Kedaulatan Allah dalam Pemilihan: Roma 9:19-24

Kedaulatan Allah dalam Pemilihan: Roma 9:19-24

Pendahuluan

Roma pasal 9 merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling kontroversial dan sering menjadi medan perdebatan antara berbagai pandangan teologi mengenai doktrin predestinasi dan kedaulatan Allah. Namun, bagi teologi Reformed, bagian ini bukan hanya tegas tetapi juga menjadi fondasi yang sangat penting bagi pengertian akan anugerah, murka, dan kemuliaan Allah.

Ayat 19-24 adalah jawaban Paulus terhadap kemungkinan keberatan yang muncul dari penjelasan sebelumnya tentang kasih Allah yang memilih Yakub dan membiarkan Esau (Roma 9:13), serta pernyataannya bahwa “Allah akan menunjukkan belas kasihan kepada siapa yang Ia kehendaki” (Roma 9:15-18). Paulus secara langsung menjawab argumen logis namun salah arah: jika kehendak Allah pasti terjadi, bagaimana bisa manusia masih disalahkan?

I. Teks Ayat Roma 9:19-24 (AYT)

“Lalu, kamu akan berkata kepadaku, ‘Mengapa Dia masih menyalahkan? Sebab, siapakah yang dapat menentang kehendak-Nya?’ Namun, siapakah kamu, hai manusia, untuk berbantah dengan Allah? Akankah yang dibentuk berkata kepada yang membentuk, ‘Mengapa engkau membentuk aku seperti ini?’ Apakah tukang tembikar tidak memiliki hak atas tanah liat untuk membuat dari gumpalan tanah yang sama bejana untuk tujuan yang mulia, dan bejana lain untuk tujuan yang tidak mulia? Bagaimana jika Allah, yang ingin menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, telah bertahan dengan kesabaran yang besar menyiapkan alat-alat murka yang dipersiapkan untuk kebinasaan, supaya kekayaan kemuliaan-Nya dikenal atas alat-alat belas kasihan, yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk kemuliaan, bahkan kita, yang telah dipanggil-Nya, bukan hanya dari orang Yahudi, tetapi juga dari bangsa-bangsa lain?”

II. Eksposisi Ayat demi Ayat

A. Roma 9:19: Pertanyaan Keberatan Manusia

“Mengapa Dia masih menyalahkan? Sebab, siapakah yang dapat menentang kehendak-Nya?”

Ini adalah argumen klasik yang muncul terhadap doktrin pemilihan ilahi: jika Allah menetapkan segala sesuatu menurut kehendak-Nya, bagaimana mungkin manusia bisa bertanggung jawab?

Tafsiran John Calvin:

Calvin melihat pertanyaan ini sebagai bentuk pemberontakan rohani yang muncul dari hati manusia yang ingin menempatkan dirinya sebagai hakim atas Allah.

“Ini bukan pertanyaan yang sungguh-sungguh mencari kebenaran, tetapi tantangan terhadap keadilan Allah.”

Bagi Calvin, tidak ada kontradiksi antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia, karena keduanya ditetapkan oleh Allah yang adil dan bijaksana.

B. Roma 9:20-21: Jawaban Paulus – Hak Allah sebagai Pencipta

“Namun, siapakah kamu, hai manusia, untuk berbantah dengan Allah?...”

Paulus mengutip gambaran dari tukang tembikar dan tanah liat (bandingkan dengan Yesaya 29:16 dan Yeremia 18:6). Manusia adalah ciptaan, bukan pencipta. Kita tidak berada dalam posisi untuk mempertanyakan niat dan keputusan Allah.

Pandangan Louis Berkhof:

“Gambaran tukang tembikar adalah simbol yang kuat tentang hak prerogatif Allah. Allah tidak harus menjelaskan keputusan-Nya, sama seperti tukang tembikar tidak wajib menjelaskan mengapa ia membuat satu bejana untuk kemuliaan dan yang lain untuk kehinaan.”

C. Roma 9:22-23: Tujuan Ilahi – Murka dan Kemuliaan

“Bagaimana jika Allah, yang ingin menunjukkan murka-Nya dan menyatakan kuasa-Nya, telah bertahan dengan kesabaran yang besar menyiapkan alat-alat murka yang dipersiapkan untuk kebinasaan, supaya kekayaan kemuliaan-Nya dikenal...”

Ini adalah puncak dari argumen Paulus. Ia menyatakan bahwa dalam rancangan Allah:

  • Ada alat-alat murka (vessels of wrath) yang dipersiapkan untuk kebinasaan

  • Ada alat-alat belas kasihan yang dipersiapkan untuk kemuliaan

Herman Bavinck menjelaskan:

“Allah menyatakan seluruh atribut-Nya: bukan hanya kasih dan belas kasihan, tetapi juga keadilan dan murka-Nya. Dalam pemilihan dan penolakan, kita melihat kemuliaan karakter Allah secara menyeluruh.”

R.C. Sproul menegaskan:

“Penting untuk menyadari bahwa Allah tidak bertanggung jawab atas dosa, tetapi Ia menggunakan keberadaan dosa untuk menyatakan keadilan-Nya. Murka Allah bukanlah kemurkaan emosional, tetapi keadilan aktif terhadap ketidakbenaran.”

D. Roma 9:24: Panggilan kepada Kemuliaan

“...bahkan kita, yang telah dipanggil-Nya, bukan hanya dari orang Yahudi, tetapi juga dari bangsa-bangsa lain?”

Di sini Paulus menyatakan bahwa kasih karunia Allah melampaui bangsa Yahudi, mencakup semua orang percaya dari segala bangsa. Ini adalah penggenapan dari janji Perjanjian Lama kepada Abraham — bahwa seluruh bangsa akan diberkati melalui keturunannya.

III. Prinsip-prinsip Teologi Reformed dalam Roma 9:19-24

A. Kedaulatan Mutlak Allah

Teologi Reformed menempatkan kedaulatan Allah sebagai pusat teologi. Dalam Roma 9:19-24, kedaulatan ini ditegaskan dalam:

  • Hak Allah sebagai pencipta untuk menentukan tujuan ciptaan-Nya

  • Kedaulatan dalam menunjukkan belas kasihan dan murka

  • Otoritas penuh dalam menyelamatkan siapa yang Ia kehendaki

B. Pemilihan Berdasarkan Kehendak Allah

Paulus dengan jelas mengatakan bahwa pemilihan bukan berdasarkan usaha atau kehendak manusia (bdk. Roma 9:16), tetapi berdasarkan kasih karunia pilihan Allah.

Jonathan Edwards menyatakan:

“Jika Allah tidak memiliki kendali atas keselamatan, maka keselamatan adalah hasil kehendak manusia. Ini adalah pengurangan kemuliaan Allah.”

C. Murka dan Belas Kasihan sebagai Dua Aspek Kemuliaan Allah

Allah menyatakan diri-Nya dalam murka terhadap dosa, dan dalam belas kasihan terhadap yang dipilih. Keduanya adalah bagian dari kemuliaan Allah.

Charles Hodge menulis:

“Jika tidak ada murka, tidak ada belas kasihan. Belas kasihan hanya bermakna ketika itu adalah pembebasan dari murka yang pantas diterima.”

IV. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini

A. Menghormati Kedaulatan Allah

Pemahaman bahwa Allah berdaulat penuh atas keselamatan seharusnya membawa kita kepada kerendahan hati, bukan perdebatan teologis tanpa hikmat. Kita harus tunduk pada keputusan Allah tanpa menghakimi-Nya.

B. Dorongan untuk Penginjilan

Meskipun Allah menetapkan siapa yang diselamatkan, Ia menggunakan sarana seperti pemberitaan Injil. Maka, teologi Reformed tidak melemahkan penginjilan, justru memberi kepastian bahwa penginjilan tidak akan sia-sia.

C. Kehidupan yang Disucikan

Mengetahui bahwa kita adalah alat belas kasihan yang dipanggil untuk kemuliaan seharusnya mendorong kita untuk hidup dalam kekudusan dan pelayanan.

V. Menjawab Keberatan Umum terhadap Roma 9

  1. “Apakah Allah tidak adil?”
    → Paulus telah menjawabnya: “Allah berhak melakukan apa yang dikehendaki-Nya.”

  2. “Apakah ini membuat manusia seperti robot?”
    → Teologi Reformed menjawab: manusia tetap bertanggung jawab. Allah tidak memaksa manusia berbuat dosa, tetapi mengizinkan manusia jatuh menurut keputusan bijaksana-Nya.

  3. “Apakah ini berarti Allah menciptakan sebagian untuk binasa?”
    → Beberapa teolog Reformed membedakan antara reprobasi pasif (Allah membiarkan) dan reprobasi aktif (Allah menetapkan). Tapi semuanya sepakat bahwa Allah tidak bersalah atas dosa manusia.

Kesimpulan: Kebenaran yang Membangkitkan Rasa Hormat dan Kekaguman

Roma 9:19-24 bukanlah doktrin yang harus membuat kita frustrasi, tetapi sebaliknya:

  • Menuntun kita untuk mengagumi kemuliaan Allah

  • Membuat kita merendahkan hati di hadapan misteri kehendak-Nya

  • Memberikan dasar yang kokoh bagi pengharapan kita dalam anugerah Allah

Akhirnya, sebagaimana Paulus menulis di akhir pasal 11:

“Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah! Betapa tidak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan betapa tidak terselami jalan-jalan-Nya!”
Roma 11:33

Next Post Previous Post