Yudas 1:23: Panggilan untuk Menyelamatkan Jiwa

Yudas 1:23: Panggilan untuk Menyelamatkan Jiwa

Pendahuluan:

Surat Yudas merupakan salah satu kitab pendek dalam Perjanjian Baru, namun mengandung pesan yang sangat mendalam tentang bahaya ajaran sesat dan panggilan bagi orang percaya untuk tetap teguh dalam iman. Dalam Yudas 1:23, kita melihat perintah yang kuat untuk menyelamatkan mereka yang tersesat dan menunjukkan belas kasihan dengan hikmat.

"Selamatkanlah orang lain dengan merebut mereka dari api. Kepada yang lain, perlihatkanlah belas kasihan yang disertai rasa takut, dengan membenci pakaian mereka yang dicemari hawa nafsu duniawi." (Yudas 1:23, AYT)

Dalam perspektif teologi Reformed, ayat ini menunjukkan panggilan bagi gereja untuk terlibat dalam penyelamatan jiwa dengan sikap yang benar. Para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan R.C. Sproul menekankan bahwa penyelamatan ini adalah bagian dari mandat ilahi, tetapi tetap dalam koridor pemilihan dan anugerah Allah yang berdaulat.

Artikel ini akan menggali makna mendalam dari Yudas 1:23, membahasnya dalam konteks teologi Reformed, serta menerapkan ajarannya dalam kehidupan Kristen.

Latar Belakang Surat Yudas

Surat Yudas ditulis untuk menentang pengaruh guru-guru sesat yang telah menyusup ke dalam gereja. Yudas menegaskan bahwa orang percaya harus berjuang bagi iman yang sejati (Yudas 1:3) dan menjaga diri dari pengaruh dunia yang merusak. Namun, dalam Yudas 1:22-23, Yudas memberikan instruksi tentang bagaimana memperlakukan mereka yang terpengaruh oleh ajaran sesat dan kehidupan dosa.

Eksposisi Yudas 1:23

1. "Selamatkanlah orang lain dengan merebut mereka dari api."

A. Keseriusan Panggilan untuk Menyelamatkan

Perintah ini menggunakan kata Yunani harpazō (ἁρπάζω), yang berarti "merebut dengan paksa" atau "menarik keluar dengan kuat." Ini menunjukkan urgensi dalam menyelamatkan mereka yang hampir jatuh dalam kehancuran.

John Calvin dalam komentarnya menulis:

"Mereka yang tersesat dalam dosa harus ditarik keluar dengan segera, karena semakin lama mereka tinggal di dalamnya, semakin sulit bagi mereka untuk kembali kepada Allah." (Commentary on Jude)

Dalam teologi Reformed, ini berkaitan dengan konsep Providensia Allah yang bekerja melalui orang percaya untuk membawa mereka yang tersesat kembali kepada kebenaran.

B. Api sebagai Simbol Penghakiman

Kata "api" dalam ayat ini merujuk pada penghukuman kekal, mengingatkan kita pada penghakiman Allah yang nyata (Matius 25:41).

Herman Bavinck menegaskan bahwa api ini bukan sekadar metafora, tetapi berbicara tentang realitas murka Allah terhadap dosa:

"Neraka bukan hanya kehilangan kehadiran Allah, tetapi realitas dari murka-Nya yang kekal terhadap mereka yang tidak bertobat." (Reformed Dogmatics, Vol. 4)

Ini berarti bahwa tugas orang percaya bukan sekadar menyelamatkan secara emosional, tetapi dengan penuh kesadaran akan keseriusan penghakiman Allah bagi mereka yang menolak Injil.

2. "Kepada yang lain, perlihatkanlah belas kasihan yang disertai rasa takut."

A. Belas Kasihan yang Bijaksana

Tidak semua orang harus ditarik dengan cara yang sama. Ada yang perlu diselamatkan dengan tegas, tetapi ada juga yang harus didekati dengan belas kasihan dan kelembutan.

R.C. Sproul dalam bukunya Essential Truths of the Christian Faith menjelaskan:

"Belas kasihan sejati bukanlah membiarkan dosa, tetapi menuntun orang kepada pertobatan dengan hati yang rendah dan penuh kasih."

Ini berarti bahwa dalam menyelamatkan jiwa, kita perlu hikmat, mengetahui kapan harus bertindak tegas dan kapan harus menunjukkan kelembutan.

B. Rasa Takut: Kesadaran akan Dosa

Mengapa belas kasihan harus disertai "rasa takut"? Kata Yunani phobos (φόβος) dalam ayat ini berarti ketakutan yang penuh hormat, bukan ketakutan yang panik.

Menurut John Calvin, ini menunjukkan bahwa kita harus menyadari bahaya dosa, baik bagi orang yang kita coba selamatkan maupun bagi diri kita sendiri:

"Kita harus berhati-hati agar dalam menyelamatkan orang lain, kita sendiri tidak terjerumus dalam dosa mereka."

Ini berarti bahwa ketika menolong orang lain, kita harus tetap berpegang teguh pada kebenaran dan menjaga kekudusan kita sendiri.

3. "Dengan membenci pakaian mereka yang dicemari hawa nafsu duniawi."

A. Kebencian terhadap Dosa, Bukan terhadap Orangnya

Frasa "membenci pakaian mereka yang dicemari hawa nafsu duniawi" mengacu pada kebencian terhadap dosa, tetapi bukan terhadap orang yang berdosa.

Herman Bavinck menulis:

"Gereja harus membedakan antara orang berdosa yang perlu diselamatkan dan dosa yang harus ditolak dengan keras." (Reformed Ethics)

Dalam perspektif Reformed, ini berkaitan dengan kekudusan Allah, yang tidak bisa berkompromi dengan dosa.

B. Metafora "Pakaian yang Dicemari"

Dalam konteks Yahudi, pakaian yang terkena najis dianggap tidak layak dan harus dibakar (Imamat 13:47). Ini menunjukkan bahwa dosa bukan hanya sesuatu yang "kurang baik," tetapi sesuatu yang benar-benar mencemari dan harus dijauhkan.

R.C. Sproul mengaitkan ini dengan konsep Total Depravity dalam Lima Poin Calvinisme (TULIP):

"Dosa bukan hanya sekadar kesalahan kecil, tetapi sesuatu yang benar-benar merusak manusia secara keseluruhan."

Ini berarti bahwa dalam menyelamatkan orang lain, kita harus tetap menjaga batas agar tidak ikut terjerumus dalam dosa mereka.

Aplikasi Teologis bagi Orang Percaya

Dari eksposisi ini, ada beberapa prinsip teologis yang dapat diterapkan dalam kehidupan Kristen:

1. Urgensi dalam Misi Injil

Kita dipanggil untuk menyelamatkan jiwa dengan segera, karena mereka yang terhilang berada dalam bahaya penghukuman kekal. Ini adalah panggilan untuk penginjilan yang serius.

2. Hikmat dalam Pendekatan terhadap Orang Berdosa

Setiap orang memiliki tingkat keraguan dan keterjerumusan yang berbeda. Kita harus menjalankan belas kasihan dengan hikmat, mengetahui kapan harus bersikap tegas dan kapan harus lembut.

3. Menjaga Kekudusan saat Menolong Orang Lain

Meskipun kita harus menjangkau orang berdosa, kita tidak boleh mengkompromikan iman dan kekudusan kita. Kita harus membenci dosa tetapi tetap mengasihi jiwa yang perlu diselamatkan.

4. Percaya pada Kedaulatan Allah dalam Keselamatan

Dalam teologi Reformed, keselamatan bukanlah hasil dari usaha manusia, tetapi anugerah Allah. Efesus 2:8-9 mengajarkan bahwa keselamatan adalah karya Allah, dan kita hanyalah alat dalam tangan-Nya.

John Calvin menegaskan bahwa:

"Allah yang memilih, Allah yang menyelamatkan, dan Allah yang menjaga umat-Nya sampai akhir."

Ini berarti bahwa tugas kita adalah memberitakan Injil dan menyelamatkan mereka yang ragu, tetapi hasilnya ada di tangan Tuhan.

Kesimpulan

Yudas 1:23 adalah panggilan bagi gereja untuk menyelamatkan mereka yang hampir jatuh dalam dosa dan penghukuman. Dalam perspektif teologi Reformed, ini adalah bagian dari pekerjaan Allah dalam penyelamatan jiwa yang dinyatakan melalui gereja-Nya.

Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk:

  1. Merebut jiwa dari api – dengan penginjilan yang penuh kasih dan kebenaran.
  2. Menunjukkan belas kasihan dengan rasa takut – memiliki hikmat dalam menolong orang lain.
  3. Membenci dosa tetapi mengasihi orang berdosa – menjaga kekudusan sambil tetap berbelas kasihan.
  4. Percaya pada anugerah Allah dalam keselamatan – mengetahui bahwa hanya Tuhan yang dapat mengubah hati manusia.

Soli Deo Gloria!

Next Post Previous Post