Hidup dalam Peringatan: Yudas 1:5-7
.jpg)
Pendahuluan: Peringatan dari Masa Lalu
Surat Yudas adalah salah satu surat terpendek namun paling tajam dalam Perjanjian Baru. Ditulis kepada orang-orang percaya, Yudas menekankan perlunya berjuang untuk iman yang benar di tengah maraknya guru palsu dan ajaran sesat. Dalam Yudas 1:5-7, penulis menggunakan tiga contoh dari Perjanjian Lama untuk memperingatkan tentang konsekuensi dari ketidakpercayaan, pemberontakan, dan imoralitas.
Bagi teologi Reformed, bagian ini sangat penting karena menegaskan kedaulatan Allah dalam penghakiman, realitas neraka, dan perlunya hidup dalam kesalehan yang sejati. Artikel ini akan mengupas setiap bagian dari ayat ini, memberikan tafsiran dari para teolog Reformed, serta menyajikan aplikasi praktis untuk kehidupan Kristen masa kini.
I. Eksposisi Yudas 1:5-7
A. Yudas 1:5 — Israel di Padang Gurun: Ketidakpercayaan Umat Allah
“...Tuhan telah menyelamatkan umat-Nya dengan mengeluarkan mereka dari tanah Mesir, tetapi kemudian Dia membinasakan mereka yang tidak percaya.”
Yudas mengingatkan bahwa tidak semua orang yang dibebaskan dari Mesir diselamatkan secara rohani. Meskipun mereka mengalami mukjizat, banyak dari mereka binasa di padang gurun karena tidak percaya (bdk. Bilangan 14).
Tafsiran Reformed:
John Calvin dalam komentarnya menyatakan:
“Tidak cukup untuk menjadi bagian dari komunitas yang percaya; keselamatan sejati ditentukan oleh ketekunan dalam iman.”
R.C. Sproul menegaskan bahwa iman yang sejati akan bertahan sampai akhir, dan Israel menjadi contoh bahwa hubungan eksternal dengan Allah tidak menjamin keselamatan internal.
“Mereka dibebaskan, tetapi tidak semuanya percaya. Tuhan menunjukkan bahwa Ia tidak akan mentoleransi iman yang setengah hati.”
B. Yudas 1:6 — Pemberontakan Malaikat: Otoritas yang Diabaikan
“Dan, malaikat-malaikat yang tidak taat kepada batas-batas kekuasaan mereka... telah Dia ikat dengan rantai abadi dalam kegelapan...”
Ini merujuk pada pemberontakan malaikat (bdk. Kejadian 6:1-4; 2 Petrus 2:4), yang menolak tempat yang telah Allah tetapkan bagi mereka. Mereka memilih untuk tidak tunduk pada otoritas dan melewati batas yang ditentukan.
Tafsiran Teologi Reformed:
Louis Berkhof menjelaskan bahwa pemberontakan ini merupakan contoh dari:
“Penolakan ciptaan terhadap batas yang ditetapkan oleh Sang Pencipta — sebuah penolakan terhadap tatanan ilahi.”
Herman Bavinck menggarisbawahi bahwa meskipun malaikat adalah makhluk yang mulia, Allah tetap berdaulat atas mereka, dan tidak satu pun yang luput dari penghakiman-Nya.
Tema Reformed:
-
Ketertundukan kepada Allah adalah panggilan semua makhluk, termasuk malaikat.
-
Tidak ada status atau keistimewaan yang membuat seseorang atau sesuatu kebal terhadap penghakiman Allah.
C. Yudas 1:7 — Sodom dan Gomora: Dosa Seksual dan Api Kekal
“Demikian juga Sodom dan Gomora... yang memuaskan diri dalam dosa seksual dan mengejar nafsu yang tidak wajar...”
Yudas menunjukkan bahwa kota-kota ini menjadi contoh murka Allah terhadap dosa seksual yang tak terkendali, khususnya dosa yang disebut sebagai “nafsu yang tidak wajar” (Yunani: sarkos heteras, secara harfiah "daging yang berbeda").
Tafsiran Teolog Reformed:
Martyn Lloyd-Jones menekankan bahwa Sodom dan Gomora bukan hanya dihukum karena penyimpangan moral, tetapi karena penolakan mereka terhadap Allah dan hukum-Nya.
John Owen dalam tulisannya tentang dosa menyatakan bahwa:
“Dosa seksual adalah bentuk perbudakan yang menantang kekudusan Allah secara langsung.”
Catatan tentang “api kekal”:
Teologi Reformed sangat tegas mengenai realitas neraka. Ini bukan metafora, tetapi penghakiman kekal yang nyata, seperti ditegaskan dalam Westminster Confession of Faith (XXXIII.2) dan Heidelberg Catechism (Q&A 10-11).
II. Tiga Ilustrasi yang Membangun Teologi Penghakiman
Yudas menyusun ketiga contoh ini secara progresif:
-
Manusia biasa (Israel)
-
Makhluk surgawi (malaikat)
-
Masyarakat kota (Sodom dan Gomora)
Tujuannya adalah menunjukkan bahwa tidak ada yang kebal terhadap penghakiman Allah, bahkan mereka yang tampaknya "terpilih" atau "mulia".
III. Prinsip-prinsip Reformed dalam Yudas 1:5-7
A. Doktrin Ketekunan Orang Kudus
Reformed theology menekankan bahwa mereka yang benar-benar diselamatkan akan bertahan sampai akhir. Mereka yang jatuh dalam ketidakpercayaan dan kebinasaan menunjukkan bahwa mereka tidak pernah sungguh-sungguh percaya (lihat 1 Yohanes 2:19).
B. Allah Berdaulat dalam Penghakiman
Allah tidak hanya penyelamat, tetapi juga hakim. Teologi Reformed menolak pandangan bahwa Allah hanya murka dalam Perjanjian Lama. Sebaliknya, penghakiman adalah ekspresi kekudusan dan keadilan-Nya, yang tidak berubah.
Herman Bavinck:
“Allah menghakimi karena Ia suci. Tanpa penghakiman, kasih-Nya tidak benar; dan tanpa kasih, penghakiman-Nya menjadi kejam.”
IV. Aplikasi Praktis untuk Gereja Masa Kini
A. Waspada terhadap Iman yang Mati
Banyak orang hari ini “mengaku percaya” tetapi hidup dalam ketidakpercayaan dan kompromi moral. Yudas memperingatkan bahwa hanya mereka yang bertekun dalam iman dan ketaatan yang benar-benar milik Kristus.
B. Hormati Otoritas Allah
Contoh malaikat yang memberontak menjadi peringatan bahwa kesombongan rohani dan penolakan terhadap tatanan Allah membawa kehancuran. Gereja harus menjaga doktrin yang benar dan hidup tunduk pada Kristus sebagai Kepala.
C. Tegas terhadap Dosa Seksual
Di tengah budaya yang membenarkan segala bentuk penyimpangan seksual, gereja harus dengan kasih namun tegas menyatakan bahwa dosa tetap dosa, dan pengampunan hanya ada dalam pertobatan yang sejati kepada Kristus.
V. Kesimpulan: Tuhan Tidak Akan Dibohongi
Yudas 1:5-7 menegaskan bahwa:
-
Iman yang sejati menghasilkan ketaatan yang nyata
-
Penghakiman Allah adalah nyata dan tak terelakkan
-
Kasih karunia tidak berarti kebebasan untuk hidup sembarangan
Teologi Reformed mengajak kita untuk memahami bahwa kasih dan murka Allah berjalan beriringan. Kita dipanggil untuk hidup dalam takut akan Tuhan, bukan ketakutan yang menjauhkan, tetapi yang membawa kita kepada kekudusan dan ketekunan.