Makna dan Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-17)
Pendahuluan:
Pendahuluan: Pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya menjadi sebuah tindakan yang membingungkan namun sarat makna. Peristiwa ini, yang tercatat dalam Injil Yohanes 13:6-17 memberikan pelajaran mendalam tentang pelayanan, pengorbanan, dan teladan yang harus diikuti oleh para pengikut-Nya. Mari kita telaah lebih lanjut makna dan teladan dari pembasuhan kaki ini.
a. Makna Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:6-11)
Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus tentunya membuat murid-murid heran dan terdiam, dan seperti biasanya Petrus tampil dan berbicara kepada Yesus: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6) dan Petrus bahkan menegaskan "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Pertanyaan dan pernyataan Petrus tersebut di latar belakangi oleh situasi yang tidak biasa, karena bagaimana mungkin seorang guru bertindak sebagai budak untuk murid-murid-Nya yang seharusnya justru melayani Dia.
Yesus menjawab:
Pembasuhan kaki yang dilakukan Yesus tentunya membuat murid-murid heran dan terdiam, dan seperti biasanya Petrus tampil dan berbicara kepada Yesus: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" (Yohanes 13:6) dan Petrus bahkan menegaskan "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya.” Pertanyaan dan pernyataan Petrus tersebut di latar belakangi oleh situasi yang tidak biasa, karena bagaimana mungkin seorang guru bertindak sebagai budak untuk murid-murid-Nya yang seharusnya justru melayani Dia.
Yesus menjawab:
Pertama, murid-murid tidak memahaminya sekarang, tetapi mereka akan memahaminya kelak. Kata “ kelak” menurut Carson, kata ini lebih baik diterjemahkan secara literal yang artinya “ setelah ini” (Inggris after these things) dari pada diterjemahkan “ later” atau “ kelak” dan hal ini mengimplikasikan bahwa mereka akan memahami makna pembasuhan kaki tersebut setelah penderitaan dan kematian Kristus.
Kedua, Yesus berkata bahwa kalau Petrus tidak dibasuh oleh Yesus, maka Petrus dan murid-murid yang lain tidak akan “ mendapat bagian dalam Aku" (Yohanes 13:8).
Dari pernyataan tersebut, Yesus hendak menegaskan bahwa dari ke 12 murid-Nya, tidak semua murid bersih (Yohanes 13:10b) dan dalam ayat 11 ditegaskan bahwa Yesus tahu ada murid-Nya yang akan menyerahkan Dia. Dalam bagian sebelumnya Yesus telah berbicara tentang mereka yang tidak percaya dan yang akan mengkhianati Dia (Yohanes 6:64). Mereka yang tidak percaya telah meninggalkan Dia (Yohanes 6:66), sedangkan orang yang akan mengkhianati Dia masih bersama Dia (6:70-71).
b. Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:12-17)
Yesus kemudian memberikan alasan atau dasar dari permintaan agar murid-murid-Nya meneladani Dia (Yohanes 13:13-14).
Kata wajib dalam Yohanes 13:14 adalah memiliki penekanan “ be indebted, be obligated, one must, one ought.” Jadi kata tersebut menegaskan tentang mempunyai kewajiban atau berhutang, atau sesuatu yang harus dilakukan.23
Dalam Yohanes 13:15 Yesus menyebutkan bahwa Dia telah memberikan ὑπόδειγμα (Bahasa Inggris: example, pattern; copy, imitation) dan dalam bahasa Indonesia dipakai kata “ teladan”.
Dalam Yohanes 13: 16-17 ditegaskan kembali pentingnya teladan yang diberikan Yesus. Yohanes 13: 16 dibuka dengan kata yang menegaskan bahwa pernyataan yang akan diberikan sangatlah penting.
Bagi murid-murid yang melakukan perintah Yesus atau yang meneladaninya, maka Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang (Yohanes 13: 17) “ berbahagia atau diberkati.” Tidaklah cukup hanya mendengar, memahami dan menerima apa yang benar. Tetapi yang terpenting adalah seseorang harus melakukannya.
Ucapan Bahagia dalam Yohanes 13:17 ini hendak menegaskan kebahagiaan eskatologis yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak hanya memahami apa yang Yesus telah lakukan, tetapi lebih dari pada itu juga melakukannya.
MAKNA PEMBASUHAN KAKI HARI INI
Pada jaman Yesus, pembasuhan kaki dilakukan karena dua alasan: pertama untuk menghilangkan kotoran di kaki para tamu yang pada jaman itu memakai kasut atau sepatu terbuka. Kedua, pembasuhan kaki dilakukan sebagai penyambutan atau penerimaan untuk tamu dalam sebuah perjamuan.
“The example does not necessarily imply the perpetuation of footwashing as an ordinance in the church.... John calls this act an "example," which implies that the emphasis is on the inner attitude of humble and voluntary service for others.
Barrett juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian dan tidak perlu diulangi lagi. Dengan demikian pembasuhan kaki adalah teladan yang hendak menekankan sikap hati yang mau dengan kerelaan dan dengan rendah hati mau melayani orang lain.
Johnson juga menyatakan hal yang sama bahwa Yesus di sini tidak hendak memberikan “ Church Ordinance” atau peraturan gereja atau ritual seperti halnya Sakramen Perjamuan Kudus dan Baptisan. Hal ini dapat kita lihat dalam Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya Yesus menginstitusikan Perjamuan Kudus (Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; Lukas 22:15-20).
Istilah “ mendapat bagian” dalam konteks PB dan pemikiran Yahudi dapat dipahami dalam konteks warisan (Lukas 15:12) dan menunjuk kepada masa yang akan datang di mana kita akan ikut ambil bagian dalam berkat eskatologis (Matius 24:51; Wahyu 20:6). Menurut Hendriksen, pemahaman dari pernyataan Yesus ini adalah bahwa apabila Aku tidak membasuh kamu dari dosa yang disimbolkan melalui pembasuhan kaki ini, maka engkau tidak akan mengalami karya penebusan Allah.
Dari penjelasan Yesus, Petrus memahami bahwa untuk menjadi murid Yesus, salah satu syaratnya harus bersih, karena itu Petrus memohon agar dia dibasuh seluruhnya (ayat 9). Yesus kemudian menjelaskan berdasarkan metafora seseorang yang telah mandi berarti telah bersih, kecuali kakinya yang telah terkena debu jalan (Yohanes 13:10).
Dari penjelasan Yesus, Petrus memahami bahwa untuk menjadi murid Yesus, salah satu syaratnya harus bersih, karena itu Petrus memohon agar dia dibasuh seluruhnya (ayat 9). Yesus kemudian menjelaskan berdasarkan metafora seseorang yang telah mandi berarti telah bersih, kecuali kakinya yang telah terkena debu jalan (Yohanes 13:10).
Para murid yang menjadi tamu saat itu tentunya telah mandi dan dalam perjalanan menuju ke tempat perjamuan, kaki mereka menjadi kotor, sehingga hanya kaki mereka yang perlu dibersihkan (ayat 10). Yesus kemudian menggunakan gambaran ini untuk murid-murid-Nya semua, bahwa “ kamu sudah bersih, hanya tidak semua" (Yohanes 13:10b)
Dari pernyataan tersebut, Yesus hendak menegaskan bahwa dari ke 12 murid-Nya, tidak semua murid bersih (Yohanes 13:10b) dan dalam ayat 11 ditegaskan bahwa Yesus tahu ada murid-Nya yang akan menyerahkan Dia. Dalam bagian sebelumnya Yesus telah berbicara tentang mereka yang tidak percaya dan yang akan mengkhianati Dia (Yohanes 6:64). Mereka yang tidak percaya telah meninggalkan Dia (Yohanes 6:66), sedangkan orang yang akan mengkhianati Dia masih bersama Dia (6:70-71).
Dalam Yohanes 13:2, penulis Injil Yohanes telah menegaskan bahwa Iblis telah mempengaruhi Yudas untuk mengkhianati Yesus dan dalam ayat 11 kembali ditegaskan bahwa Yesus tahu siap yang akan mengkhianati Dia. Bahkan dalam catatan Injil, Yesus disebutkan menegur Yudas secara langsung: “ Ia menjawab: "Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.
Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan" (Matius 26:23-24; lihat juga Markus 14:20-21)
b. Teladan Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:12-17)
Dalam catatan Yohanes, Yesus memberikan dua penjelasan berkaitan dengan tindakan pembasuhan kaki. Yang pertama saat dia sedang membasuh kaki, dan yang kedua saat Dia kembali ke tempat duduk-Nya dalam perjamuan tersebut.
Bruce mengatakan bahwa penjelasan pertama bersifat teologis di mana Yesus rela merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di atas kayu salib serta dengan darah-Nya Dia menyucikan setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Yang kedua, Yesus memberikan penerapan praktis dalam Yohanes 13:12-17 di mana Yesus meminta murid-murid-Nya untuk meneladani diri-Nya yang rela melakukan pekerjaan yang rendah dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Karena itu Dia juga meminta agar murid-murid-Nya mau belajar dan meneladani diri-Nya dan mau memiliki sikap yang merendahkan diri dan saling melayani.
Yesus kemudian memberikan alasan atau dasar dari permintaan agar murid-murid-Nya meneladani Dia (Yohanes 13:13-14).
Pertama, Yesus yang adalah guru dan Tuhan bersedia merendahkan diri dan mengambil posisi sebagai hamba atau budak dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Hal ini juga ditegaskan Paulus dalam Filipi 2:7 “ melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” Merendahkan diri dan memiliki jiwa untuk melayani inilah yang menjadi teladan buat kita (Yohanes 13:14-15).
Kedua, Yesus memberikan alasan yang mendasar dari perintah-Nya “ Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu,” maka murid-murid wajib melakukan dan meneladani apa yang Yesus lakukan. Membasuh kaki umumnya dilakukan oleh seorang budak, tetapi dalam keadaan tertentu, seorang murid atau seorang hamba dapat melalukan pembasuhan tersebut untuk guru atau tuannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak pada tempatnya kalau seorang tuan atau guru membasuh kaki hamba atau muridnya.
Kata wajib dalam Yohanes 13:14 adalah memiliki penekanan “ be indebted, be obligated, one must, one ought.” Jadi kata tersebut menegaskan tentang mempunyai kewajiban atau berhutang, atau sesuatu yang harus dilakukan.23
Bahkan berarti “ wajib saling atau timbal balik.” Kata ini juga dapat dipahami sebagai “ berhutang” (bdk Matius 6:12 “ Forgive us our debts”), sehingga artinya lebih tegas lagi bahwa mereka saling berhutang untuk membasuh kaki dan untuk itu mereka wajib melakukannya atau melunasinya
Dalam Yohanes 13:15 Yesus menyebutkan bahwa Dia telah memberikan ὑπόδειγμα (Bahasa Inggris: example, pattern; copy, imitation) dan dalam bahasa Indonesia dipakai kata “ teladan”.
Kata ὑπόδειγμα memiliki arti memberi contoh atau teladan berkenaan dengan yang baik ataupun yang buruk. Kata tersebut juga dapat berarti pola atau pattern (Ibr 9:23 ὑπόδειγμα = melambangkan).
Pada jaman Greco-Roman kata ὑπόδειγμα dipakai untuk menjelaskan contoh atau teladan dalam kebajikan. Hal yang berbeda di sini adalah bahwa dalam konteks Greco Roman, penekanannya bukan pada teladan yang diberikan, tetapi natur dari teladan tersebut. Sebagai contoh, teladan yang dipandang baik dan bernilai adalah keberanian atau kecakapan di bidang militer. Di sisi lain, Yesus justru menekankan teladan yang baik yang harus ditunjukkan adalah sikap yang merendahkan diri, mengorbankan diri dan mengasihi
Dalam Yohanes 13: 16-17 ditegaskan kembali pentingnya teladan yang diberikan Yesus. Yohanes 13: 16 dibuka dengan kata yang menegaskan bahwa pernyataan yang akan diberikan sangatlah penting.
Dua kontras: pertama, antara (hamba dan tuan). Menurut Brown, memang dalam ayat kurios dipahami sebagai Tuhan, mengingat hal itu dikontraskan dengan kata murid. Dalam ayat ini kata kuri,oj dikontraskan dengan kata doulos yang artinya hamba, sehingga kurios mempunyai arti tuan atau majikan yang memiliki hamba tersebut.
Kontras kedua adalah antara (yang diutus dan yang mengutus). Kata utusan atau duta dan yang dimaksudkan di sini adalah murid-murid yang kelak akan diutus untuk memberitakan berita kebangkitan Yesus.
Dua kontras ini hendak menegaskan kembali teladan yang Yesus, Tuhan dan guru mereka, Tuan dan pengutus mereka, sudah memberikan teladan kerelaan untuk mengambil tempat yang rendah dan melayani orang lain, maka murid-murid juga wajib untuk melakukannya.
Bagi murid-murid yang melakukan perintah Yesus atau yang meneladaninya, maka Yesus mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang (Yohanes 13: 17) “ berbahagia atau diberkati.” Tidaklah cukup hanya mendengar, memahami dan menerima apa yang benar. Tetapi yang terpenting adalah seseorang harus melakukannya.
Ucapan Bahagia dalam Yohanes 13:17 ini hendak menegaskan kebahagiaan eskatologis yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak hanya memahami apa yang Yesus telah lakukan, tetapi lebih dari pada itu juga melakukannya.
MAKNA PEMBASUHAN KAKI HARI INI
Pada jaman Yesus, pembasuhan kaki dilakukan karena dua alasan: pertama untuk menghilangkan kotoran di kaki para tamu yang pada jaman itu memakai kasut atau sepatu terbuka. Kedua, pembasuhan kaki dilakukan sebagai penyambutan atau penerimaan untuk tamu dalam sebuah perjamuan.
Yesus saat itu membasuh kaki murid-murid-Nya bukan karena tidak ada budak atau menggantikan tugas seorang budak, atau karena hendak membersihkan kaki murid-murid-Nya; tetapi Yesus memakai pembasuhan kaki tersebut untuk memberi teladan dan mengajar murid-murid-Nya untuk bersedia merendahkan diri dan bersedia menjadi hamba yang bersedia untuk saling melayani.
Demikian juga, kata “ teladan” dalam Yohanes 13:15 tidak harus dipahami bahwa pembasuhan kaki tersebut harus dilakukan terus menerus sebagaimana yang juga dinyatakan oleh Tenney,
“The example does not necessarily imply the perpetuation of footwashing as an ordinance in the church.... John calls this act an "example," which implies that the emphasis is on the inner attitude of humble and voluntary service for others.
Barrett juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki menunjukkan tindakan nyata tentang penyucian dan tidak perlu diulangi lagi. Dengan demikian pembasuhan kaki adalah teladan yang hendak menekankan sikap hati yang mau dengan kerelaan dan dengan rendah hati mau melayani orang lain.
Johnson juga menyatakan hal yang sama bahwa Yesus di sini tidak hendak memberikan “ Church Ordinance” atau peraturan gereja atau ritual seperti halnya Sakramen Perjamuan Kudus dan Baptisan. Hal ini dapat kita lihat dalam Yesus makan Paskah dengan murid-murid-Nya Yesus menginstitusikan Perjamuan Kudus (Matius 26:20-29; Markus 14:17-25; Lukas 22:15-20).
Hal ini kemudian dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:42) dan ditegaskan kembali oleh Paulus (1Korintus 11: 23-25). Demikian juga waktu Yesus menginstitusikan Baptisan (Matius 28:19-20), hal itu juga dilaksanakan oleh gereja mula-mula (Kisah Para Rasul 2:38) dan sekalipun Paulus menegaskan bahwa ia diutus untuk memberitakan Injil dan bukan untuk membaptis, tetapi ia juga menyatakan bahwa ada beberapa yang ia baptis (1Korintus 1:14-16).
Sekalipun pembasuhan kaki tidak diinstitusikan sebagai sakramen yang dilakukan secara literal, Hendriksen melihat bahwa mereka yang dalam konteks tertentu ingin melakukan pembasuhan kaki sebagai simbol penerimaan dan kerendahan hati, tentunya hal tersebut tidaklah salah (lih. 1Timotius 6:10).
Sekalipun demikian, Hendriksen juga menegaskan bahwa teladan untuk merendahkan diri dan melayani harus tetap menjadi inti pemahaman, seperti yang dikatakannya: “It should, however, be stressed that what Jesus had in mind was not outward rite, but an inner attitude, that of humility and eagerness to serve.”
Dalam tulisan PB lainnya, pembasuhan kaki hanya dicatat dalam 1Timotius 5:9-10, “ Yang didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari enam puluh tahun, yang hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik.”
Dalam tulisan PB lainnya, pembasuhan kaki hanya dicatat dalam 1Timotius 5:9-10, “ Yang didaftarkan sebagai janda, hanyalah mereka yang tidak kurang dari enam puluh tahun, yang hanya satu kali bersuami dan yang terbukti telah melakukan pekerjaan yang baik, seperti mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki saudara-saudara seiman, menolong orang yang hidup dalam kesesakan pendeknya mereka yang telah menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik.”
Dalam bagian ini pembasuhan kaki yang dilakukan janda-janda adalah salah satu kualifikasi bagi seseorang untuk didaftarkan sebagai janda yang akan mendapat bantuan dari jemaat. Jadi pembasuhan kaki di sini dilakukan bukan sebagai ritual, tetapi sebagai perbuatan baik yang dilakukan oleh janda-janda.
Baca Juga: Kasih dan Pelayanan: Kisah Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:1-17)
Baca Juga: Kasih dan Pelayanan: Kisah Pembasuhan Kaki (Yohanes 13:1-17)
Hari ini kita harus berpikir bahwa Pembasuhan Kaki adalah sebuah teladan dari model kepemimpinan seorang hamba yang telah diberikan Yesus dan tentunya harus kita tunjukkan dalam pelayanan kita. Barton bahkan mengatakan kita dapat menunjukkan sikap “ Membasuh Kaki” dengan:
Menerima tugas yang rendah atau menerima peran yang lebih kecil
Tidak menuntut hak atau keistimewaan Memenuhi kebutuhan orang lain, sebelum memenuhi kebutuhan kita
Mencari pekerjaan yang orang lain tidak mau lakukan dan melakukan hal itu dengan sukacita
Fokus kepada hasil yang akan dicapai, bukan siapa yang akan dipuji.
Tindakan Yesus yang rela menjadi hamba dan membasuh kaki murid-murid-Nya, menjadi dasar bagi nasihat Paulus yang mengatakan: “ Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8)
Menerima tugas yang rendah atau menerima peran yang lebih kecil
Tidak menuntut hak atau keistimewaan Memenuhi kebutuhan orang lain, sebelum memenuhi kebutuhan kita
Mencari pekerjaan yang orang lain tidak mau lakukan dan melakukan hal itu dengan sukacita
Fokus kepada hasil yang akan dicapai, bukan siapa yang akan dipuji.
Tindakan Yesus yang rela menjadi hamba dan membasuh kaki murid-murid-Nya, menjadi dasar bagi nasihat Paulus yang mengatakan: “ Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:5-8)