Confessions: Peran Pengakuan Iman

Confessions: Peran Pengakuan Iman

Pendahuluan: Apa Itu Pengakuan Iman?

Dalam tradisi Kristen, pengakuan iman (confession of faith) adalah pernyataan resmi yang merangkum keyakinan teologis suatu gereja atau komunitas iman. Dalam teologi Reformed, pengakuan iman memiliki peran sentral sebagai sarana untuk menyatakan kebenaran Alkitabiah, menjaga kemurnian doktrin, dan membimbing umat dalam kehidupan rohani.

1. Sejarah Pengakuan Iman Reformed

a. Latar Belakang Reformasi

Gerakan Reformasi Protestan pada abad ke-16 melahirkan kebutuhan akan pernyataan iman yang jelas untuk membedakan ajaran Reformasi dari ajaran Katolik Roma. Pengakuan iman menjadi alat untuk menyatakan keyakinan teologis yang didasarkan pada Sola Scriptura (hanya Alkitab) dan prinsip-prinsip Reformasi lainnya.

b. Pengakuan-Pengakuan Utama

Beberapa pengakuan iman utama dalam tradisi Reformed antara lain:

  • Pengakuan Iman Belgia (1561): Disusun oleh Guido de Brès, pengakuan ini menegaskan doktrin-doktrin utama seperti keesaan Allah, otoritas Alkitab, dan keselamatan oleh anugerah melalui iman.

  • Katekismus Heidelberg (1563): Disusun oleh Zacharias Ursinus dan Caspar Olevianus, katekismus ini berbentuk tanya-jawab yang dirancang untuk mengajarkan doktrin Kristen secara pastoral dan pribadi.

  • Kanon Dort (1618–1619): Dihasilkan dari Sinode Dort, kanon ini menanggapi ajaran Arminianisme dan menegaskan doktrin pemilihan ilahi dan ketekunan orang percaya.

  • Pengakuan Iman Westminster (1646): Disusun oleh para teolog Inggris dan Skotlandia, pengakuan ini menjadi standar doktrin bagi banyak gereja Reformed di dunia berbahasa Inggris.

2. Fungsi Pengakuan Iman dalam Teologi Reformed

a. Penjaga Kemurnian Doktrin

Pengakuan iman berfungsi sebagai pagar doktrinal yang menjaga gereja dari ajaran sesat dan penyimpangan teologis. Dengan memiliki standar doktrin yang jelas, gereja dapat memastikan bahwa pengajaran dan praktiknya tetap setia pada kebenaran Alkitab.

b. Alat Pengajaran dan Katekisasi

Pengakuan iman digunakan sebagai alat untuk mengajar anggota gereja, terutama generasi muda, tentang doktrin-doktrin dasar iman Kristen. Katekismus Heidelberg, misalnya, dirancang untuk mengajarkan iman Kristen secara sistematis dan pastoral.

c. Sarana Kesatuan dan Identitas

Dengan mengadopsi pengakuan iman yang sama, gereja-gereja Reformed di berbagai tempat dapat memiliki kesatuan dalam doktrin dan identitas teologis. Ini memungkinkan kerja sama dan persekutuan yang lebih erat antar gereja.

3. Relevansi Pengakuan Iman di Indonesia

a. Penerjemahan dan Penyebaran

Di Indonesia, pengakuan-pengakuan iman Reformed telah diterjemahkan dan disebarkan oleh berbagai lembaga dan gereja. Misalnya, buku Recovering the Reformed Confession karya R. Scott Clark telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Momentum Christian Literature, membantu memperkenalkan pengakuan iman Reformed kepada gereja-gereja di Indonesia. 

b. Pengakuan Iman dalam Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII)

Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII), yang didirikan oleh Pdt. Dr. Stephen Tong, menjadikan pengakuan iman sebagai dasar teologisnya. GRII mengakui dan mengajarkan pengakuan-pengakuan iman Reformed klasik seperti Pengakuan Iman Belgia, Katekismus Heidelberg, dan Kanon Dort. 

c. Pendidikan Teologi dan Pengakuan Iman

Lembaga-lembaga pendidikan teologi Reformed di Indonesia, seperti Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Internasional (STTRII), menjadikan pengakuan iman sebagai bagian integral dari kurikulum mereka. Ini memastikan bahwa para calon pendeta dan pemimpin gereja memiliki pemahaman yang kuat tentang doktrin Reformed.

4. Pandangan Para Teolog Reformed tentang Pengakuan Iman

a. John Calvin

Sebagai tokoh utama Reformasi, Calvin menekankan pentingnya pengakuan iman sebagai sarana untuk menyatakan kebenaran Alkitab dan menentang ajaran sesat. Ia percaya bahwa pengakuan iman membantu gereja tetap setia pada ajaran Kristus.

b. R. Scott Clark

Dalam bukunya Recovering the Reformed Confession, Clark menekankan perlunya gereja-gereja Reformed untuk kembali kepada pengakuan iman klasik sebagai dasar identitas dan praktik mereka. Ia mengingatkan bahwa tanpa pengakuan iman yang jelas, gereja mudah terombang-ambing oleh budaya dan tren teologis yang berubah-ubah.

c. Yuzo Adhinarta

Dalam tulisannya, Adhinarta menyoroti relevansi Three Forms of Unity (Pengakuan Iman Belgia, Katekismus Heidelberg, dan Kanon Dort) bagi gereja-gereja di Indonesia. Ia menekankan bahwa pengakuan iman ini tidak hanya relevan secara teologis, tetapi juga membantu gereja dalam misi dan pelayanan di konteks Indonesia. 

5. Tantangan dan Peluang

a. Tantangan

  • Kurangnya Pemahaman: Banyak jemaat yang belum memahami isi dan pentingnya pengakuan iman, sehingga pengakuan iman sering dianggap sebagai formalitas belaka.

  • Pengaruh Budaya: Budaya postmodern yang menekankan relativisme dapat membuat pengakuan iman dianggap kaku atau tidak relevan.

b. Peluang

  • Pendidikan dan Katekisasi: Dengan mengintegrasikan pengakuan iman dalam pendidikan gereja, jemaat dapat memahami dan menghayati doktrin Kristen secara lebih mendalam.

  • Kesatuan Gereja: Pengakuan iman dapat menjadi dasar untuk membangun kesatuan antar gereja-gereja Reformed di Indonesia, memungkinkan kerja sama dalam misi dan pelayanan.

Kesimpulan

Pengakuan iman memainkan peran vital dalam teologi Reformed sebagai penjaga doktrin, alat pengajaran, dan sarana kesatuan gereja. Di Indonesia, pengakuan iman Reformed telah diterjemahkan dan diajarkan oleh berbagai gereja dan lembaga teologi, membantu membentuk identitas dan praktik gereja-gereja Reformed. Meskipun menghadapi tantangan, pengakuan iman tetap relevan dan penting dalam menjaga kemurnian doktrin dan membimbing umat dalam kehidupan iman mereka.

Next Post Previous Post