KESATUAN GEREJA DAN TELADAN YESUS:FILIPI 2:1-11

Pdt. Budi Asali, M.Div.

KESATUAN GEREJA DAN TELADAN YESUS:FILIPI 2:1-11. Filipi 2:1-11 - “(Filipi 2:1) Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, (Filipi 2:2) karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, (Filipi 2:3) dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; (Filipi 2:4) dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (Filipi 2:5) Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (Filipi 2:6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (Filipi 2:7) melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2:8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, (Filipi 2:10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (Filipi 2:11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.
KESATUAN GEREJA DAN TELADAN YESUS:FILIPI 2:1-11
otomotif, gadget, bisnis
I) Paulus menginginkan kesatuan gereja Filipi.

1) Gereja Filipi mengalami perpecahan.

Sebetulnya, gereja Filipi adalah gereja yang bagus / baik. Ini terlihat dari banyaknya pujian yang Paulus berikan kepada mereka (bdk. Filipi 1:5 4:10,14-18).

Filipi 1:5 - “Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini.”.

Filipi 4:10 - “Aku sangat bersukacita dalam Tuhan, bahwa akhirnya pikiranmu dan perasaanmu bertumbuh kembali untuk aku. Memang selalu ada perhatianmu, tetapi tidak ada kesempatan bagimu.”.

Filipi 4:14-18 - “(14) Namun baik juga perbuatanmu, bahwa kamu telah mengambil bagian dalam kesusahanku. (15) Kamu sendiri tahu juga, hai orang-orang Filipi; pada waktu aku baru mulai mengabarkan Injil, ketika aku berangkat dari Makedonia, tidak ada satu jemaatpun yang mengadakan perhitungan hutang dan piutang dengan aku selain dari pada kamu. (16) Karena di Tesalonikapun kamu telah satu dua kali mengirimkan bantuan kepadaku. (17) Tetapi yang kuutamakan bukanlah pemberian itu, melainkan buahnya, yang makin memperbesar keuntunganmu. (18) Kini aku telah menerima semua yang perlu dari padamu, malahan lebih dari pada itu. Aku berkelimpahan, karena aku telah menerima kirimanmu dari Epafroditus, suatu persembahan yang harum, suatu korban yang disukai dan yang berkenan kepada Allah.”.

Tetapi, bagaimanapun juga, ini bukan gereja yang sempurna. Dalam gereja ini ternyata ada perpecahan (bdk. 4:2). 

Filipi 4:2 - “Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan.”.

Dari sini kita bisa belajar bahwa kalau suatu gereja pecah, itu tidak / belum membuktikan bahwa gereja itu adalah gereja yang jelek! 

William Barclay memberikan komentar sebagai berikut:

“The one danger which threatened the Phillipian church was that of disunity. There is a sense in which that is the danger of every healthy church. It is when people are really in earnest and their belief really matter to them, that they are apt to get up against each other. The greater their enthusiasm, the greater the danger that they may collide.” [= Bahaya yang mengancam gereja Filipi adalah perpecahan. Dalam arti tertentu, ini adalah bahaya bagi semua gereja yang sehat. Kalau orang-orang bersungguh-sungguh dan kepercayaan mereka betul-betul penting / berarti bagi mereka, maka mereka akan condong untuk gegeran satu dengan yang lain. Makin besar semangat mereka, makin besar bahaya bahwa mereka akan geger.].

Saya setuju dengan kata-kata ini. Dalam suatu gereja yang suam, kalau ada hal-hal yang salah dalam gereja, atau kalau ada orang-orang yang melakukan pelayanan dengan tidak bertanggung jawab, maka jemaat yang lain yang juga suam itu tidak akan marah, sehingga tidak terjadi gegeran. Tetapi kalau hal itu terjadi dalam gereja yang bagus, maka hal itu akan membuat jemaat yang bersungguh-sungguh ikut Tuhan menjadi marah, sehingga terjadi gegeran!

Penerapan:

a) Jangan terlalu cepat menganggap jelek gereja yang mengalami perpecahan, karena perpecahan itu mungkin bahkan menunjukkan semangat mereka yang hebat!

b) Sebaliknya, jangan juga terlalu cepat memuji gereja yang tidak pecah. Itu mungkin menunjukkan kesuaman / ketidak-pedulian mereka!

c) Kalau ada kesalahan dalam gereja, kita harus berhati-hati dalam memanifestasikan kema­rahan yang suci (holy anger), sehingga sedapat mungkin tidak menim­bulkan perpecahan!

2) Paulus menginginkan kesatuan gereja Filipi.

Filipi 2: 1-2: “(1) Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, (2) karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,”.

Paulus bersukacita kalau gereja Filipi bisa bersatu (Filipi 2: 2). Orang kristen yang sejati seharusnya adalah ‘pembawa damai’.

Bdk. Matius 5:9 - “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”.

Karena itu seharusnya orang kristen yang sejati selalu senang kalau gereja bisa bersatu. Tetapi anehnya, ada orang-orang kristen tertentu yang senang kalau melihat suatu gereja pecah, khususnya kalau itu adalah gereja ‘saingan’nya! 

Bahkan ada juga orang kristen yang kerjanya menyebarkan gossip / fitnah sehingga memecah gereja!

Orang-orang ini harus mencamkan bahwa Matius 5:9 itu secara implicit juga berarti kebalikannya: “Celakalah orang yang membawa / menyebabkan perpecahan, karena mereka adalah anak-anak setan.”!

Karena itu, kalau saudara adalah orang kristen seperti itu, cepatlah bertobat!

II) Cara bersatu.

1) Tidak mencari kepentingan sendiri dan puji-pujian yang sia-sia (Filipi 2: 3a).

Ay 3a: “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia.”.

NIV: ‘do nothing out of selfish ambition or vain conceit’ [= jangan melakukan apapun yang ditimbulkan oleh ambisi yang egois atau kesombongan yang sia-sia].

Adanya keinginan untuk meninggikan diri sendiri, selalu menyebab­kan timbulnya persaingan, dan persaingan lalu menimbulkan ketidaksenangan / permusuhan. Karena itu, renungkanlah apakah dalam diri saudara ada egoisme atau keinginan untuk menonjol / menyombongkan diri. Kalau ada, bertobatlah sebelum hal itu memecah gereja saudara!

2) Rendah hati dan menganggap orang lain lebih baik dari diri kita sendiri (Filipi 2: 3b).

Ay 3b: “Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;”.

Kitab Suci Indonesia: ‘lebih utama’.

NASB: ‘more important’ [= lebih penting].

KJV/RSV/NIV: ‘better’ [= lebih baik].

Kalau kita berusaha untuk bersatu, maka kita akan berusaha untuk mendekat satu sama lain. Tetapi ini bisa membuat kita makin melihat kejelekan saudara seiman kita sehingga bisa menyebabkan kita bahkan makin tidak senang kepada saudara seiman kita.

Karena itu, ay 3b ini penting sekali! Kita harus menganggap saudara seiman kita lebih baik dari diri kita sendiri. Ini tidak berarti bahwa kita harus menganggap bahwa saudara seiman kita lebih baik dari diri kita dalam segala hal!

Apa yang harus kita lakukan supaya bisa menganggap saudara seiman kita lebih baik dari diri kita?

a) Menyoroti kejelekan diri sendiri.

b) Menyoroti kebaikan orang lain.

c) Menyoroti karunia orang lain yang tidak kita punyai.

3) Jangan hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (ay 4).

Filipi 2: 4: “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”.

Kitab Suci Indonesia: ‘kepentingan’.

RSV/NIV/NASB: ‘interests’ [= kepentingan].

KJV: ‘things’ [= hal-hal].

Penerapan:

a) Apakah saudara hanya memperhatikan kerohanian saudara sendiri? Apakah saudara juga memperhatikan kerohanian dari saudara seiman saudara? Apakah saudara prihatin kalau melihat ada jemaat yang bolos kebaktian, jatuh ke dalam dosa, tidak mau datang dalam Pemahaman Alkitab, dsb? Apakah saudara mendoakan mereka dan berusaha menasehati mereka?

b) Kalau saudara ikut melayani dalam gereja, maka saudara tidak bisa ‘santai’ seperti jemaat biasa. Apakah hal itu menjadi beban yang memberatkan bagi saudara? Ingat bahwa kita harus melayani, bukan untuk kepentingan diri kita sendiri, tetapi untuk kepentingan gereja / jemaat yang lain, dan semua ini jelas menuntut pengorbanan dari diri kita!

4) Meneladani Yesus Kristus (Filipi 2: 5).

Ay 5: “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,”.

Kita hanya bisa sehati, sepikir dan seperasaan dengan Yesus kalau kita banyak bersekutu dengan Dia. Karena itu pikirkan: apakah saudara cukup memberi waktu untuk bersaat teduh, dimana saudara bisa sendiri­an dengan Tuhan?

III) Teladan Kristus Yesus.

1) Yesus adalah Allah.

a) Filipi 2: 6: ‘walaupun dalam rupa Allah’.

KJV: ‘being in the form of God’ [= ada dalam bentuk Allah].

1. Kata ‘being’ itu dalam bahasa Yunani adalah HUPARCHON dan ini menggambarkan seseorang sebagaimana adanya secara hakiki dan hal itu tidak bisa berubah (‘It describes that which a man is in his very essence and which cannot be changed’).

Karena itu, kalau dikatakan bahwa Yesus itu ‘being in the form of God’, maka itu berarti bahwa Yesus adalah Allah dan ini tak bisa berubah.

Ketidak-bisa-berubahan ini ditunjukkan oleh bentuk present participle dari kata HUPARCHON tersebut.

Ini aneh dan kontras sekali dengan penggunaan bentuk-bentuk aorist (past / lampau) pada kata-kata setelahnya, dan ini menunjuk pada ‘continuance of being’ [= keberadaan yang terus-menerus].

2. Kata ‘form’ [= bentuk].

William Barclay: “There are two Greek words for ‘form’, MORPHE and SCHEMA. They must both be translated ‘form’, because there is no other English equivalent, but they do not mean the same thing. MORPHE is the essential form which never alters; SCHEMA is the outward form which changes from time to time and from circumstance to circumstance. ... The word Paul uses for Jesus being in the form of God is MORPHE; that is to say, his unchangeable being is divine. However his outward SCHEMA might alter, he remained in essence divine.” [= Ada dua kata Yunani untuk ‘bentuk’, MORPHE dan SCHEMA. Kedua kata itu harus diterjemahkan ‘bentuk’, karena tidak ada kata lain dalam bahasa Inggris yang sama artinya, tetapi kedua kata itu tidak sama artinya. MORPHE adalah bentuk yang hakiki yang tidak pernah berubah; SCHEMA adalah bentuk luar yang berubah-ubah dari saat ke saat dan dari keadaan ke keadaan. ... Kata yang digunakan oleh Paulus untuk Yesus yang ada dalam rupa / bentuk Allah adalah MORPHE; yang artinya adalah: keberadaanNya yang tidak berubah adalah ilahi. Bagaimanapun SCHEMA luarNya berubah, dalam hakekatNya Ia tetap ilahi.] - hal 35,36.

Jadi, baik dari pembahasan kata ‘being’ maupun kata ‘form’ [= bentuk], terlihat bahwa Yesus tidak berubah dalam keilahianNya. Allah memang mempunyai sifat tidak bisa berubah (Mal 3:6 Mazmur 102:26-28 Yakobus 1:17), karena kalau Ia bisa berubah, itu menunjukkan bahwa Ia tidak sempurna!

b) Selanjutnya, kalau ay 7 yang mengatakan ‘mengambil rupa seorang hamba’ diartikan bahwa Yesus betul-betul menjadi manusia, maka konsek­wensinya, ay 6 yang mengatakan bahwa Yesus ada ‘dalam rupa Allah’ haruslah diartikan bahwa Yesus betul-betul adalah Allah.

2) Yesus menjadi manusia (Filipi 2: 6b-7).

Filipi 2: 6-7: “(6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”.

Ay 6b-7 ini dijadikan dasar suatu ajaran sesat yang disebut Teori Kenosis, yang mengatakan bahwa Anak Allah mengesampingkan sebagian / seluruh sifat-sifat ilahiNya supaya Ia bisa menjadi manusia yang terbatas.

Contoh: Matius 24:36 menunjukkan Yesus tidak maha tahu.

Tetapi, Teori Kenosis ini salah! Alasannya:

a) Yesus adalah Allah dan karena itu Ia tidak bisa berubah (lihat no 1 di atas). Allah tidak bisa berhenti menjadi Allah, sekali­pun hanya untuk sementara!

b) Kalau Teori Kenosis itu benar, maka pada saat Yesus menjadi manusia, Allah Tritunggal bubar!

c) Kalau Teori Kenosis itu benar, maka Kristus bukanlah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia! Ia hanya manusia biasa, tanpa keilahian! Dan kalau ini benar, maka penebusanNya tidak bisa mempunyai nilai yang tak terbatas.

Catatan: Kalau saudara mau mempelajari hal ini lebih dalam bacalah buku saya yang berjudul MAKALAH KRISTOLOGI.

Penafsiran yang benar:

a) Kristus tetap adalah Allah, dan keilahianNya tidak berkurang, tetapi disembunyikan.

Calvin: “Christ, indeed, could not divest himself of Godhead; but he kept it concealed for a time, that it might not be seen, under the weakness of the flesh. Hence, he laid aside his glory in the view of men, not by lessening it, but by concealing it.” [= Kristus tidak bisa melepaskan diriNya sen­diri dari keilahianNya; tetapi menyembunyikannya untuk semen­tara waktu, supaya tidak kelihatan, di bawah kelemahan daging. Jadi, Ia mengesampingkan kemuliaanNya dalam pandangan manusia, bukan dengan menguranginya, tetapi dengan menyembunyikannya.].

b) Kristus direndahkan dengan mengambil / menambahkan hakekat manusia pada diriNya.

Seseorang mengatakan: “Christ was lowered not by losing, but rather by taking.” [= Kristus direndahkan, bukan dengan kehilangan, tetapi dengan mengambil.].

Illustrasi: Orang kaya / orang kota bisa merendahkan dirinya tanpa kehilangan apa-apa, yaitu kalau kepadanya ditambahkan pakaian orang miskin / orang desa.

3) Yesus merendahkan diri, lalu taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2: 8).

Akibatnya: Allah meninggikan Dia (Filipi 2: 9-11).

Filipi 2: 8-11: “(8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (9) Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di atas segala nama, (10) supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, (11) dan segala lidah mengaku: ‘Yesus Kristus adalah Tuhan,’ bagi kemuliaan Allah, Bapa!”.

Sebagian dari peninggian / pemuliaan itu sudah terjadi, yaitu pada waktu Yesus bangkit, naik ke surga dan duduk di sebelah kanan Allah.

Tetapi peninggian / pemuliaan yang dilukiskan dalam Filipi 2: 10-11, dimana setiap lutut akan bertelut di depan Yesus dan setiap lidah akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, baru akan terjadi pada saat Yesus datang kembali untuk keduakalinya. Pada saat itu maka:

a) Malaikat dan orang kristen yang sejati akan berlutut dan menga­kui Yesus sebagai Tuhan dengan sukacita.

b) Setan dan orang-orang yang tidak percaya akan berlutut dan mengakui Yesus sebagai Tuhan dengan terpaksa, dan mereka tidak akan diam­puni sekalipun ada pengakuan seperti itu (bdk. Markus 5:6-8).

Karena itu, kalau saat ini saudara bukan orang kristen yang sejati, dari pada saudara dipaksa untuk berlutut dan mengakui Yesus sebagai Tuhan pada akhir jaman, berlututlah di depan Yesus dan akuilah Dia sebagai Tuhan dengan sukarela, pada saat ini juga!

Kesimpulan. 

Teladan Yesus adalah:

· rendah hati.

· tidak egois.

· rela berkorban demi orang lain

Kalau kita mau menuruti teladan ini, maka:

a) Gereja akan bisa bersatu.

b) Sama seperti Yesus, kitapun akan ditinggikan oleh Allah (bdk. 1Petrus 5:6).

Maukah saudara menuruti teladan Yesus?
-AMIN-
Next Post Previous Post