Mengangkat yang Lemah - Roma 15:1–3

I. Pendahuluan
Dalam dunia yang sering menonjolkan kekuatan, kebebasan, dan kemenangan pribadi, Paulus dalam Roma 15:1–3 memberikan pesan yang mengejutkan: orang kuat harus memikul kelemahan orang yang lemah. Ayat ini bukan hanya tentang sikap sosial dalam gereja, tetapi mencerminkan hati Injil itu sendiri—kesediaan Kristus untuk menanggung kelemahan umat-Nya demi kemuliaan Allah.
Bagi tradisi Reformed, ini adalah cerminan dari pengorbanan substitusioner Kristus, teladan kehidupan etis dalam terang kasih karunia, dan panggilan untuk membentuk gereja sebagai komunitas yang saling melayani, bukan saling menghakimi.
II. Teks Alkitab: Roma 15:1–3 (AYT)
1 Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang-orang yang tidak kuat, dan tidak menyenangkan diri kita sendiri.
2 Setiap orang di antara kita harus menyenangkan sesamanya demi kebaikan dan pembangunan.
3 Sebab, bahkan Kristus tidak menyenangkan diri-Nya sendiri. Sebaliknya, seperti ada tertulis, “Cercaan orang-orang yang mencerca Engkau telah menimpa Aku.”
III. Konteks Surat Roma
Surat Roma adalah surat paling teologis dalam Perjanjian Baru. Setelah membahas keselamatan melalui iman (Roma 1–11), Paulus dalam pasal 12–16 menjelaskan bagaimana kasih karunia itu dihidupi dalam komunitas.
Roma 14 mengangkat isu makanan dan hari-hari kudus. Paulus tidak menyelesaikan perdebatan itu dengan keputusan dogmatis, tetapi dengan prinsip: kasih lebih penting daripada kebebasan. Roma 15:1–3 adalah klimaks dari prinsip itu.
IV. Eksposisi Ayat demi Ayat
1. Roma 15:1: “Kita yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang-orang yang tidak kuat...”
A. Siapa yang Disebut “Kuat”?
Dalam konteks ini, “yang kuat” adalah mereka yang memiliki pemahaman dewasa tentang kebebasan Kristen. Mereka tahu bahwa makanan atau hari tidak mempengaruhi keselamatan. Namun, pemahaman ini bukan untuk menyombongkan kebebasan, melainkan memikul kelemahan saudara yang belum sekuat mereka.
John Calvin menulis:
“Menjadi kuat bukan untuk menginjak yang lemah, melainkan untuk membopong mereka dalam kasih.”
Ini mencerminkan prinsip Reformed bahwa pengetahuan tanpa kasih akan membinasakan (1 Korintus 8:1), tetapi pengetahuan yang disertai kasih akan membangun tubuh Kristus.
B. “Tidak menyenangkan diri sendiri”
Inti dari kasih Kristen bukanlah menuntut hak, tetapi memberi diri. Ini bertentangan dengan budaya individualisme. Dalam gereja, kuat bukan berarti menang, tetapi siap untuk mengalah demi membangun.
2. Roma 15:2: “Setiap orang harus menyenangkan sesamanya demi kebaikan dan pembangunan.”
A. Menyenangkan Orang Lain: Apakah Kompromi?
Frasa “menyenangkan orang lain” bukan berarti kompromi terhadap kebenaran, tetapi menunjukkan kerelaan untuk mengalah dalam hal-hal non-esensial demi kedewasaan sesama.
R.C. Sproul menegaskan:
“Hidup Kristen bukan hidup individualis; kita hidup di dalam tubuh, dan saling bertanggung jawab dalam kasih.”
Maksud dari ayat ini adalah mempraktikkan kasih dengan cara aktif, yaitu membangun orang lain, bukan menjatuhkannya. Ini adalah aplikasi dari prinsip “soli Deo gloria”—semua dilakukan demi kemuliaan Allah, dan itu termasuk membangun tubuh-Nya.
3. Roma 15:3: “Bahkan Kristus tidak menyenangkan diri-Nya sendiri...”
A. Kristus Sebagai Teladan Tertinggi
Paulus menegaskan bahwa bahkan Tuhan sendiri—Yesus Kristus—tidak mencari kesenangan pribadi-Nya. Salib bukan tempat kenyamanan, tetapi tempat penderitaan yang Ia tanggung demi umat-Nya.
John Murray, seorang teolog Reformed ternama, menjelaskan:
“Kristus menanggung cercaan bukan karena Ia bersalah, melainkan karena Ia mengidentifikasi diri dengan umat-Nya yang berdosa.”
Ayat ini mengutip Mazmur 69:9, sebuah mazmur penderitaan Mesianik. Ini memperlihatkan bahwa penderitaan Kristus bukan hanya fisik, tetapi rohani dan sosial, demi menanggung murka Allah dan membawa umat-Nya kepada damai dengan Allah.
V. Prinsip-Prinsip Teologi Reformed dalam Roma 15:1–3
1. Solidaritas dalam Tubuh Kristus
Teologi Reformed memandang gereja sebagai tubuh yang satu, di mana semua anggotanya saling bertaut dalam kasih. Prinsip ini didasarkan pada doktrin kesatuan umat pilihan dalam Kristus.
“Karena kita adalah satu tubuh, kita tidak boleh menuntut hak pribadi di atas kesejahteraan tubuh secara keseluruhan.” – Louis Berkhof
2. Teladan Kristus dalam Penebusan
Kristus adalah puncak dari kasih yang tidak egois. Dalam tradisi Reformed, salib adalah:
-
Pengorbanan substitusioner
-
Puncak dari ketaatan aktif Kristus
-
Dasar dari etika Kristen
Oleh karena itu, meneladani Kristus berarti siap untuk berkorban demi orang lain, bukan hidup dalam keegoisan rohani.
3. Hidup Kristen yang Tidak Berpusat pada Diri
Ini sejalan dengan pengajaran "mortifikasi dosa"—bahwa orang percaya dipanggil untuk mematikan daging dan hidup dalam Roh. Dalam konteks ini, “tidak menyenangkan diri sendiri” adalah ekspresi nyata dari pertobatan dan kekudusan.
VI. Aplikasi Praktis bagi Gereja Masa Kini
1. Kasih Lebih Penting daripada Kebebasan
Gereja masa kini sering bergumul dengan perbedaan pendapat soal musik, pakaian, gaya ibadah, dll. Roma 15:1–3 menuntun kita untuk tidak menggunakan kebebasan sebagai senjata, tetapi untuk memperhatikan yang lemah dalam kasih.
2. Pelayanan Sebagai Pengorbanan, Bukan Hak Istimewa
Gereja sering melihat pelayanan sebagai kehormatan. Namun Roma 15:1–3 mengajarkan bahwa pelayanan sejati adalah memikul kelemahan orang lain, bukan sekadar posisi atau jabatan.
3. Membangun dalam Kasih, Bukan Menjatuhkan dalam Kebenaran
Dalam hal-hal non-esensial, gereja tidak dipanggil untuk memenangkan argumen, tetapi memenangkan hati.
VII. Kesimpulan: Gereja yang Dewasa Memikul, Bukan Menghakimi
Roma 15:1–3 mengajarkan bahwa:
-
Gereja yang dewasa adalah gereja yang memikul, bukan menekan.
-
Orang percaya yang kuat adalah yang bersedia mengalah demi membangun yang lemah.
-
Kristus adalah teladan tertinggi dari kasih yang rela berkorban.
Dalam terang teologi Reformed, ini adalah panggilan untuk hidup saling membangun dalam komunitas, karena Kristus telah membangun kita melalui salib-Nya.