Istri Tunduk, Suami Mengasihi: Efesus 5:22-25

Pendahuluan:

Pernikahan dalam pandangan Kristen bukanlah sekadar hubungan antara dua individu, tetapi juga merupakan cerminan kasih Kristus kepada gereja. Dalam Efesus 5:22-25, Rasul Paulus memberikan nasihat yang mendalam mengenai peran istri yang tunduk kepada suami, sementara suami diminta untuk mengasihi istri dengan cinta yang sejati dan berkorban. Mari kita menjelajahi pemahaman yang lebih dalam tentang makna kasih dan ketundukan dalam hubungan suami-istri, sesuai dengan ajaran Alkitab
Istri Tunduk, Suami Mengasihi: Efesus 5:22-25
1. Istri Tunduk Kepada Suami

Subordinasi ini Paulus uraikan dalam Efesus 5:22-25. Paulus awali dengan perkataan istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan. Ungkapan ini, Kristus yang menunjuk istri supaya tunduk kepada suami (Torrance, 1988:205). Atau Allah yang menetapkan kepemimpinan dan peran dalam rumah tangga, dan ketundukan merupakan penghargaan terhadap urutan ilahi (O’brien, 1999:411). 

Paulus tidak memerintahkan setiap wanita untuk tunduk kepada setiap orang, tetapi istri tunduk kepada suami (O’brien, 1999:11; Hoehner, 2004:727). Nasihat Paulus kepada istri merupakan daya tarik bagi orang-orang sederhana dan bertanggung jawab karena dilaksanakan secara sukarela bukan karena paksaan (O’brien, 1999:411).

Alasan istri tunduk kepada suami karena suami kepala istri dan (Efesus 5:23) Kepada istri Paulus katakan, Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan (Efesus 5:22). Asal usul kepemimpinan ini tidak diuraikan dalam bagian ini. 

Menurut Abineno alasan Paulus memulai nasihat ini dari kaum yang lemah dilatar-belakangi oleh adat kebiasaan yang dipakai dalam dunia kafir pada waktu itu (Abineno, 2009:204). Pendapat ini terlalu umum. Meskipun tidak diuraikan di bagian ini tetapi, di suratnya yang lain dikatakan berdasarkan urutan penciptaan lihat Kejadian 2; 1 Korintus 11:8,9 (O’ Brien, 1999:413). 

Istilah tunduk dalam nas ini, menggunakan kata dalam bahasa Yunani hupotage artinya “menerima/tunduk”. Istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan. Kata hupotage adalah present imperative. Imperative menunjukkan perintah. Artinya subordinasi yang paparkan Paulus dalam pernikahan bukan anjuran atau ada pilihan melainkan perintah yang harus dijalankan oleh istri. Jadi, istilah tunduk dalam ayat ini mengacu kepada penerimaan fungsinya sebagai penolong terhadap suami.

Umumnya dalam Yudaisme Helenisitik istilah istri tunduk yaitu mematuhi, melayani (Hoehner, 2004:730). Hoehner mendasari pandangannya dengan mengutip pernyataan Petrus dalam 1 Petrus 3:3-6 yaitu Petrus menggambarkan subordinasi sarah dengan menggunakan istilah “mematuhi suaminya Abraham (Hoehner, 2005:734-735). Istilah memahatuhi atau tunduk dalam konteks ini bukan berarti wanita lebih rendah.

Pada zaman Romawi Helenistik orang Yahudi mengganggap wanita lebih rendah dari pria, karena itu percaya bahwa perempuan harus tunduk kepada suaminya (Hoehner, 2004:735), namun meskipun perempuan dalam tradisi Yahudi memiliki posisi kedua, tetap berpengaruh dan dihargai sebagai penolong suami. Dan meskipun perempuan sebagai inferior (bawahan) baik Philo dan Josephus menyatakan bahwa perempuan tidak boleh dianiaya atau terhina (Hoehener, 2004:735). 

Philo ingin menyatukan pemikiran Yunani 1. Istri Tunduk Kepada Suami Subordinasi ini Paulus uraikan dalam Efesus 5:22-25. Paulus awali dengan perkataan istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan. Ungkapan ini, Kristus yang menunjuk istri supaya tunduk kepada suami (Torrance, 1988:205). 

Atau Allah yang menetapkan kepemimpinan dan peran dalam rumah tangga, dan ketundukan merupakan penghargaan terhadap urutan ilahi (O’brien, 1999:411). Paulus tidak memerintahkan setiap wanita untuk tunduk kepada setiap orang, tetapi istri tunduk kepada suami (O’brien, 1999:11; Hoehner, 2004:727). Nasihat Paulus kepada istri merupakan daya tarik bagi orang-orang sederhana dan bertanggung jawab karena dilaksanakan secara sukarela bukan karena paksaan (O’brien, 1999:411). 

Alasan istri tunduk kepada suami karena suami kepala istri dan (Efesus 5:23) Kepada istri Paulus katakan, Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan (Efesus 5:22). Asal usul kepempinan ini tidak diuraikan dalam bagian ini. Menurut Abineno alasan Paulus memulai nasihat ini dari kaum yang lemah dilatar-belakangi oleh adat kebiasaan yang dipakai dalam dunia kafir pada waktu itu (Abineno, 2009:204). Pendapat ini terlalu umum. Meskipun tidak diuraikan di bagian ini tetapi, di suratnya yang lain dikatakan berdasarkan urutan pernciptaan lihat Kejadian 2; 1 Korintus 11:8,9 (O’ Brien, 1999:413). 

Istilah tunduk dalam nas ini, menggunakan kata dalam bahasa Yunani hupotage artinya “menerima/tunduk”. Istri tunduk kepada suami seperti kepada Tuhan. Kata hupotage adalah present imperative. Imperative menunjukkan perintah. Artinya subordinasi yang paparkan Paulus dalam pernikahan bukan anjuran atau ada pilihan melainkan perintah yang harus dijalankan oleh istri. 

Jadi, istilah tunduk dalam ayat ini mengacu kepada penerimaan fungsinya sebagai penolong terhadap suami. Umumnya dalam Yudaisme Helenisitik istilah istri tunduk yaitu mematuhi, melayani (Hoehner, 2004:730). 

Hoehner mendasari pandangannya dengan mengutip pernyataan Petrus dalam 1 Petrus 3:3-6 yaitu Petrus menggambarkan subordinasi sarah dengan menggunakan istilah “mematuhi suaminya Abraham (Hoehner, 2005:734-735). Istilah mematuhi atau tunduk dalam konteks ini bukan berarti wanita lebih rendah. 

Pada zaman Romawi Helenistik orang Yahudi menganggap wanita lebih rendah dari pria, karena itu percaya bahwa perempuan harus tunduk kepada suaminya (Hoehner, 2004:735), namun meskipun perempuan dalam tradisi Yahudi memiliki posisi kedua, tetap berpengaruh dan dihargai sebagai penolong suami. Dan meskipun perempuan sebagai inferior (bawahan) baik Philo dan Josephus menyatakan bahwa perempuan tidak boleh dianiaya atau terhina (Hoehener, 2004:735). Philo ingin menyatukan pemikiran Yunani

Seperti telah dijelaskan bagian sebelumnya, meskipun sama dihadapan Allah, namun Allah sendiri yang memberikan subordinasi dalam rumah tangga. Istri tunduk kepada suami seperti kepada Kritus, dan suami mengasihi Istri seperti Kristus mengasihi jemaat dan mengorbankan nyawanya. Stot menyatakan jika seseorang tunduk kepada yang menyandang otoritas, itu berarti dengan rendah hati mengakui bahwa Allah berdaulat dan telah mengatur masyarakat manusia (Stott, 2003:209-210). 

Kristus yang telah merendahkan diri-Nya dan melayani sebagai hamba sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5- 11). Istri tunduk secara sukarela kepada suami seperti kepada Kristus itu adalah bagian dari cara melayani Tuhan Yesus (O’brian, 1999:413). Karena Paulus katakan apapun yang juga yang kamu perbuat, perbuatlah seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23).

Rasul Paulus menghubungkan istilah “tunduk dengan “merendahkan diri-Nya dan melayani sebagai hamba” alasannya adalah Karena Kristus sangat mengasihi manusia berdosa. Kasih seperti inilah yang menjadi dasar dari hubungan suami istri. Kalimat ini dapat ditemukan dalam pernyataan Paulus kepada jemaat di Efesus “karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat, maka Paulus melanjutkan nasihatnya, karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu (Efesus 5:23-24). 

Nasehat Paulus kepada istri, ini menunjukkan bahwa Rasul Paulus tidak memandang perkawinan sebagai sesuatu yang negatif atau merupakan dosa, atau menghambat seseorang lebih dekat kepada Tuhan.

2. Suami Mengasihi Istri

Mengenai cinta kasih ini Rasul Paulus membuat suatu pararel yang indah dengan menjelaskan, “hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya (Efesus 5:25), demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri (Efesus 5: 28). Istilah yang digunakan Paulus dalam teks Yunani di Efesus 5:25 bentuknya present imperative. Imperative menunjukkan ini adalah perintah dan bukan anjuran sama halnya dengan istri tunduk. Sementara dalam Efesus 5:28 kata yang dipakai Paulus dalam teks Yunani adalah present infinitive

Perbedaan kasus dalam kedua ayat bukan berarti ada perbedaan. Pada Efesus 5: 25 Paulus menggunakan present imperative karna menghubungkannya dengan kasih Kristus kepada jemaat yang memberikan nyawanya sedangkan di Efesus 5:28 sebagai kesimpulan dari sebelumnya yaitu Kristus kepada gereja

Istilah mengasihi digunakan dalam bagian ini enam kali dan merupakan kata kunci dalam bagian ini, ini berarti kasih yang dimaksud adalah kasih tanpa syarat (Hoehner, 2004:747). Pengulangan pemakaian kata mengasihi dalam konteks ini memperkuat gagasan bahwa kasih suami kepada istri adalah kasih yang berkelanjutan artinya suami harus mengasihi istri bahkan ketika mungkin tidak layak dikasihi dan tidak mengasihi. 

Pernyataan ini sama halnya dengan perintah kepada istri, ketaatan istri tidak bergantung kepada respons suami, demikian juga kasih suami tidak bergantung kepada pada respons istri (Hoehner, 2004:747). Tujuannya adalah keharmonisan dalam rumah tangga.

Menarik sekali cara Rasul Paulus menempatkan secara serempak dua perbandingan bagi seorang suami. Dia menyodorkan suatu perkawinan ideal di mana pertama-tama suami harus mencintai istrinya sebagaimana Kristus mencintai jemaat, dan kedua sebagaimana seorang laki-laki mencintai tubuhnya sendiri. 

Ini bukan perbandingan yang berbeda. Yang dikatakan di situ hal yang sama, yaitu soal mencintai istri, hanya caranya berbeda (Wignyasumart, 2000:92-93). Artinya tidak ada bedanya mencintai dirinya dengan mencintai istrinya. Ukurannya adalah kasih Kristus kepada jemaat.

Kata yang digunakan Paulus untuk memaparkan kasih Kristus kepada jemaat ini sama dengan yang digunakan dalam nasihat kepada para suami dalam ayat sebelumnya sebagai cinta yang tidak egois (Hoehner, 2004:749). 

Artinya kasih suami dengan istri adalah kasih yang tulus yang dianalogikan dengan kasih Kristus kepada jemaat. Tujuannya adalah untuk kebaikan orang yang dicintai. Misalnya, Efesus 2:4 memberitahukan kasih Allah untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan menghidupkan, dan bersama-sama duduk dengan Kristus Yesus di sorga. Dalam konteks saat ini objek tertentu dari kasih Kristus adalah gereja. Menariknya, adalah karena satu-satunya dalam PB menyebutkan kasih Kristus bagi Gereja. Sedangkan pada Efesus 5:28 ukuran kasih suami kepada istri seperti mengasihi tubuhnya sendiri.

Paulus kembali memberikan ukuran kasih bagi suami terhadap istri yaitu mengasihi istri sebagaimana mengasihi tubuhnya sendiri. Dalam bagian ini Paulus memperluas contoh kasih Kristus yaitu cinta seseorang untuk tubuhnya sendiri. Kata tubuh dipakai Sembilan kali di kitab Efesus, dan digunakan secara metaforis dalam semua kasus kecuali di ayat ini, yaitu mengacu secara fisik (Hoehner, 2004:764). 

Maksud pernyataan ini adalah suami mengasihi istri seperti mengasihi tubuhnya sendiri. Dalam tradisi Yahudi Rabbi mengajarkan mengenai seorang laki-laki mencintai istrinya seperti dirinya sendiri, menghormati dirinya lebih dari dirinya sendiri (Hoehner, 2004:764). Perbandingan ini memperkenalkan karakteristik kualitas kasih yaitu suami harus mengasihi istri.

Perbandingan ini merupakan ilustrasi bagaimana cara mengasihi istri yang dimaksud Paulus. Mengasihi istri itu seperti mengasihi tubuhnya sendiri. Sebab tidak mungkin seseorang membenci dirinya sendiri. Abineno menafsirkan mengasihi istri sesuatu yang paling tinggi, yang paling berat, bukan kasih biasa yaitu kasih yang mengharapkan balasan, tetapi kasih yang sesungguhnya, kasih yang mencerminkan kasih Kristus (Abineno, 2009:209). 

Lebih sukar dari pada menundukkan diri yaitu kasih yang mengorbankan dirinya sendiri. Ini berarti standar dan cara suami mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat dan menyerahkan nyawa-Nya karena kasihnya kepada manusia berdosa. Inilah standar cinta suami kepada istri menurut Paulus

Paulus menekankan kasih Kristus pada bagian ini (kasih yang menyerahkan nyawa-Nya) adalah untuk mengekspresikan cinta suami kepada istri (Torrance, 1988:205). Cinta seperti ini disebut cinta sejati. Karena itu menjadi model dan dasar cinta suami istri. Model lainnya, Kristus berinisiatif menyerahkan diriNya kepada maut, melalui kematian di kayu salib, dan tindakan ini adalah demonstrasi cintanya yang agung (O’brien, 1999:419). Dengan dijadikannya kasih Kristus sebagai standar kasih suami istri, menunjukkan bahwa Paulus sangat menjunjung tinggi perkawinan

Dalam Perjanjian Lama lambang perkawinan sering digambarkan hubungan perjanjian antara Yahweh dan umat Israel. (O’Brien, 1999:420). Yesus mengambil alih ajaran ini dan berani menyebut diri-Nya sebagai pengantin (Markus 2:18-20; lihat Yohanes 3:29). 

Paulus memperluas lambang ini dalam 2 Korintus, 11:1-3 dan di Efesus 5. Yang berfokus pada pengorbanan dari Mempelai surgawi. Inilah kasih yang berkorban, karena itu suami hendaklah meneladani kasih Kristus. Sikap berkorban tersebut terlihat dari sikap saling melayani. 

Dampak dari sikap saling melayani di antara suami istri adalah: 

Pertama, menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia. 

Kedua, menjadi keluarga yang memancarkan cinta kasih. 

Ketiga, Menjadi keluarga yang melakukan teladan dari sikap Tuhan Yesus yaitu hidup saling melayani. 

Dalam hubungannya melayani Tuhan, suami istri dapat melayani Tuhan secara bersama-sama, beribadah bersama-sama, saling mendoakan satu dengan yang lain. Mempunyai istri atau mempunyai suami bukan merupakan suatu penghalang dalam melayani Tuhan, seperti dalam pandangan asketisme. Suami maupun istri dapat melayani bersama-sama, saling melengkapi, dan saling mendukung satu dengan yang lain. 

Alkitab menjelaskan bahwa ada sepasang suami dan istri yang sama-sama melayani Tuhan yaitu Priskila dan Akwila. Sepasang suami istri ini, bersama-sama dengan Paulus dalam mengabarkan Injil di Korintus (lihat Kisah Para Rasul 18). Dalam hubungan dengan keluarga, sikap saling mengasihi satu dengan yang lain, akan menjadi contoh dan teladan bagi anak-anak. Anak tersebut akan hidup dalam keluarga yang harmonis dan bahagia

Kitab yang menjelaskan bahwa Paulus sangat menjunjung tinggi pernikahan adalah kitab Efesus. Karena ia mengungkapkan ajarannya dengan berkata pernikahan Kristen merupakan hubungan yang paling agung dalam hidup ini, yang hanya dapat disejajarkan dengan hubungan antara Kristus dan GerejaNya (Barclay,1996:259-260). 

Menurut Barclay antara surat 1 Korintus dan Surat Efesus terdapat selisih waktu penulisan kira-kira Sembilan tahun. Dalam kurun waktu Sembilan tahun itulah Paulus mulai menyadari bahwa agaknya kedatangan Kristus kedua kali itu tidak secepat seperti yang ia harapkan (Barclay,1996:259-260). Inilah salah satu alasan bahwa pandangan Paulus tentang pernikahan ada dalam kitab Efesus, yang dimuat dalam beberapa nasehat dalam hubungan suami istri

Berdasarkan pemikiran dan pemaparan Paulus mengenai pernikahan dalam kitab Efesus, menunjukkan bahwa Paulus tidak anti terhadap pernikahan. Dan di bagian ini juga membuktikan bahwa tulisan Paulus dalam 1 Korintus 7:1-9, tidak bertentangan dengan dengan konsepnya mengenai pernikahan dalam kitab Efesus, dan bukan merupakan perbaikan. Konsep Paulus tentang pernikahan dalam kitab Efesus sama dengan konsep dalam kitab Efesus meskipun kitab Efesus ditulis kemudian.

Baca Juga: Efesus 5:22-33 (Peran Suami-Istri Dalam Keluarga Kristen)

Pernyataan-pernyataan Paulus mengenai perkawinan dalam Kitab Efesus, menunjukkan bahwa Paulus sangat menjunjung tinggi pernikahan, sebab ia mendasari kasih suami istri seperti kasih Kristus kepada jemaat. Sehingga kedua prinsip ini menentang konsep inses dalam kehidupan umat Kristen dan menolak kesalah pengertian pemahaman mengenai kebebasan dan tubuh.

Kesimpulan:

Dalam Efesus 5:22-25, Paulus memberikan pandangan yang dalam mengenai hubungan suami-istri dalam kerangka kasih Kristus kepada gereja. Istri diminta untuk tunduk dengan hormat kepada suami, sementara suami diminta untuk mengasihi istri dengan cinta yang berkorban sebagaimana Kristus mengasihi jemaat. Kasih dan ketundukan dalam pernikahan Kristen bukanlah tentang hierarki yang mengesampingkan, tetapi tentang saling melengkapi dan melayani satu sama lain dengan kasih yang tulus. Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, diharapkan pernikahan Kristen dapat menjadi cerminan kasih Kristus bagi dunia.
Next Post Previous Post