Yudas 1:22: Kasih dan Kemurahan bagi yang Ragu

Yudas 1:22: Kasih dan Kemurahan bagi yang Ragu

Pendahuluan:

Surat Yudas adalah salah satu surat pendek dalam Perjanjian Baru yang penuh dengan peringatan terhadap ajaran sesat dan kemurtadan. Dalam Yudas 1:22, terdapat sebuah nasihat yang sangat penting bagi gereja:“Milikilah kemurahan hati bagi mereka yang ragu-ragu.” (Yudas 1:22, AYT)

Ayat ini menekankan pentingnya kasih dan belas kasihan terhadap mereka yang berada dalam kebingungan atau keraguan dalam iman mereka. Para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul melihat ayat ini sebagai panggilan bagi gereja untuk menerapkan anugerah Allah dalam tindakan nyata, sekaligus menunjukkan doktrin pemeliharaan Allah terhadap orang percaya.

Artikel ini akan membahas makna mendalam dari Yudas 1:22, bagaimana ajaran ini diterapkan dalam perspektif teologi Reformed, serta bagaimana prinsip ini relevan bagi kehidupan orang percaya saat ini.

Latar Belakang Surat Yudas

Surat Yudas ditulis untuk memperingatkan gereja tentang ajaran sesat dan kemurtadan yang mulai menyusup ke dalam komunitas Kristen. Penulis, Yudas (kemungkinan saudara tiri Yesus), menekankan pentingnya mempertahankan iman yang sejati dan melawan pengaruh buruk dari guru-guru palsu.

Namun, dalam Yudas 1:22 ini, Yudas menunjukkan sisi lain dari panggilannya, yaitu belas kasihan terhadap mereka yang masih ragu atau bergumul dalam iman mereka.

Eksposisi Yudas 1:22

1. "Milikilah kemurahan hati..."

Dalam bahasa Yunani, frasa “milikilah kemurahan hati” berasal dari kata eleate (ἐλεᾶτε), yang berarti memiliki belas kasihan atau menunjukkan belas kasihan.

John Calvin menekankan bahwa belas kasihan ini bukan sekadar rasa simpati, tetapi suatu tindakan aktif untuk menuntun mereka yang ragu kembali kepada kebenaran. Ia menulis:"Belas kasihan harus didasarkan pada kebenaran. Kita tidak boleh membiarkan keraguan berkembang, tetapi dengan sabar menuntun mereka kepada firman Allah." (Commentary on Jude)

Dalam teologi Reformed, kasih dan kemurahan hati bukanlah sekadar emosi manusiawi, tetapi refleksi dari anugerah Allah. Efesus 2:4-5 mengajarkan bahwa Allah sendiri adalah kaya dalam belas kasihan (eleos), yang menyelamatkan manusia dari dosa.

Herman Bavinck juga menekankan bahwa kemurahan hati dalam konteks ini harus bersumber dari anugerah Allah yang berdaulat:"Belas kasihan Kristen bukanlah tindakan manusia belaka, tetapi cerminan dari kasih karunia Allah yang telah menyelamatkan kita." (Reformed Dogmatics, Vol. 3)

Aplikasi praktis dari bagian ini adalah bahwa orang percaya harus bersabar dalam membimbing orang yang ragu, bukan dengan kecaman, tetapi dengan kasih yang berlandaskan kebenaran firman Tuhan.

2. “...bagi mereka yang ragu-ragu”

Bagian kedua dari ayat ini berbicara tentang kelompok yang disebut “mereka yang ragu-ragu”. Dalam bahasa Yunani, kata yang digunakan adalah diakrinomenous (διακρινομένους), yang berarti "mereka yang bimbang" atau "yang berada dalam keadaan ragu-ragu".

Siapakah yang dimaksud dengan "mereka yang ragu-ragu" dalam konteks ini?

A. Orang yang Terpengaruh oleh Ajaran Sesat

Yudas dalam ayat-ayat sebelumnya telah memperingatkan tentang para guru palsu. Sebagian orang dalam gereja mungkin telah dipengaruhi oleh mereka, tetapi belum sepenuhnya meninggalkan iman Kristen. Orang-orang ini berada dalam keadaan ragu-ragu, karena mereka masih bergumul antara ajaran yang benar dan ajaran yang menyesatkan.

Herman Bavinck menegaskan bahwa kondisi ini adalah bagian dari peperangan rohani yang nyata: "Setiap orang percaya pasti mengalami pergumulan dalam iman, tetapi kasih karunia Allah yang berdaulat akan menopang mereka yang dipilih-Nya."

B. Orang Percaya yang Mengalami Pergumulan Iman

Ada juga orang-orang yang mengalami krisis iman bukan karena ajaran sesat, tetapi karena pengalaman hidup yang sulit. Mereka bisa saja bergumul dengan pertanyaan seperti:

  • Jika Allah itu baik, mengapa ada penderitaan?
  • Bagaimana saya bisa yakin bahwa saya diselamatkan?
  • Mengapa doa-doa saya tidak dijawab?

R.C. Sproul berpendapat bahwa orang-orang seperti ini memerlukan pengajaran yang kuat tentang doktrin kepastian keselamatan (assurance of salvation). Ia menulis:"Keraguan dalam iman adalah bagian dari proses pertumbuhan. Namun, kita harus membawa mereka kepada kebenaran, bukan membiarkan mereka tenggelam dalam ketidakpastian." (Essential Truths of the Christian Faith)

Dalam perspektif Reformed, iman bukanlah hasil dari usaha manusia semata, tetapi anugerah dari Allah. Filipi 1:6 menegaskan bahwa Allah yang memulai pekerjaan baik dalam hidup seseorang akan menyelesaikannya.

Aplikasi Teologis bagi Orang Percaya

Dari eksposisi Yudas 1:22 ini, ada beberapa prinsip teologis yang dapat diterapkan dalam kehidupan Kristen:

1. Kesabaran dalam Membimbing Orang yang Ragu

Keraguan dalam iman adalah bagian dari perjalanan Kristen. Kita dipanggil untuk menunjukkan belas kasihan, bukan menghakimi mereka yang ragu-ragu. Galatia 6:1 mengajarkan bahwa kita harus menuntun saudara seiman dengan roh lemah lembut.

2. Keteguhan dalam Ajaran yang Benar

Meskipun kita dipanggil untuk berbelas kasihan, kita juga harus menuntun mereka kepada kebenaran. Ini berarti pentingnya memiliki pengajaran doktrinal yang kuat agar tidak terseret oleh ajaran sesat. 2 Timotius 2:15 menekankan pentingnya "memegang teguh firman kebenaran."

3. Keyakinan bahwa Allah yang Memelihara Iman Orang Percaya

Dalam perspektif Reformed, iman kita bukanlah sesuatu yang kita pertahankan sendiri, tetapi dipelihara oleh Allah. Yohanes 10:28-29 mengajarkan bahwa tidak ada yang dapat merebut orang percaya dari tangan Allah.

John Calvin menulis:"Mereka yang benar-benar dipilih oleh Allah tidak akan binasa, karena tangan Tuhan akan menopang mereka sampai akhir." (Institutes of the Christian Religion, 3.24.6)

Kesimpulan

Yudas 1:22 adalah panggilan bagi gereja untuk menunjukkan kasih dan belas kasihan kepada mereka yang sedang bergumul dalam iman mereka. Dalam perspektif teologi Reformed, ini adalah bagian dari anugerah Allah yang bekerja melalui umat-Nya untuk menopang iman yang lemah.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:

  1. Berbelas kasihan terhadap mereka yang ragu – Bukan dengan kecaman, tetapi dengan kasih yang berlandaskan kebenaran.
  2. Menuntun mereka kepada kebenaran firman Allah – Bukan membiarkan mereka tetap dalam kebimbangan.
  3. Percaya bahwa Allah memelihara iman umat-Nya – Iman sejati tidak akan hilang karena pemeliharaan Allah yang berdaulat.

Sebagaimana Allah telah menunjukkan belas kasihan-Nya kepada kita, kita juga dipanggil untuk menjadi alat belas kasihan bagi orang lain. Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post