Lukas 6:12 Kekuatan Doa dalam Kehidupan Kristus

Kekuatan Doa dalam Kehidupan Kristus: Lukas 6:12

Pendahuluan

Doa bukan hanya aktivitas rohani; doa adalah napas kehidupan rohani itu sendiri. Dalam Injil Lukas, kehidupan Yesus penuh dengan momen doa yang intens dan mendalam. Salah satu ayat yang paling mencolok adalah Lukas 6:12:

“Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah.”(Lukas 6:12)

Ayat ini tampaknya sederhana, namun menyimpan kedalaman teologis yang luar biasa. Bagaimana mungkin Yesus, Anak Allah, berdoa semalam-malaman? Apa makna teologis dari tindakan ini? Dan bagaimana hal ini berbicara kepada kehidupan kita hari ini?

Dalam artikel ini, kita akan mengekspose Lukas 6:12 berdasarkan konteksnya, menelaahnya dengan pandangan Reformed, dan mengaplikasikannya bagi kehidupan orang Kristen modern. Kita juga akan meninjau pemikiran dari para teolog Reformed seperti John Calvin, Herman Bavinck, dan J.C. Ryle dalam memahami peran doa dalam kehidupan Yesus dan kita.

I. Eksposisi Lukas 6:12: Kristus yang Berdoa Semalam Suntuk

A. “Pada waktu itu…”

Frasa ini menunjukkan adanya konteks yang penting. Peristiwa ini terjadi sebelum Yesus memilih dua belas rasul (Lukas 6:13-16). Keputusan besar sedang diambil. Yesus tidak langsung memilih secara manusiawi, tetapi terlebih dahulu menghabiskan malam dalam doa kepada Bapa-Nya.

Ini menunjukkan prinsip penting dalam kehidupan rohani: keputusan penting perlu dilandasi dengan pencarian kehendak Allah melalui doa yang mendalam.

B. “Yesus naik ke bukit…”

Yesus menjauhkan diri dari keramaian untuk mencari keintiman dengan Allah. Bukit atau gunung sering dikaitkan dalam Alkitab dengan perjumpaan ilahi (band. Musa di Sinai, Elia di Horeb). Di sinilah Yesus mencari kesunyian untuk bersatu dengan Bapa.

C. “Ia berdoa kepada Allah…”

Meskipun Yesus adalah Anak Allah, dalam kemanusiaan-Nya Ia hidup sepenuhnya tergantung kepada kehendak Bapa. Ini adalah misteri Inkarnasi—Yesus sungguh-sungguh Allah, tetapi juga sungguh-sungguh manusia yang tunduk dan taat kepada Bapa.

Teolog Reformed seperti Herman Bavinck menekankan bahwa doa Kristus menunjukkan relasi perjanjian antara Bapa dan Anak:

“The Son prays as the Mediator. He prays as the one who voluntarily takes the form of a servant.”(Reformed Dogmatics, Vol. 3)

D. “Semalam-malaman Ia berdoa…”

Inilah kekuatan ayat ini: Yesus tidak hanya berdoa sebentar, tetapi semalam-malaman. Ini menunjukkan intensitas, urgensi, dan kesungguhan dalam doa-Nya. Yesus mengajar dengan teladan, bukan hanya dengan kata-kata. Ia menunjukkan bahwa doa bukanlah beban, tetapi kebutuhan dan sukacita.

John Calvin menulis:

“Christ did not pray because He lacked knowledge or power, but because He chose to live as one of us, setting an example of dependence on God.”(Commentary on Luke)

II. Konteks Historis dan Teologis

A. Peristiwa Sebelum Pemilihan 12 Rasul

Dalam Lukas 6:13-16, Yesus memanggil dan menetapkan dua belas rasul dari antara banyak murid. Tindakan ini memiliki signifikansi perjanjian yang besar—Yesus sedang membangun dasar Gereja-Nya, seperti Allah membentuk dua belas suku Israel dalam Perjanjian Lama.

Dengan kata lain, keputusan ini adalah tindakan profetik dan teologis, bukan sekadar administratif. Maka doa semalam suntuk adalah persiapan spiritual untuk sesuatu yang sangat besar dalam rencana keselamatan Allah.

B. Yesus Sebagai Teladan Hidup Doa

Dalam seluruh Injil Lukas, Yesus sering terlihat berdoa:

  • Setelah dibaptis (Lukas 3:21)

  • Saat menyendiri di tempat sepi (Lukas 5:16)

  • Sebelum transfigurasi (Lukas 9:28)

  • Sebelum kematian-Nya (Lukas 22:41-44)

Lukas dengan konsisten menampilkan Kristus sebagai Sang Pendoa. Ini sangat penting dalam teologi Reformed karena memperlihatkan ketaatan aktif Kristus (active obedience) dalam ketaatan sehari-hari kepada kehendak Bapa.

III. Pandangan Teolog Reformed tentang Doa Kristus

1. John Calvin – Doa Sebagai Tindakan Iman dan Keteladanan

Calvin menyatakan bahwa Yesus berdoa bukan karena Ia kurang kuasa, tetapi karena dalam natur manusia-Nya, Ia menunjukkan kepada kita bagaimana seorang anak Allah hidup:

“He prays, not for Himself, but to teach us how to approach God with humility and confidence.”

Bagi Calvin, doa Yesus adalah bentuk pengajaran praktis yang bersifat ilahi. Ini bukan sekadar devosi, tetapi juga pendidikan rohani bagi umat Allah.

2. J.C. Ryle – Doa sebagai Nafas Rohani

Dalam Expository Thoughts on the Gospels, Ryle menulis:

“If the Son of God felt the need to spend a whole night in prayer, how much more should we, who are full of weakness and error?”

Ryle menekankan bahwa doa adalah refleksi dari ketergantungan kepada Allah. Jika Kristus berdoa semalam suntuk, maka umat percaya seharusnya tidak pernah mengabaikan doa.

3. Herman Bavinck – Kristus Sebagai Pengantara

Bavinck menekankan aspek pengantaraan dalam doa Kristus. Sebagai Imam Besar kita, Kristus bukan hanya berdoa dalam hidup-Nya di dunia, tetapi juga sekarang di surga (Roma 8:34, Ibrani 7:25). Doa-Nya di bumi adalah bayangan dari pelayanan surgawi-Nya sekarang.

IV. Aplikasi Teologis dan Praktis

A. Ketekunan dalam Doa

Yesus berdoa semalam-malaman. Ini menunjukkan ketekunan dan kesungguhan. Dalam zaman serba cepat ini, doa sering digantikan oleh kesibukan. Namun, teladan Kristus memanggil kita kembali kepada disiplin rohani.

B. Doa Sebelum Keputusan Besar

Yesus tidak memilih para rasul berdasarkan kalkulasi manusia, melainkan melalui perenungan dan penyembahan dalam doa. Ini adalah prinsip penting bagi para pemimpin gereja, pelayan Tuhan, dan orang percaya dalam menentukan arah hidup.

C. Kesunyian dan Komitmen Doa

Yesus menjauh ke bukit untuk berdoa. Dalam hidup yang penuh distraksi, kita perlu waktu untuk menjauh, mematikan gawai, dan mencari wajah Allah dalam keheningan.

D. Kebutuhan akan Kehidupan Doa yang Dalam

Yesus adalah Anak Allah, namun tetap berdoa. Kita yang lemah dan berdosa, seharusnya lebih lagi berdoa. Doa bukan pilihan, tapi kebutuhan rohani mutlak.

V. Hidup dalam Spiritualitas Yesus: Doa yang Mengubahkan

1. Doa Mengubah Perspektif

Ketika kita berdoa, kita melihat segala sesuatu dari sudut pandang Allah, bukan dari dunia. Dalam doa, kita tidak hanya berbicara, tapi mendengarkan dan dibentuk.

2. Doa Menghasilkan Kepekaan Rohani

Doa membuka hati terhadap kehendak Allah. Seperti Yesus yang tahu siapa yang harus Ia pilih, kita pun akan lebih tajam secara rohani ketika hidup dalam doa.

3. Doa Menguatkan dalam Tugas dan Penderitaan

Sebelum pelayanan, sebelum salib, sebelum momen besar—Yesus selalu berdoa. Jika kita ingin kuat dalam pencobaan dan pelayanan, kita harus hidup dalam doa.

Kesimpulan: Ikut Teladan Kristus dalam Doa

Lukas 6:12 bukan sekadar catatan naratif—itu adalah undangan ilahi untuk masuk lebih dalam dalam kehidupan doa. Jika Kristus, Anak Allah yang sempurna, merasa perlu untuk berdoa sepanjang malam sebelum mengambil keputusan besar, bagaimana dengan kita?

Doa adalah sarana anugerah, kekuatan rohani, dan wujud ketergantungan mutlak kepada Allah. Teladan Yesus menunjukkan bahwa doa bukan hanya tindakan religius, tetapi bagian dari relasi yang hidup dengan Bapa.

Mari kita kembali kepada hidup doa yang sejati, dengan ketekunan, keheningan, dan kerinduan akan kehendak Allah. Dunia bisa berubah, tetapi kehidupan yang dibangun di atas doa akan berdiri kokoh dalam kasih dan kebenaran-Nya.

“Doa adalah pekerjaan iman, dan pekerjaan iman tidak pernah sia-sia.”
(John Calvin)

Next Post Previous Post