pribadi kedua dari Allah Tritunggal rela menjadi manusia dengan mengambil natur manusia pada pribadi-Nya.
• Harga Tebusan Adalah Diri-Nya yang Tidak Berdosa
“Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Petrus 1:18-19).
Jikalau manusia yang telah jatuh ke dalam dosa saja masih memiliki nilai, apalagi Kristus yang tidak pernah berbuat dosa sekecil apapun baik dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.
• Tebusannya Adalah Mengalami Penderitaan Fisik Dan Rohani
Detik-detik terakhir sebelum Kristus ditangkap, disiksa, dan disalib, Kristus merasa takut, gentar, ‚berat’, untuk meminum cawan penderitaan, yaitu jalan salib.
Mengapa Kristus merasa takut? Bukankah Dia adalah Allah? Mengapa Tuhan Yesus, yang dulunya pernah berkata, “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku” (Yohanes 10:16-18), saat itu terasa begitu berat dan begitu takut untuk meminum cawan penderitaan-Nya?
Alasan pertama adalah karena Dia bukan saja Allah sejati tetapi juga manusia sejati. Ketika Dia menegur Petrus dan dua murid lain yang ketiduran, Yesus berkata, ”Berdoa dan berjagajagalah, karena Roh memang penurut tetapi daging lemah.” Kalau Tuhan Yesus yang tidak berdosa saja merasa lemah dan tak berdaya untuk melakukan kehendak Tuhan, apa lagi kita manusia yang berlumuran dengan dosa. Oleh sebab itu kita perlu memohon kekuatan dari Tuhan untuk melakukan kehendak Tuhan.
Selain karena daging lemah, perasaan takut yang dialami oleh Tuhan Yesus adalah karena Ia akan menerima penderitaan bukan hanya secara fisik tetapi juga secara rohani. Penderitaan-Nya secara rohani jauh lebih dahsyat daripada penderitaan-Nya secara fisik. Di atas kayu salib Dia berseru, ”Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Mungkinkah Allah Bapa meninggalkan Sang Anak? Mungkinkah Allah meninggalkan Allah? Bapa meninggalkan Anak-Nya bukan dalam arti posisi, tetapi relasi. Di kayu salib, Tuhan Yesus berdiri di tempat orang berdosa dan menanggung hukuman yang harusnya ditimpakan kepada kita. Nabi
Yesaya menubuatkan tentang Kristus:
”Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yesaya 53:4-7)
Di kayu salib, relasi antara Tuhan Yesus dan Allah Bapa, bukan lagi relasi antara Bapa dan Anak, tetapi antara Allah yang suci dan manusia berdosa, antara Hakim dan terdakwa. Oleh sebab itulah Tuhan Yesus tidak memanggil Bapa-Nya dengan sebutan ’Bapa’, seperti yang Dia selalu lakukan dalam doa-Nya, tetapi ’Allah’. Dia berseru, ”Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Hukuman yang harus-Nya ditanggung oleh kita adalah hukuman kekal di neraka, terpisah dari Allah selamanya. Hukuman itu ditimpakan kepada Kristus, sehingga barangsiapa yang percaya kepada Kristus, dibebaskan dari hukuman kekal itu. Inilah yang disebut keselamatan.
ADAKAH JAWABAN ATAS ‘PENAWARAN’ ITU?
Tiga kali Tuhan Yesus mengajukan penawaran ini kepada Allah Bapa, tetapi tiga kali juga penawaran ini tidak dijawab. Cawan penderitaan hukuman atas dosa itu harus tetap diminum. Ketika ketiga kalinya Dia berdoa, Dia berkata, ”Ya BapaKu, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu kecuali Aku meminum-Nya, Jadilah kehendak-Mu.”
Doa Tuhan Yesus ini dengan jelas menunjukkan kepada kita, bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia berdosa selain melalui ’jalan salib’. Orang yang mengatakan bahwa ada banyak jalan menuju ke Roma oleh sebab itu ada banyak jalan menuju ke Surga, sebetulnya dia sedang menghina Allah Tritunggal. Jalan salib itu adalah satu-satunya jalan penebusan dosa yang dipakai Allah untuk menyelamatkan kita, karena Allah Sang Pencipta adalah Allah yang suci dan adil.
Kesucian Allah mengakibatkan maut bagi semua orang berdosa. Alkitab berkata dalam Roma 6:23, ”Sebab upah dosa adalah maut”. Allah kita juga adalah Allah yang penuh kasih. Oleh sebab itu Dia berkenan untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Salib Kristus adalah perwujudan kasih dan keadilan Allah.
Di taman Getsemani, kita melihat betapa besar kasih Tuhan Yesus kepada kita. Tuhan Yesus mau mati bagi kita bukan karena terpaksa. Di dalam rencana kekal Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus), Sang Anak, dengan rela bersedia untuk datang ke dalam dunia, mengambil rupa seorang manusia, hidup selama kurang dari 33 tahun, menderita, dan mati di atas kayu salib, bangkit dan naik ke surga. Semua itu dilakukan-Nya karena kasih-Nya yang besar kepada manusia berdosa.
Salah satu kuasa yang memampukan Kristus mengalahkan segala ketakutan untuk memikul salib adalah kasih-Nya yang besar terhadap kita. Tanpa kasih, tidak mungkin Kristus mau menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi segala dosadosa kita. Tanpa kasih, Kristus tidak mungkin berkata, ”Ya Bapa, kalau cawan ini tidak mungkin lalu kecuali kalau Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu”.
Coba kita bayangkan dan renungkan, apa yang akan menimpa diri kita, seandainya di taman Getsemani Kristus tidak bersedia meminum cawan pahit penderitaan itu, atau seandainya permintaan Kristus dikabulkan dan Kristus tidak mati menggantikan hukuman dosa kita; ke manakah kita akan lari dari hukuman kekal yang menakutkan ini?
PENOLAKAN ’PENAWARAN’ ADALAH BUKTI KASIH ALLAH TRITUNGGAL
Di taman Getsemani kita mengerti Tuhan Yesus tengah bergumul, suatu pergumulan yang sangat ‘berat’ untuk meminum cawan hukuman itu, sehingga dalam doanya, Ia mengajukan penawaran kepada Bapa. Bahwasanya kehendak Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus tidak pernah bertentangan dari kekal sampai kekal.
Maka ketika di taman Getsemani, doa yang sedang berlangsung adalah dari Anak Allah yang akan menanggung hukuman dosa dan beban itu terasa sangat ‘berat’, namun dalam taraf tertentu Allah Bapa dan Allah Roh Kudus pun merasakan ‘tusukan-penderitaan’ akibat dosa yang akan ditanggung oleh Anak Allah. Telah terjadi ‘sesuatu’ dalam persekutuan Allah Tritunggal ketika Allah Anak berseru “AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Di situ, ‘Yang ditinggalkan’ dan ‘Yang meninggalkan’ sama-sama terluka, sama-sama menderita.
Benar, bahwa yang menderita di kayu salib adalah Allah Anak, tetapi pernahkah Saudara membayangkan perasaan Allah Bapa yang sedang ‘memalingkan wajah-Nya’, ketika Ia melempar seluruh murka dan hukuman atas dosa kepada Allah Anak, dan juga perasaan dari Allah Roh Kudus ketika melihat Anak Allah yang tidak berdosa sedang menanggung hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada Saudara dan saya?
Allah Bapa sangat mengasihi orang-orang pilihan-Nya, sehingga Dia rela menyerahkan Putra Tunggal-Nya bagi kita. Allah Anak juga begitu mengasihi kita, sehingga Dia rela memberikan nyawa-Nya bagi kita di atas kayu salib. Allah Roh Kudus juga demikian mengasihi kita, sehingga Dia menguduskan hati kita yang berdosa dan tinggal di dalam kita, dan mempersiapkan kita untuk bertemu dengan Kristus, Sang Mempelai Gereja.
Kalau Allah Tritunggal sudah mengorbankan segalanya bagi keselamatan kita, apakah seharusnya yang menjadi respon kita? Bersyukur kepada-Nya, lebih mengasihi-Nya lagi, menghargai kasih dan pengorbanan-Nya, dengan mempersembahkan waktu kita, tenaga kita, talenta kita, kekayaan kita; singkatnya, totalitas hidup kita (Roma 12:1-2) untuk mewartakan kasih-Nya yang ajaib dan kekal itu, supaya orang yang belum mengenal-Nya boleh mengenal-Nya, percaya kepada-Nya, dan memperoleh keselamatan, sehingga Nama TUHAN dipermuliakan.
”Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36).