8 PONDASI KEBENARAN KEBENARAN INJIL
Pdt. Samuel T. Gunawan, M.Th.
Ada banyak orang Kristen yang masih belum mampu melihat kebenaran-kebenaran Injil yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lainnya. Karena itu berikut ini secara ringkas saya akan menjelaskan delapan pilar dan fondasi kebenaran Injil yaitu: (1) keselamatan kita merupakan anugerah; (2) Anugerah keselamatan diterima melalui iman; (3) Kita dibenarkan karena iman; (4) Pembenaran menghasilkan damai sejahtera; (5) Pengudusan sebagai bukti pembenaran kita; (6) Iman sejati membawa kepada pertobatan; (7) Iman sejati menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik; (8) Perbuatan-perbuatan baik kita diperhitungkan sebagai pahala di masa yang akan datang. Perhatikan diagram berikut ini.
Ada banyak orang Kristen yang masih belum mampu melihat kebenaran-kebenaran Injil yang membedakan Kekristenan dari agama-agama lainnya. Karena itu berikut ini secara ringkas saya akan menjelaskan delapan pilar dan fondasi kebenaran Injil yaitu: (1) keselamatan kita merupakan anugerah; (2) Anugerah keselamatan diterima melalui iman; (3) Kita dibenarkan karena iman; (4) Pembenaran menghasilkan damai sejahtera; (5) Pengudusan sebagai bukti pembenaran kita; (6) Iman sejati membawa kepada pertobatan; (7) Iman sejati menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik; (8) Perbuatan-perbuatan baik kita diperhitungkan sebagai pahala di masa yang akan datang. Perhatikan diagram berikut ini.
gadget, otomotif, bisnis |
PERTAMA # KESELAMATAN MERUPAKAN ANUGERAH
Kata “kasih karunia” (sinonim dengan kata “anugerah”) pada dasarnya memiliki makna yang sama dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Kata Ibrani “חן - khen” yang diterjemahkan dengan “kasih karunia” dipakai dalam pengertian perbuatan seorang atasan yang menunjukkan kepada bawahannya kasih karunia, padahal sebenarnya bawahan itu tidak layak menerimanya.
Kasih karunia adalah pemberian Allah kepada manusia padahal manusia tidak pantas untuk menerimanya. Donald Gutrie menjelaskan istilah anugerah sebagai “kemurahan Allah yang tidak pantas diterima oleh orang yang layak dihukum.” Henry C. Thiessen menyatakan bahwa “Kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu”.
Keselamatan seluruhnya hanyalah oleh anugerah. Alkitab menyatakan fakta mengenai manusia yang berdosa, moralnya yang rusak total secara alamiah, dan keadaannya yang digelapkan, diperbudak, serta terasing. Terhadap hal ini Alkitab secara teguh berpegang pada doktrin tentang dosa serta kesalahan asali dan keadaan manusia yang terhilang (Roma 3:9-24).
Keselamatan itu semata-mata adalah anugerah Allah, yang artinya, tidak ada sedikit pun melibatkan jasa dan usaha manusia. Pernyataan rasul Paulus yang tegas dalam Efesus 2:8-9, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Kita tidak mempercayai keselamatan karena perbuatan-perbuatan baik ataupun karena iman ditambah perbuatan baik, tetapi hanya karena anugerah oleh iman. R.C. Sproul menyatakan, “deklarasi utama dari reformasi adalah sola gratia, yaitu keselamatan hanya merupakan anugerah Allah semata-mata”.
Anugerah adalah kemurahan (perlakuan istimewa) yang tidak layak kita diterima, tidak diupayakan, dan tidak diterima karena jasa. Istilah “anugerah” disebut juga kasih karunia (grace) adalah pemberian Allah yang tidak selayaknya diberikan kepada kita karena kita memang tidak layak untuk menerimanya. Jadi, seseorang masuk surga bukan karena kebaikan, kepatuhan, ataupun jasa-jasanya melainkan karena ia telah menerima anugerah hidup kekal dalam Kristus. Anugerah hidup kekal itu dapat dimiliki hanya karena keberadaannya “dalam Kristus”.
Frase “dalam Kristus” adalah terjemahan Yunani “en Christō” yang muncul sekitar tujuh puluh kali di dalam surat-surat rasul Paulus, dan dua kali dalam surat Petrus (1 Petrus 3:16; 5:14). Misalnya, rasul Paulus mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13). Karena hal itulah dengan rendah hati dengan senang hati kita mengakui bahwa keselamatan dari permulaan sampai selesai berasal dari Allah, bahwa itu adalah anugerah Allah, dan bahwa segala kemuliaan haruslah ditujukan kepada Allah.
KEDUA # ANUGERAH KESELAMATAN DITERIMA MELALUI IMAN
Perhatikanlah bahwa pernyataan klasik “tê gar khariti este sesôsmenoi dia tês pisteôs” yang diterjemahkan “Sebab adalah karena kasih karunia kamu telah diselamatkan melalui iman”, menunjukkan bahwa kita menerima anugerah Allah itu hanya dengan percaya kepada Yesus Kristus. Rasul Petrus dengan tegas mengatakan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul 4:12).
Banyak ayat dalam Alkitab menegaskan bahwa tanggung jawab manusia untuk diselamatkan hanya percaya (Yohanes 1:12; 3:16,18,36; 5;24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kisah Para Rasul 16:31; 1 Yohanes 5:13, dan lainnya). Sewaktu kepala penjara di Filipi bertanya, “Tuan-tuan, apakah yang harus aku perbuat supaya aku selamat?”. Dijawab oleh Paulus dan Silas tanpa ragu-ragu, ”Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kisah Para Rasul 16:30; bandingkan Yohanes 3:16). Jadi iman adalah satu-satunya jalan, melalui mana manusia beroleh keselamatan.
Tetapi, “apakah percaya itu?” Iman yang dimaksud oleh Yohanes dalam Injilnya adalah “aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus”, dan ini diterima pada saat lahir baru (regenerasi). Kata benda Yunani “πιστις-pistis” digunakan 243 kali dan selalu diterjemahkan dengan “iman (faith)”. Kata kerja “πιστευω-pisteuô” muncul sebanyak 246 kali dan selalu diterjemahkan dengan “percaya (believe).
Pada saat kata “iman” dan “percaya” digunakan muncul dalam Perjanjian Baru pada umumnya merupakan terjemahan dari kata pistis dan pisteuô tersebut. Penekanan yang diberikan kepada iman dan percaya harus dilihat dengan latar belakang karya penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus. Gagasan bahwa Allah mengutus Anak-Nya menjadi Juru selamat dunia merupakan inti Perjanjian Baru. Yesus Kristus melakukan karya penyelamatan manusia melalui kematian-Nya yang mendamaikan manusia dengan Allah di salib-Nya.
Dan iman ialah sikap yang di dalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk mendapatkan keselamatan, baik berupa kebajikan, kebaikan susila atau apa saja, kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia segala sesuatu yang dimaksud oleh “keselamatan”. Iman yang menyelamatkan itu sendiri adalah pemberian Allah (Filipi 1:29), karena itu jelaslah bahwa seluruh keselamatan merupakan anugerah.
KETIGA # KITA DIBENARKAN KARENA IMAN
Rasul Paulus memberikan pernyataan yang tegas dalam Roma 5:1-2, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah”.
Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. (1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; (2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16).
Atau seperti kata Charles F. Beker, bahwa pembenaran :
(1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan
(2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah. Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitas-Nya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apa pun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus.
Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi di mana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).
Inilah fakta kebenaran dalam Perjanjian Baru, kebenaran yang timbul dari iman dan bukan perbuatan. Artinya, kita tidak dibenarkan karena kita bermoral dan berbuat baik; juga bukan karena kita melakukan disiplin rohani setiap hari, seperti membaca Alkitab dan berdoa. Kita dibenarkan bukan karena kita merasa orang benar. Pembenaran tidak berhubungan dengan kelakuan (tingkah laku) kita yang benar, tetapi menjadi pribadi yang benar.
Kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Yesus Kristus hanya karena pengorbanan Yesus yang menjadikan kita demikian. Bagaimana kita menerima pembenaran ini? Kita menerima-Nya melalui karya Kristus di kayu salib. Kristus yang tidak berdosa dibuat-Nya menjadi dosa karena kita supaya kita dibenarkan di dalam Dia. Jika kita mempercayai ini, iman kita diperhitungkan sebagai kebenaran. Sebab jika kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan dan kebaikan-kebaikan kita maka kita tidak memerlukan iman (Roma 4:5; Efesus 2:8-9).
Kita membutuhkan iman untuk mempercayai dan mengakui bahwa kebenaran kita adalah kebenaran Tuhan di dalam Kristus. Ajaran tentang pembenaran berdasarkan anugerah dan iman ini merupakan ajaran yang sangat penting dalam Kekristenan karena ajaran ini membedakan Kekristenan dari agama lain yang menekankan keselamatan berdasarkan perbuatan.
Mengenai pembenaran ini Charles F. Beker mengatakan, “Karena itu kami menyimpulkan dengan yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran di hadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepada-Nya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apa pun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanaan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21)”.
KEEMPAT # PEMBENARAN MENGHASILKAN DAMAI SEJAHTERA
Roma pasal 5:1 merupakan titik awal yang benar dalam mempelajari Roma seluruh pasal 5. Di Roma 5: 1 ini, rasul Paulus mengawali ajarannya tentang perhitungan dosa Adam kepada semua manusia (universalitas dosa) dan perhitungan kebenaran Kristus kepada semua orang yang percaya. Disini rasul Paulus katakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.
Secara gamblang ayat ini menjelaskan bahwa damai sejahtera (Yunani, eirena; KJV, Peace) atau perdamaian kita dengan Allah merupakan akibat dari pembenaran (dikaioo) yang diterima melalui iman (pesteo). Pembenaran (dikaioo) merupakan salah satu aspek dari pendamaian (Yunani, katallage). Jadi, karena Kristus telah mendamaikan dunia maka segala rintangan telah disingkirkan sehingga manusia dimungkinkan untuk selamat.
Namun pendamaian ini tidak secara otomatis mengakibatkan seseorang itu selamat. Untuk mengalami perdamaian (atau keadaan damai sejahtera dengan Allah), maka masing-masing orang harus menanggapi karya Kristus tersebut dengan iman sehingga dapat menikmati manfaat pribadi dari pendamaian itu (bandingkan 2 Korintus 5:18-20).
Arti pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20 jelas menunjukkan pendamaian searah dan pendamaian dua arah. Dimana pendamaian searah bersifat universal itu telah menyelesaikan dosa Adam yang bersifat universal. Sedangkan pendamaian dua arah dikaitkan dengan penyelesaian dosa pribadi atau dosa aktual masing-masing orang secara pribadi ketika ia dengan iman menerima berita Injil dan percaya kepada Kristus. Teks di Roma 5:10-11 tersebut sejajar dengan pengertian ini, demikian juga Kolose 1:21 dikaitkan dengan kesejajaran ini.
Jadi, ketika rasul Paulus dalam Roma 5:10 mengatakan ”Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya”, maka kalimat ini mengacu pada pendamaian universal, bahwa sebelum seseorang menerima Kristus, ia telah didamaikan (satu arah) dengan Allah melalui kematian Kristus di kayu salib. Artinya, mereka tidak lagi berada dalam dosa universal warisan Adam.
Dan ketika rasul Paulus mengatakan “lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya!” maka kalimat itu mengacu pada pendamaian dua arah dan bersifat pribadi, bahwa setelah seseorang menerima Kristus ia pasti selamat.
Jadi, melalui kematian-Nya, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah (Roma 5:1; Efesus 2:16-18; 2 Korintus 5:18-21). Inilah kebutuhan yang utama dan mendasar dari manusia berdosa, yaitu damai sejahtera dengan Allah. Selanjutnya, Kristus memberikan damai sejahtera dihati orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Damai sejahtera yang diberikan bersifat kekal, tidak dapat dirampas dan tidak dipengaruhi oleh situasi apa pun yang datang dari luar (Matius 11:28-30; Yohanes 14:27; Filipi 4:7). Lebih luas lagi, akibat damai sejahtera ini, manusia bisa hidup damai satu dengan yang lainnya (Roma 12:18). Karena itu, damai sejahtera itu harus aktif, dikembangkan dan dibagikan pada sesama (Efesus 4:3; Ibrani 12:14).
Catatan : istilah “pendamaian” dan “perdamaian (damai sejahtera)” adalah dua istilah yang berbeda. Kebingungan mengenai kedua istilah ini muncul apabila tidak memahami teks asli Alkitab. Kata “diperdamaikan” dan “pendamaian” dalam Roma 5:10-11 berasal dari kata dasar yang sama dengan kata “mendamaikan, pendamaian, didamaikan” yang disebutkan dalam 2 Korintus 5:18-20.
Kata dasar yang dipakai di sini adalah kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”, dari kata dasar “allaso ini kemudian muncul kata “katallasso” dalam Roma 5:10-11 dan kata “apokatallasso” dalam Kolose 1:20. Jadi dalam teks Roma 5:10-11 tersebut kata “diperdamaikan” lebih tepat diterjemahkan dengan “didamaikan”, sama seperti dalam 2 Korintus 5:18-20.
Dengan demikian pengertian pendamaian dalam Roma 5:10-11 ini sejajar dengan pengertian pendamaian dalam 2 Korintus 5:18-20. Sedangkan kata “damai sejahtera” dalam Roma pasal 5:1 sejajar artinya dengan kata “perdamaian (eirena)”, yang berbeda dengan kata “pendamaian (Kattalaso)” dalam Roma 5:10-11.
KELIMA # PENGUDUSAN SEBAGAI BUKTI PEMBENARAN KITA
Artinya, kita yang benar-benar telah diselamatkan (dibenarkan) tentulah akan menunjukkan buah dari kehidupan yang kudus. Charles C. Ryrie menyatakan, “Pembenaran dibuktikan oleh kesucian hidup orang... Pembenaran di hadapan pengadilan Allah ditunjukkan dengan kesucian hidup di dunia ini di hadapan pengadilan di dunia. Inilah yang dimaksud Yakobus ketika Ia menuliskan bahwa kita dibenarkan karena perbuatan-perbuatan kita (Yakobus 2:24).
Iman yang tidak menghasilkan buah yang baik bukanlah iman yang sejati”. Perhatikan kata-kata rasul Paulus, “Sebab siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari dosa” (Roma 6:7). Jadi di sini rasul Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan penghukuman sifat dosa yang dimiliki orang percaya (Baca: Roma 6:1-14). Artinya, kita telah dibebaskan dari dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai kita.
Kita diikutsertakan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Hal inilah yang sesungguhnya menghasilkan pemindahan kekuasaan kehidupan lama kepada kekuasaan kehidupan baru. Kematian terhadap dosa bukanlah sesuatu yang abstrak dan sekedar harapan, melainkan kenyataan, karena Kristus telah mati bagi dosa dan kita diikutsertakan dengan Dia dalam kematian-Nya itu.
Jadi pembenaran akan terlihat dalam kehidupan yang kudus dan iman yang tidak mengasilkan kehidupan yang kudus bukanlah iman sejati. Dengan demikian, ajaran tentang kasih karunia yang sejati harus dihubungan dengan kehidupan yang kudus.
Kevin J. Conner mengatakan, “Dalam pembenaran kita dinyatakan benar sementara di dalam penyucian kita menjadi benar. Pembenaran adalah apa yang telah Allah lakukan bagi kita, sementara penyucian adalah apa yang Allah lakukan di dalam kita. Pembenaran menempatkan kita di dalam hubungan yang benar dengan Allah, sementara penyucian adalah buah atau bukti dari hubungan tersebut... Pembenaran menyatakan kita benar secara hukum. Penyucian menjadikan kita benar secara pengalaman.”
Alkitab menunjukkan dua aspek pengudusan yang dihubungkan dengan waktu pengudusan, yaitu :
(1) Pengudusan posisi, yang disebut juga pengudusan judikal yang terjadi secara seketika pada saat kelahiran kembali oleh Roh Kudus (1 Korintus 1:2; 6:11; Ibrani 2:11). Pengudusan ini merupakan pekerjaan objektif Allah, bukan merupakan pengalaman subjektif orang percaya. Dalam hal ini kekudusan Kristus diperhitungkan kepada seseorang pada saat ia percaya. Ia disebut kudus karena telah dipisahkan dengan cara ditempatkan di dalam Kristus. Kedudukannya tersebut adalah kedududkan yang sempurna di hadapan Allah. Kristus telah menjadi pengudusan baginya (1 Korintus 1:30; Ibrani 10:10).
(2) Pengudusan pengalaman, yang disebut juga pengudusan progresif dan merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus. Pengudusan progresif ini berhubungan dengan tingkah laku karena itu disebut juga aspek subjektif dari pengudusan. Jadi pengudusan dapat dilihat sebagai seketika dan juga sebagai proses. Itulah sebabnya orang percaya, setelah dikuduskan (seketika) harus hidup dalam kehidupan yang kudus setiap hari (Roma 6:19,22; 1 Tesalonika 4:7; 5:23; 1 Timotius 2:15; Ibrani 10:14; 12:14; 2 Petrus 3:18).
Namun, pengudusan akhir dan lengkap, yang merupakan pengudusan penyempurnaan bagi orang percaya akan terjadi pada saat Yesus Kristus datang kembali. Pada saat itu segala ketidaksempurnaan kita dan kehadiran dosa dihapuskan dari hidup orang percaya (1 Tesalonika 3:13; 5:23,24; Ibrani 6:1,2).
Penting untuk memperhatikan bahwa pengudusan bukan berarti harus tanpa dosa. Sama seperti pembenaran bukan berarti orang percaya harus benar dalam semua yang dilakukannya, demikian juga pengudusan bukan berarti orang percaya harus suci dalam semua yang dilakukannya. Paulus menulis surat kepada orang-orang Korintus sebagai orang-orang kudus, namun jika seseorang membaca surat tersebut ia akan terkejut melihat betapa berdosanya orang-orang kudus tersebut.
Kenyataan ini kelihatannya seperti kontradiksi, tetapi sebenanya tidak demikian apabila kita memperhatikan dua aspek berbeda dari pengudusan seperti yang disebutkan di atas, yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses yang terjadi terus menerus. Seseorang yang percaya kepada Kristus dikuduskan oleh darah Kristus (Yohanes 1:7) dan firman (Yohanes 17:17) dengan iman (Kisah 26:18), mengakibatkan perubahan pada pikiran yang terlihat dalam sikap dan perbuatan baik.
KEENAM # IMAN SEJATI MEMBAWA KEPADA PERTOBATAN
Telah disebutkan di atas, bahwa satu-satunya syarat bagi penerimaan keselamatan adalah iman kepada Kristus. Iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Dengan demikian kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh pertobatan, tetapi bukan iman yang mengikuti pertobatan.
Dengan kata lain, iman menghasilkan pertobatan! Pada saat seseorang dilahirkan baru (regenerasi) maka ia dimampukan percaya kepada Kristus untuk keselamatannya dan kemudian bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan baru (regenerasi) kepadanya.
Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa, dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dan meninggalkan dosa-dosa. Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44).
Pakar teologi Charles C. Ryrie dan Paul Enns menyatakan bahwa iman yang menyelamatkan melibatkan tiga hal yaitu :
(1) intelektual, yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan positif terhadap kebenaran Injil dan pribadi Kristus;
(2) emosional, yaitu suatu kesungguhan bahwa kita membutuhkan Juruselamat untuk membebaskan dari hukuman dosa; dan
(3) kehendak, yaitu keyakinan bahwa hanya Kristus saja yang mampu menyelamatkan kita tanpa mengikutsertakan apapun untuk keselamatan kekal kita. Ketiga segi ini dapat dibedakan, tetapi merupakan suatu kesatuan saat iman menyelamatkan terjadi.
Namun beberapa orang bersikeras menyatakan bahwa pertobatan mendahului iman, mereka mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus, karena pertobatan itulah yang akan membuat mereka memiliki hubungan yang benar dengan Kristus. Sanggahan saya ialah, bahwa mengatakan bahwa manusia harus bertobat sebelum dia beriman kepada Kristus dengan alasan bahwa pertobatan itulah yang menuntun manusia sehingga memiliki iman yang sejati adalah sebuah pernyataan yang tidak logis, bahkan tidak Alkitabiah.
Mengapa? Sebab jika seseorang harus bertobat dulu sebelum ia percaya kepada Kristus maka pertobatanlah yang menyelamatkan orang itu dan bukan iman kepada Kristus.
Ini bertentangan dengan ajaran yang jelas dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa “kita diselamatkan karena anugerah oleh iman” dan bukan karena “jasa atau perbuatan baik apapun” (Bandingkan Efesus 2:8-9). Alkitab mengindikasikan bahwa pertobatan tidaklah menghasilkan iman melainkan merupakan bukti dari adanya iman yang sejati. Jadi pertobatan bukanlah sebab dari iman melainkan akibat (hasil) dari iman sejati.
Lagi pula, kata “pertobatan” dalam bahasa Inggris adalah “repentence” merupakan terjemahan dari kata Yunani “metanoia” dan “metanoo” muncul dalam Perjanjian baru kurang lebih 58 kali dan diterjemahkan dengan kata “bertobat” (misalnya, Matius 4:17; Kisah Para Rasul 3:19; Wahyu 3:19). Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam seluruh surat yang ditulis rasul Paulus, hanya ada lima rujukan bagi kata metanoia (pertobatan), yaitu dalam Roma 2:4; 2 Korintus 7:9,10; 12:21; dan 2 Timotius 2:5.
Terlihat dalam surat-surat tersebut tidak ada satu rujukan mengenai kata pertobatan yang dihubungkan dengan iman untuk menerima keselamatan dari orang-orang yang belum mengenal Kristus. Justru semua kata pertobatan dalam surat-surat Paulus tersebut dihubungkan dengan orang yang sudah percaya kepada Kristus.
Sementara itu, pemunculan 53 kali lainnya dari kata pertobatan dalam Perjanjian Baru terutama berurusan dengan bangsa Israel, umat Allah. Dimana Israel sebagai umat perjanjian, telah tersesat jauh dari Allah dan diminta untuk kembali kepada Allah, dalam pengertian bertobat. Fakta ini menunjukkan bahwa penggunaan terbanyak kata pertobatan tersebut bukan merujuk kepada cara untuk diselamatkan tetapi kepada pemulihan kembali terhadap mereka yang telah berada dalam hubungan perjanjian (covenant) dengan Allah.
Dengan kata lain, berita tentang pertobatan (metanoia) tidak ditujukan kepada orang yang belum mengenal Allah, melainkan kepada orang-orang Yahudi yang sudah mengenal Allah, tetapi belum menerima Kristus. Sedangkan kepada orang-orang non Yahudi yang sama sekali belum mengenal Allah tidak dituntut pertobatan (metanoia) sebagai syarat keselamatan, melainkan hanya percaya kepada Kristus sebagai syarat keselamatan.
Sebab, seperti kata Paul Enns, “bagaimana orang bisa bertobat jika mereka tidak percaya?” Jadi, iman kepada Kristus inilah yang membuat orang yang tidak percaya berbalik kepada Allah dan meninggalkan dosa-dosanya. Teolog Indonesia R. Soedarmo menyatakan, “kepercayaan yang benar tentu diikuti oleh tobat”.
KETUJUH # IMAN SEJATI MENGHASILKAN PERBUATAN-PEBUATAN BAIK
Tuhan Yesus mengatakan, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu” (Matius 5:14b-15). Hal ini dikatakannya untuk menegaskan kepada para muridNya fungsi mereka sebagai terang. Melalui perbuatan-perbuatan baik orang-orang yang tidak percaya akan melihat terang Kristus di dalam kita.
Itulah sebabnya Yesus menegaskan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16). Kata Yunani “kalá erga” menunjuk kepada perbuatan baik dalam pengertian moral, kualitas dan manfaat. Perbuatan baik adalah cermin dari kualitas hidup seseorang. Kehidupan yang baru dalam Kristus dimaksudkan untuk menghasilkan perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan.
Pernyataan klasik tentang keselamatan hanya “karena kasih karunia oleh iman”, langsung diikuti oleh pernyataan ini “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10).
Frase Yunani “pekerjaan baik” dalam ayat ini adalah “ergois agathois” diterjemahkan “perbuatan-perbuatan yang baik”. Kata “agathois” berasal dari kata “agathos” yaitu kata Yunani biasa untuk menerangkan gagasan yang “baik” sebagai kualitas jasmani atau moral.
Kata ini dapat berarti “baik, mulia, patut, yang terhormat, dan mengagumkan”. Jadi perbuatan baik (agothos) dapat didefinisikan sebagai perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam Allah seperti yang dinyatakan dalam Yohanes 321. Perbuatan-perbuatan itu bisa juga dikategorikan sebagai pekerjaan iman (1 Tesalonoka 1:3). Namun harus diingat, sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya perbuatan baik, pengudusan dan ketaatan tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah iman, dan sama sekali bukan perbuatan-perbuatan baik itu.
Lawan dari perbuatan baik (agathos) adalah perbuatan tidak baik (phaulos), yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak ada harganya dihadapan Tuhan. Perbuatan-perbuatan semacam itu bisa juga disebut perbuatan-perbuatan yang mati atau perbuatan kedagingan. Bahaya menghasilkan perbuatan kedagingan adalah kesia-siaan (1 Korintus 15:58), kehampaan (1 Timotius 6:20; 2 Timotius 2:16), dan tidak berguna (Galatia 4:9; Titus 3:9; Yakobus 1:26).
Perbuatan-perbuatan jahat tidak memenuhi standar, dan karena itu dikarakterisasi sebagai kayu, jerami, dan limbah kayu, benda-benda yang kecil nilainya maupun kegunaannya. Itulah perbuatan-perbuatan semacam itu dihasilkan oleh tenaga kedagingan, terlepas dari kuasa Roh.
Menurut George E. Ledd, cara hidup yang tak boleh dikompromikan oleh orang-orang percaya dikemukakan dalam beberapa daftar tentang perbuatan jahat (Roma 1:29-32; 1 Korintus 3:5-11; 6:9; 2 Korintus 12:20; Galatia 5:19-21; Efesus 4:31; 5:3-4; Kolose 3:5-9).
Dosa-dosa ini terdiri dari lima kelompok, yaitu : (1) Dosa-dosa seksual : percabulan, kecemaran, hawa nafsu, perzinahan, sodomi, dan homoseksual; (2) Dosa mementingkan diri sendiri : ketamakan dan keserakahan; (3) Dosa perkataan : gosip, fitnah, perkatan kotor, perkataan sia-sia, kelakar dan mengumpat; (4) Dosa sikap dan hubungan pribadi : Permusuhan, pertikaian, kegeraman, iri hati, percekcokan, bidat, dan dengki; (5) Dosa kemabukan : mabuk, pesta pora, maupun penyembahan berhala.
Kristus berkata, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:17-18).
Ketika kita diselamatkan, Allah mengubah kita dari orang berdosa menjadi orang benar, dari orang jahat menjadi orang kudus, dari musuh Allah menjadi anak-anak Allah. Ia memberi kita hidup yang kekal yang menghasilkan buah-buah yang baik dan memuliakanNya. Hidup baru dalam Kristus adalah akar sedang perbuatan-perbuatan baik adalah buah-buahnya. Karena terang menurut rasul Paulus “hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran” (Efesus 5:9).
KEDELAPAN # PERBUATAN-PERBUATAN BAIK DIPERHITUNGKAN SEBAGAI PAHALA DI MASA YANG AKAN DATANG.
Di dalam Kekristenan dikenal apa yang disebut dengan pahala. Namun pemberian pahala bukan untuk menentukan apakah orang-orang percaya akan masuk surga atau neraka, dengan kata lain pahala bukan untuk keselamatan karena keselamatan itu semata-mata anugerah (Efesus 2:8).
R.C. Sproul mengatakan demikian, “Meskipun perbuatan-perbuatan baik kita tidak menghasilkan keselamatan, tetapi hal itu merupakan dasar bagi janji Allah untuk memberi upah kepada kita di surga. Masuknya kita ke kerajaan Allah hanya berdasarkan iman. Upah kita di dalam kekekalan adalah sesuai dengan perbuatan-perbuatan baik kita”.
Sementara itu Mark L. Bailey mengatakan, “Masalah utama pada Tahta Pengadilan Kristus bukanlah apak kita orang-orang percaya atau bukan, atau apakah kita akan masuk surga atau tidak. Faktanya adalah, siapapun yang harus menghadap Tahta Pengadilan Kristus sudah berada di surga. Pengampunan sudah digenapkan selamanya melalui penebusan, dan pendamaian dengan Allah yang Mahakudus sudah dijamin... Karena itu apapun yang dinilai di hadapan Tahta Pengadilan Kristus bukanlah masalah dosa dan hubungannya dengan hukuman kekal.
Tujuannya adalah untuk menentukan apakah karya orang-orang percaya itu berharga atau tidak berharga dimataNya. Itulah kebenaran hakiki dalam pemberian upah atas karya masing-masing”.
Pahala dihubungkan dengan tanggung jawab dalam Kekristenan yaitu penilaian atas kehidupan dan pelayanan orang percaya di hari pemahkotaan. Paulus mengingatkan, “Demikianlah setiap orang di antara kita (semua orang percaya yang sudah diselamatkan) akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah” (Roma 14:12).
Inilah tujuan hidup dan pelayanan Kristen, yaitu memperoleh pahala dan mahkota pada hari pemahkotaan di Tahta Pengadilan Kristus. Karena itu Paulus mengingatkan, “Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya! Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal.
Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:24-27).
Jadi perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang percaya adalah : (1) buah dari pertobatannya; (2) sebagai ucapan syukur atau keselamatan yang telah diterimanya; dan (3) untuk mendapatkan pahala (upah) di hari pemahkotaan kelak.
Baca Juga: Pengertian Tentang Injil
Hari pemahkotaan akan dilaksanakan di Tahta Pengadilan Kristus (Judgment seat of Christ) disebut “Bema Kristus” (2 Korintus 5:10). Ini merupakan peristiwa besar pertama yang terjadi di surga setelah gereja diangkat. Pada saat itu semua harus mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka sewaktu hidup di dunia sejak mereka percaya kepada Kristus. Pekerjaan yang berharga dan tidak berharga akan dibedakan, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang dibuat selama hidup kekristenan mereka. Apakah pekerjaan itu dibangun di atas emas, perak, batu, permata, kayu, rumput kering atau jerami, semuanya akan teruji (1 Korintus 3:10-15).
Hasil dari penghakiman ini bukanlah penghukuman tetapi pemberian pahala diantaranya berupa pujian dan mahkota. Pahala-pahala lainnya yang disebutkan Alkitab adalah pahala kesetiaan (Matius 25:21-23), pahala nabi dan orang benar (Matius 10:41,42), pahala hamba Allah dan orang kudus (Wahyu 11:18) dan mahkota emas (Wahyu 4:4;3:11).