12 MANFAAT PENDAMAIAN (PENCURAHAN DARAH, PEREDAAN MURKA, PENGHAPUSAN KESALAHAN)
Pdt. Samuel T.Gunawan,M.Th.
PENGERTIAN PENDAMAIAN
Pemberian definisi terhadap suatu istilah atau kata itu penting, khususnya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam pemberian arti. Definisi itu sendiri berarti pembatasan, yaitu menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur, dan tidak dicampuradukkan dengan pengertian-pengertian lain.
otomotif, bisnis |
Setiap pembaca pada umumnya ingin mengetahui batasan arti dari suatu istilah sebelum ia melangkah lebih jauh untuk memahami maknanya. Karena itu, berkaitan dengan istilah “pendamaian” dalam tulisan ini, maka saya pikir perlu untuk memberikan arti etimologi kata dan definisi uraiannya.
1. Arti Etimologi. Menurut Paul Enns, “Kata bahasa Inggris ‘atonement’ (pendamaian) berasal dari dua kata ‘at’ dan ‘onement’, yang berarti ‘rekonsiliasi’. Meskipun kata pendamaian (atonement) bukan merupakan kata di Perjanjian Baru, hal ini menunjukkan pada apa yang telah diselesaikan oleh Kristus di atas kayu salib melalui penderitaan dan kematian-Nya”.
Paul Enns juga menjelaskan latar belakang dari kata atonement itu demikian, “Waktu William Tyndale menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Inggris ia menemukan kesukaran besar untuk mendapatkan kata yang memuaskan yang dapat menyampaikan arti pekerjaan Kristus dalam upayaNya mendamaikan manusia dengan Allah.
Karena ia tidak menemukan kata yang sesuai, Tyndale menggabungkan dua kata sederhana ‘at (pada)’ dan ‘onement (kesatuan)’, membuat kata tersebut ‘atonement’ (diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai pendamaian atau kadang kala penebusan), dan dengan demikian dalam etimologinya memberi petunjuk kepada ajaran Alkitab mengenai pendamaian”.
Paul Enns juga menambahkan bahwa “penekanan dari rekonsiliasi (pendamaian) adalah berdamai dengan Allah. Manusia yang terpisah dari Allah dibawa kembali kepada persekutuan dengan Allah”. Sementara itu, Kevin J. Conner menjelaskan asal kata atonement tersebut demikian, “Kata Inggris kuno yang dipakai untuk kata ‘pendamaian’ berarti ‘dijadikan sepakat, mendamaikan, membawa kesepakatan, atau memperdamaikan’. Maka kata tersebut bisa dibaca ‘at-one-ment’ (pendamaian)’, pembuatan kesepakatan dari mereka yang memiliki ketidaksepakatan”.
Charles F. Beker, ketika menjelaskan tentang pendamaian (atonement) dengan merujuk pada kata-kata dalam bahasa Ibrani dan Yunani. Menurutnya, ada tiga kata dalam bahasa Ibrani untuk pendamaian, yaitu :
(1) khapar, yang berarti menutupi, diterjemahkan dengan kata “pendamaian atau penebusan (atonement)” sebanyak 76 kali dan pendamaian (rekonsiliasi) sebanyak 7 kali. Kata atonement ini hanya muncul satu kali dalam Perjanjian Baru (Roma 5:11, KJV) selebihnya menggunakan kata rekonsiliasi;
(2) Khata, yang artinya mempersembahkan sebagai korban dosa. Kata ini hanya hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (2 Tawarikh 29:24);
(3) Ratsah, yang artinya membuat berkenan, memenuhi tuntutan (membayar) utang. Kata ini hanya sekali diterjemahkan rekonsiliasi dalam KJV (1 Samuel 29:4).
Sementara itu, tiga kata Perjanjian Baru untuk pendamaian semuanya dibentuk dari kata Yunani “allasso” yang berarti “mengubah”.
(1) Diallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan. Kata ini hanya muncul satu kali tanpa kaitannya dengan keselamatan (Matius 5:24);
(2) Katallasso, yang berarti mengubah permusuhan menjadi persahabatan dan digunakan pada pendamaian antara manusia dengan Allah (Roma 5:10,11; Roma 11:15; 2 Korintus 5:18-20) dan digunakan juga untuk menggambarkan seorang wanita yang kembali kepada suami (1 Korintus 7:11);
(3) Apokatallasso, yaitu suatu bentuk intensif yang berarti berdamai sepenuhnya (Efesus 2:16; Kolose 1:20-22a). Selanjutnya Charles F. Beker menambahkan bahwa “kata atonement muncul hanya sekali dalam Perjanjian Baru KJV (Roma 5:11), ditempat kata itu yang seharusnya diterjemahkan reconciliation”.
Kata “atonement” ini, dalam Perjanjian Lama dipakai untuk menerjemahkan kata Ibrani “kaphar” yang berarti “menutupi”, dipakai sebanyak 76 kali. Dengan demikian, istilah “atonement” itu sama dengan “pendamaian atau rekonsiliasi”.
2. Definisi. Berikut ini definisi pendamaian yang dikutip dari pendapat para ahli teologi dan Alkitab.
(1) Berdasarkan arti etimologinya, Charles F. Beker mendefinisikan pendamaian sebagai berikut, “Atonement, aslinya berarti reconsiliation atau tindakan membawa mereka yang saling menjauh ke dalam kesepakatan, kini terutama digunakan sebagaimana dalam teologi dengan pengertian suatu persembahan, korban, atau penderitaan yang memadai untuk mendapatkan pengampunan atau imbalan bagi suatu pelanggaran”.
(2) Paul Enns mendefinisikan pendamaian sebagai “Tindakan Allah mengangkat penghalang dari dosa, dan menghasilkan damai dan memampukan manusia untuk diselamatkan”. Menurut Paul Enns, ada dua bagian dari pendamaian itu, yaitu : Aspek objektif di mana manusia telah didamaikan dengan Allah sebelum beriman dan manusia dinyatakan dapat diselamatkan (2 Korintus 5:18a,19a). Aspek subjektif di mana manusia didamaikan pada Allah saat ia percaya (2 Korintus 5:18b,19b).
(3) Sementara itu Charles C. Ryrie ketika mendefinisikan pendamaian membedakannya dalam dua pengertian berdasarkan hubungkan dengan dunia dan Allah. Dalam hubungannya dengan dunia, pendamaian berarti “suatu perubahan hubungan dari permusuhan menjadi kerukunan dan perdamaian antara dua pihak.
Manusia dapat didamaikan satu dengan yang lainnya (Matius 5:24, diallasso; 1 Korintus 7:11, Katallasso), dan manusia telah didamaikan dengan Allah (Roma 5:1-11, 2 Korintus 5:18-21, Katallasso; Efesus 2:16; Kolose 1:20, apokatallasso)”. Sedangkan dalam hubungannya dengan Allah, pendamaian berarti “penghapusan kemurkaan melalui pengorbanan. Dalam hubungannya dengan soteriologi, pendamaian berarti mendamaikan atau menghilangkan murka Allah melalui korban penebusan Kristus”.
Berdasarkan etimologi dan beberapa kutipan definisi di atas, secara sederhana istilah pendamaian dapat didefinisikan sebagai berikut, “pendamaian adalah tindakan Allah untuk mengangkat penghalang antara Allah dan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus supaya manusia memperoleh keselamatan”.
Ada beberapa ide penting yang ditekankan dalam definisi tersebut yaitu :
(1) pendamaian merupakan inisiatif dan tindakan Allah;
(2) pendamaian dilaksanakan untuk mengangkat penghalang antara manusia dengan Allah. Penghalang antara manusia dengan Allah adalah dosa manusia;
(3) pendamaian dilakukan oleh perantaraan Kristus;
(4) pendamaian memungkinkan manusia untuk diselamatkan. Dengan demikian definisi ini membedakan pendamaian dari keselamatan.
Penting untuk menegaskan bahwa pendamaian tidaklah sama dengan keselamatan. Kedua istilah ini jelas dibedakan dalam Alkitab. Beberapa orang karena kecerobohannya telah mengaburkan arti dari pendamaian dengan menjadikan pendamaian melalui kematian Kristus itu sinonim dengan keselamatan. Secara etimologi tentu saja kedua istilah itu benar-benar berbeda.
Istilah pendamaian telah dijelaskan di atas baik secara etimologis maupun definitif. Sedangkan istilah “keselamatan” secara etimologis berasal dari kata Yunani “soteria”. Kata soteria ini digunakan sebanyak 45 kali dalam Perjanjian Baru, dan dalam King James Version diterjemahkan dengan salvation (keselamatan) sebanyak 40 kali, health (kesehatan) sebanyak 1 kali, saving (menyelamatkan) sebanyak 1 kali, deliver (melepaskan) sebanyak 1 kali, dan saved (di selamatan) sebanyak 1 kali. Kata “soterion” muncul 5 kali dan dalam KJV selalu diterjemahkan dengan salvation.
Menurut Charles C. Ryrie, dalam Septaguita maupun dalam Perjanjian Baru, kata kerja Yunani “sozo” dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria” biasanya merupakan terjemahan dari kata Ibrani Perjanjian Lama “yasha”. Kata “yasha” ini berarti “kebebasan dari sesuatu yang mengikat atau membatasi, dan kemudian berarti pembebasan, pelepasan, atau memberikan keluasan dan kelapangan kepada sesuatu”.
Sedangkan kata “sozo” (dan kata-kata yang sama asalnya “soter” dan “soteria”) berhubungan dengan perawatan, kesembuhan, pertolongan, penyelamatan, penebusan atau kesejahteraan, yang dihubungkan dengan pemeliharaan dari bahaya, penyakit, ataupun kematian (Matius 9:22, Kisah Para Rasul 27:20,31-34; Ibrani 5:7). Untuk pemakaian Kristen yang penuh, berarti penyelamatan dari kematian kekal dan pemberian hidup yang kekal kepada seseorang (Roma 5:9; Ibrani 7:25).
Ringkasnya, istilah pendamaian dipakai untuk menjelaskan tindakan Allah yang mengangkat penghalang antara Allah dan manusia karena dosa melalui Yesus Kristus supaya manusia memperoleh keselamatan (Roma 5:10-11; 2 Korintus 5:18-20; Efesus 2:16; Kolose 1:20-22), sedangkan istilah keselamatan dipakai untuk menyatakan tindakan Allah di dalam Kristus yang membebaskan manusia dari kematian kekal dengan memberikan hidup yang kekal (zo’e) kepada mereka yang percaya (Yohanes 3:16,17; Kisah Para Rasul 16:30-32; 1 Yohanes 5:11-13).
12 MANFAAT PENDAMAIAN
1. Pengorbanan (Sakrifasi). Rasul Paulus memandang kematian Kristus sebagai kematian korban. Di dalam beberapa ayat referensi Paulus jelas menghubungkan kematian Kristus dengan ritual Perjanjian Lama dan konsep pengorbanan. George Eldon Ladd menjelaskan, “Kata ‘hilastérion’ atau yang diterjemahkan dengan ‘jalan pendamaian’ yang digunakan Paulus dalam Roma 3:25 menunjuk langsung kepada korban dosa yang dipersembahkan oleh imam besar pada hari Pendamaian. Paulus menggambarkan kematian Kristus sebagai korban yang harum bagi Allah (Efesus 5:2).”
Selanjutnya, perkataan rasul Paulus “peri hamartias” atau yang diterjemahkan dengan “karena dosa” menunjuk pada kematian Kristus yang berkorban, atau “sebagai korban dosa”. Sekali lagi, Paulus membicarakan tentang Kristus sebagai domba Paskah yang tersembelih (1 Korintus 5:7). Kematian Kristus dipandang bukan sebagai kematian biasa saja, melainkan penyerahan hidup dan pengorbanan hidup.
Penulis Kitab Ibrani menyatakan bahwa sebagai ganti korban bakaran, maka tubuh Kristus dipersembahkan sebagai korban (Ibrani 10:5-18). Pengorbanan-Nya terlihat dari kerelaanNya dalam menanggung hinaan dan penderitaan sampai Ia mati di kayu salib. Penulis Kitab Ibrani mengatakan bahwa Kristus, “mengalami maut bagi semua manusia” (Ibrani 2:9).
2. Pengantaraan (Mediasi). Kata Yunani “pengantara” dalam Perjanjian Baru adalah “mesites”, yang berarti “pergi di antara, yakni secara sederhana, perwakilan, atau (dengan implikasi) seorang pendamai, seorang pensyafaat”. Seorang perantara adalah “seorang yang berada di tengah” atau “seorang yang menengahi antara pihak-pihak yang berbeda, untuk tujuan mendamaikan mereka”. Keunikan dari pengorbanan Kristus dan yang sangat penting adalah bahwa Kristus adalah korban dan sekaligus Imam Besar yang mempersembahkan korban itu.
Dua pihak dalam sistem keimaman tergabung menjadi satu. Herbert Wolf menjelaskan pelayanan imam besar dalam Perjanjian Lama sebagai berikut, “Fokus utama dalam Kitab Keluaran dan Imamat terletak pada pelayanan imam besar, yang adalah pengantara di antara Allah dan bangsa Israel”. Lebih lanjut Herbert Wolf menjelaskan, “Hari yang paling penting dalam satu tahun ialah Hari Raya Pendamaian (Yom Kippur) yang jatuh pada tanggal 10 dari bulan ketujuh (September-Oktober). Pada hari itu, imam besar memasuki Tempat Maha kudus lalu memercikkan darah di hadapan Tabut Perjanjian”.
Karya Kristus dalam Ibrani 9:6-15 disamakan dengan Hari Raya Pendamaian di Perjanjian Lama. Kristus digambarkan sebagai Imam Besar yang memasuki tempat yang kudus untuk mempersembahkan korban. Namun korban yang dibawa oleh Kristus bukan domba jantan atau lembu jantan melainkan diri-Nya sendiri.
Herbert Wolf menjelaskan demikian, “Kebanyakan ayat Perjanjian Baru yang membandingkan antara Hari Raya Pendamaian dengan kematian Kristus menekankan tersedia-Nya jalan masuk ke Tempat Maha kudus. Pada waktu Kristus mati, tabir di Bait Suci terbelah dua (Matius 27:51), dan Kristus sebagai Imam Besar kita ‘masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus ... dengan membawa darah-Nya sendiri’ (Ibrani 9:12)”.
Dengan demikian sebagai Imam Besar, Kristus melakukan pendamaian sebagai pengantara. Rasul Paulus menjelaskan pekerjaan pengantaraan Kristus dalam pendamaian itu demikian, “Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diriNya” (2 Korintus 5:18a). Kristus ditunjuk sebagai Imam Besar yang telah menjadi korban pendamaian bagi dosa (Ibrani 2:17; 9:15;12:24).
3. Pencurahan Darah. Aspek korban dari kematian Kristus terlihat dari beberapa ayat referensi yang berbicara tentang darah-Nya. Allah telah membuat Kristus menjadi jalan pendamaian melalui darah-Nya (Roma 3:25); kita dibenarkan oleh darah-Nya (Roma 5:9); Kita memiliki penebusan melalui darah-Nya (Efesus 1:7); Kita telah didekatkan kepada Allah oleh darah Kristus (Efesus 2:13); kita memiliki damai melalui darah yang dicurahkan di salib (Kolose 1:20).
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Penulis Kitab Ibrani yang menyatakan bahwa “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibrani 9:22; Bandingkan Matius 26:26-29; Yohanes 19:34-35; 1 Yohanes 1:7). Kevin J. Conner dan Ken Malmin mengatakan, “Darah Yesus yang berharga dan yang tidak mungkin bercacat adalah darah Perjanjian Baru (Wahyu 12:11; Ibrani 9). Semua darah korban perjanjian sebelumnya menunjuk pada darah-Nya. Darah Yesus menggenapi dan mengakhiri semua darah binatang korban. Darah Yesus adalah darah Perjanjian Kekal (Ibrani 13:20).”
4. Peredaan Murka (Propisiasi). Propisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. Paul Enns menjelaskan propisiasi sebagai berikut, “propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaran-Nya telah dipenuhi”.
4. Peredaan Murka (Propisiasi). Propisiasi berarti seorang berdosa yang melawan Allah dijauhkan dari murka karena Allah telah dipuaskan oleh suatu pembayaran. Paul Enns menjelaskan propisiasi sebagai berikut, “propisiasi berarti bahwa kematian Kristus secara penuh memuaskan semua tuntutan kebenaran Allah terhadap orang berdosa. Karena Allah adalah kudus dan benar, maka Ia tidak dapat mengabaikan dosa; melalui karya Yesus Kristus, Allah telah dipuaskan dan standar kebenaran-Nya telah dipenuhi”.
J. Knox Chamblin menjelaskan, “propisiasi adalah tindakan yang tertuju pada Allah, yaitu dengan meredakan murka atau mengalihkan murka Allah dengan korban tebusan”. Kata Ibrani yang dipakai untuk menjelaskan propisiasi adalah “khapar” yang berarti “menutupi”, merupakan kata yang menyangkut upacara menutupi dosa dalam Perjanjian Lama (Imamat 4:35; 10:17). Sedangkan kata kerja Yunani “hilaskomai” artinya “untuk mempropisiasikan”, muncul dua kali di Perjanjian Baru (Lukas 18:13; Ibrani 2:7); Kata bendanya muncul tiga kali dalam Perjanjian Baru, yaitu “hilasmos” (1 Yohanes 2:2; 4:10) dan “hilasterion” di Roma 3:25).
Kenyataan akan adanya murka Allah menimbulkan keharusan untuk meredakan murka itu. Adanya murka Allah atas manusia ini dinyatakan dengan jelas di dalam Alkitab. Menurut Charles C. Ryrie, “Lebih dari dua puluh kata yang berlainan dan yang digunakan sebanyak kira-kira 580 kali menyatakan murka Allah dalam Perjanjian Lama (2 Raja-raja 13:3; 23:26; Ayub 21:20; Yeremia 21:12; Yeheskiel 8:18; 16:38; 23:25; 24:13). Di setiap tempat selalu dinyatakan bahwa dosa merupakan penyebab murka Allah”.
Masih menurut Ryrie, bahwa murka dalam Perjanjian Baru merupakan konsep dasar untuk menyatakan perlunya pendamaian. Perjanjian baru memakai kata yang terpenting, yaitu “orge” menyatakan murka yang lebih tetap (Yohanes 3:36; Roma 1:18; Efesus 2:23; 1 Tesalonika 2:16; Wahyu 6:16); dan “thumos” menyatakan murka yang lebih bernafsu (Wahyu 14:10,19; 15:1,7; 16:1; 19:15). Kedua kata itu dengan jelas menyatakan permusuhan ilahi terhadap dosa secara pribadi. Untuk meredakan murka ini bukan merupakan soal balas dendam melainkan soal keadilan, dan hal itu menuntut pengorbanan Anak Allah.
Dengan demikian jelaslah bahwa propisiasi berhubungan dengan peredaan murka Allah. Karena Allah itu kudus, murka-Nya ditujukan pada dan harus dialihkan supaya manusia dapat luput dari kehancuran kekal. Dan Allah menyediakan jalan keluar bagi dosa dengan mengutus Kristus sebagai pemenuhan tuntutan atas dosa-dosa manusia. Akibatnya, kematian Kristus memuaskan tuntutan Allah dan meredakan murka Allah. Kini, daripada meminta manusia melakukan sesuatu untuk mendapatkan perkenan-Nya, Allah justru meminta manusia untuk didamaikan dengannya melalui karya yang telah dituntaskan Kristus (2 Korintus 5:20).
Rasul Yohanes menjelaskan bahwa peredaan murka ini bukan hanya bagi dosa orang-orang percaya, atau pilihan saja, tetapi juga bagi seluruh dunia ketika ia berkata, “Dan Ia adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia” (1 Yohanes 2:2). Kata “pendamaian” dalam ayat ini adalah terjemahan dari kata Yunani “hilasmos”, yang dalam King James Version diterjemahkan dengan “propitiation”.
5. Penghapusan Kesalahan (Ekspiasi). Sementara propisiasi berhubungan dengan meredakan murka Allah, maka ekspiasi berhubungan dengan penghapusan kesalahan (dosa-dosa) manusia. Charles C. Ryrie menjelaskan, “Ekspiasi adalah penghapusan murka, dosa atau rasa bersalah seseorang. Ekspiasi berhubungan dengan perbaikan terhadap suatu kesalahan”.
J. Knox Chamblin menjelaskan, “Ekspiasi adalah tindakan yang tertuju pada dosa, yaitu dengan menghapus dan menetralisir dosa”. Jadi, sebagaimana yang dikatakan Rick Cornish, “Ekspiasi merupakan pembayaran untuk dosa akibat kesalahan, yang membuat si pendosa dibebaskan dari berutang dosa”. Yohanes Pembaptis seperti yang dicatat oleh rasul Yohanes menyebut Yesus dengan gelar “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29,36). Pada sebutan pertama, gelar ini diperjelas dengan keterangan tambahan “yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29).
Kata “menghapus” dalam ayat itu adalah terjemahan dari kata kerja Yunani “airôn” yang berarti “menanggung atau menyingkirkan”. Donald Guthrie menjelaskan, “kata kerja Yunani ho airôn, yang berarti ‘mengangkut’, juga ‘menghapus’. Pengertian yang paling logis yakni: perkataan itu menunjuk pada soal menebus dosa”. Beberapa komentar tentang Yohanes 1:29 seperti berikut ini.
Everret F. Harrison mengatakan, “Pelayanan Yohanes sendiri didasarkan pada kenyataan tentang dosa; pelayanan Kristus berkaitan dengan penghapusan dosa”. Donald C. Stamps menjelaskan, “Melalui kematian-Nya, Yesus memungkinkan penghapusan kesalahan dan kuasa dosa dan membuka jalan kepada Allah bagi seluruh dunia”.
6. Korban Pengganti (Substitusi). Kematian Kristus disebut sebagai korban pengganti. Kata Inggris “vicarious” berarti “dilaksanakan dengan cara mengadakan subsitusi (menggantikan)”. Doktrin penggantian ini penting sebab berhubungan dengan pemuasan yang sempurna atas tuntutan kebenaran dari Allah yang kudus melalui pembayaran yang sempurna dari Kristus untuk dosa.
Atas dasar inilah Allah dapat mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang benar dan menerima mereka dalam persekutuan tanpa ada kompromi dari pihak-Nya. Semua dosa orang percaya ditanggung oleh Kristus, yang sepenuhnya menebus mereka dan membayar untuk mereka melalui kematian-Nya.
Ada dua preposisi (kata depan) Yunani yang menekankan sifat korban pengganti dari kematian Kristus, yaitu :
(1) preposisi “anti” yang mempunyai arti “persamaan, penukaran, atau pengganti”. Kata “anti” tidak pernah mempunyai arti yang lebih luas dari “demi” atau “atas nama”;
(2) preposisi “huper” yang mempunyai arti “untuk kepentingan” dan juga kadang kala berarti “pengganti”. Contoh penggunaan preposisi “anti” terdapat dalam Matius 20:28; Markus 10:45, sedang contoh penggunaan preposisi “huper” (Galatia 3:13; 1 Timotius 2:6; 2 Korintus 5:1; 1 Petrus 3:18). Ada lagi ayat Alkitab, selain yang disebutkan sebelumnya di atas, yang menekankan korban penggantian Kristus bagi manusia (Yesaya 53:5; 1 Petrus 2:24; 2 Korintus 5:21).
Dengan demikian yang dimaksud dengan korban penggantian (substitusi) adalah bahwa Kristus mati bagi orang berdosa dan atau kematian-Nya menggantikan orang berdosa menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh orang berdosa yang percaya kepada-Nya. Kesalahan orang berdosa yang percaya diperhitungkan kepada-Nya secara demikian sehingga Ia mewakili mereka menanggung hukuman mereka. Namun, ada orang yang mengganggap bahwa jika Kristus mati sebagai pengganti, tentu semua orang secara otomatis akan selamat.
Ini merupakan pemikiran yang keliru. Mengapa? Karena kematian Kristus sebagai korban pengganti memiliki dua aspek, yaitu : (1) Kristus mati bagi orang berdosa (preposisi Yunani “huper”); dan (2) Kristus mati menggantikan orang berdosa yang percaya (preposisi Yunani “anti”). Aspek yang pertama menghubungkan kematian Kristus dengan manfaatnya yang bersifat universal bagi orang-orang berdosa, sedangkan aspek yang kedua menghubungkan kematian Kristus sebagai pengganti orang berdosa yang percaya kepada-Nya.
Jadi, Seperti kata Sir Robert Anderson, “bahwa Kristus mati bagi manfaat dari orang berdosa (huper) dan bukan sebagai ganti orang berdosa (anti) karena huper terutama selalu digunakan dalam pemberitaan Injil kepada mereka yang bukan orang-orang yang diselamatkan. Hanya setelah orang berdosa menerima dengan iman kematian Kristus bagi dirinya, barulah ia menerima aspek penggantian (anti) dari kematian Kristus itu”.
7. Penebusan (Redempsi). Kata penebusan bukanlah ajaran yang hanya khas Perjanjian Baru. Faktanya, pada KJV kata “redeem” (tebus) dengan berbagai variasinya muncul sebanyak 139 dalam Perjanjian Lama, dan hanya 22 kali dalam Perjanjian Baru. Kata penebusan berasal dari kata Yunani “agorazo” yang berarti “membeli dari pasar”. Sering kali kata ini berhubungan dengan penjualan budak dipasar. Kata “agorazo” ini digunakan untuk menggambarkan orang percaya yang dibeli dari pasar budak dosa dan dibebaskan dari ikatan dosa.
7. Penebusan (Redempsi). Kata penebusan bukanlah ajaran yang hanya khas Perjanjian Baru. Faktanya, pada KJV kata “redeem” (tebus) dengan berbagai variasinya muncul sebanyak 139 dalam Perjanjian Lama, dan hanya 22 kali dalam Perjanjian Baru. Kata penebusan berasal dari kata Yunani “agorazo” yang berarti “membeli dari pasar”. Sering kali kata ini berhubungan dengan penjualan budak dipasar. Kata “agorazo” ini digunakan untuk menggambarkan orang percaya yang dibeli dari pasar budak dosa dan dibebaskan dari ikatan dosa.
Harga pembayaran untuk kebebasan orang percaya dan pembebasan dari dosa adalah kematian Kristus (1 Korintus 6:20; 7:23; Wahyu 5:9; 14:3,4). Rasul Paulus menggunakan istilah penebusan untuk menggambarkan transaksi Kristus untuk membebaskan kita dari dosa dan hukumannya, sehingga kita menerima pengampunan dari Allah. Paulus mengatakan, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa” (Efesus 1:7; Kolose 1:14). Kita “dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam darah Kristus Yesus” (Roma 3:24).
Tiga kata Yunani lainnya untuk menjelaskan tentang penebusan adalah :
(1) exagorazo, yang berarti “membayar harga, menebus, membeli dari pasar, mengambil alih dari kuasa pihak lain”. Kata ini digunakan dua kali berhubungan dengan Kristus menebus atau melepaskan orang percaya dari kutuk dan kuasa hukum Taurat (Galatia 3:13; 4:5);
(2) lutro, yang berarti “membebaskan melalui pembayaran tebusan”. Kata kerjanya muncul tiga kali dalam Lukas 24:21; Titus 2:14; 1 Petrus 1:18-19. Sedangkan kata benda “lutron” digunakan dua kali dalam Matius 20:28; Markus 10:45 (tebusan), dan kata benda “lutrosis” digunakan tiga kali dalam Lukas 1:16; 2:38; Ibrani 9:12 (kelepasan);
(3) apolutrosis, yang berarti “kelepasan yang terjadi karena pembayaran tebusan”. Digunakan sembilan kali berkenaan dengan penebusan dari dosa (Lukas 21:28; Roma 3:24; 1 Korintus 1:30; Efesus 1:7, 14; 3:30; Kolose 1:14; Ibrani 9:15).
Jadi, Alkitab menunjukkan keadaan manusia yang pada dasarnya telah berada di bawah kuasa dosa, dan dari keadaan tersebut ia tidak berdaya membebaskan dirinya. Untuk membebaskan manusia, suatu tebusan dibayar. Kristus membayar tebusan yang diperlukan itu dengan kematian-Nya sendiri.
8. Pengampunan (Amnesti). Paul Enns menjelaskan bahwa, “Pengampunan merupakan tindakan legal dari Allah di mana Ia mengangkat tuduhan-tuduhan yang diberikan kepada orang berdosa karena pemuasan atau penebusan yang tepat untuk dosa-dosa itu telah dilakukan”.
Dasar obyektif yang menjamin pengampunan kepada semua orang percaya adalah pencurahan darah Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib yang mendamaikan, karena “tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan (Ibrani 9:22). Jadi kematian Kristus mengakibatkan pengampunan bagi orang berdosa. Allah tidak dapat mengampuni dosa tanpa pembayaran yang seharusnya. Kematian Kristus menyediakan alat yang sah secara hukum, sehingga Allah dapat mengampuni dosa.
BACA JUGA: RAHASIA MENGAMPUNI (MATIUS 18:21-35)
Pengampunan untuk selamanya menyelesaikan masalah dosa dalam hidup orang percaya, yaitu semua dosa yang telah lalu, sekarang dan dimasa yang akan datang (Kolose 2:13). Rick Cornish menjelaskan bahwa status hukum kita di hadapan Allah tetap tidak berubah, bahwa sekarang tidak ada penghukuman bagi kita yang ada di dalam Kristus (Roma 8:1).
Kristus membayar dosa-dosa kita tanpa membedakan masa lalu, sekarang, dan dosa-dosa pada masa yang akan datang (1 Korintus 15:3). Tidak ada petunjuk di dalam Alkitab bahwa kematian Kristus hanya menebus dosa-dosa sebelum keselamatan kita, tetapi tidak efektif untuk dosa-dosa yang berikutnya. Ketika berdosa, kita masih dibenarkan di dalam Kristus – Diadopsi sebagai anak-anak Allah.
Ada beberapa kata Yunani yang digunakan untuk menjelaskan pengampunan, yaitu: (1) charizomai, yang berarti “mengampuni berdasarkan anugerah”. Dalam Kolose 2:13 mendeklarasikan bahwa Allah telah “mengampuni (kharisamenos) segala pelanggaran kita”; (2) aphiem, yang berarti “melepaskan atau membebaskan” atau “menyuruh pergi”. Kata ini paling umum digunakan untuk pengampunan.
Bentuk kata benda ini digunakan dalam Efesus 1:7 di mana kata itu menekankan dosa orang percaya yang telah diampuni atau disuruh pergi karena kekayaan dari anugerah Allah yang dinyatakan dalam kematian Kristus. Pengampunan adalah sisi negatif dari keselamatan, sedangkan sisi positifnya adalah pembenaran (jastifikasi).
9. Pembenaran (Jastifikasi). Hasil lebih lanjut dari kematian Kristus adalah pembenaran bagi orang berdosa yang percaya. Pengampunan dan pembenaran, sekalipun merupakan dua ide yang terpisah, di dalam keselamatan yang dikemukakan Alkitab merupakan aspek positif dan aspek negatif dalam satu tindakan Allah membersihkan pendosa dari dosa-dosanya.
Pembenaran merupakan tindakan hukum Allah sebagai hakim yang mendeklarasikan orang berdosa yang percaya sebagai orang yang dibenarkan. Rasul Paulus dalam Roma 5:1 mengatakan, “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.
Kata “dibenarkan” berasal dari kata Yunani “dikaiothentes“. Kata dasar “dikaioo” memiliki baik aspek negatif maupun aspek positif. (1) Secara negatif hal itu berarti mengangkat dosa orang percaya; (2) Secara positif hal itu berarti menganugerahkan kebenaran Kristus atas orang percaya (Roma 3:24,28; 5:9; Galatia2:16).
Atau seperti kata Charles F. Beker, bahwa pembenaran : (1) dilihat dari aspek negatif berarti penghapusan terhadap hukuman atas dosa. Pembenaran bukan menyatakan seseorang tidak bersalah; pembenaran menyatakan bahwa tuntutan hukum telah dipenuhi sehingga si pendosa yang percaya pada Kristus kini bebas dari hukuman (Roma 8:1); dan (2) dilihat dari aspek positif pembenaran berarti pemulihan ke dalam keadaan berkenan kepada Allah.
Pembenaran berarti tindakan Allah yang menyatakan orang percaya benar dalam kapasitas-Nya sebagai Allah yang berkuasa, bukan berdasarkan keadaan bagaimanapun dari orang percaya, atau oleh apa pun yang telah dicapai oleh orang percaya itu, tetapi semata-mata oleh iman pada diri dan karya Kristus. Pembenaran adalah tindakan yudisial yang menempatkan orang percaya pada posisi di mana Ia diperlakukan seakan-akan ia memang secara pribadi benar. Pembenaran bukan mengakibatkan dihasilkannya kebenaran manusia, tetapi kebenaran Allah bagi semua orang yang percaya (Roma 3:22).
Jadi, pembenaran adalah anugerah yang diberikan Allah kepada orang berdosa yang percaya (Roma 3:24). Dasar dari pembenaran adalah kematian Kristus (Roma 5:9), terpisah dari pekerjaan manusia dalam bentuk apa pun (Roma 4:5). Pembenaran ini diterima pada saat seseorang memiliki iman kepada Kristus (Roma 5:1,17-18). Perlu ditegaskan bahwa bukan iman yang menyebabkan seseorang dibenarkan, melainkan Kristus. Tetapi iman adalah alat yang melaluinya kita menerima kebenaran Kristus (Roma 5:1).
Sebagiaman dikatakan Anthony A. Hoekema, “Dasar bagi pembenaran kita adalah kebenaran Kristus yang sempurna, yang dimaksudkan adalah seluruh karya yang Kristus lakukan bagi kita di dalam menderita hukuman yang harus dijatuhkan atas dosa kita, dan secara sempurna menaati hukum Taurat bagi kita. Kebenaran yang sempurna ini, yang di imputasi-kan atau diperhitungkan kepada kita ketika kita melalui iman menjadi satu dengan Kristus, adalah dasar yang menandai secara total bagi pembenaran kita”.
Jadi melalui pembenaran, Allah mempertahankan integritas-Nya dan standar-Nya, dan bersamaan dengan itu Ia dapat masuk dalam persekutuan dengan orang berdosa yang percaya, karena kebenaran Yesus Kristus telah diperhitungkan kepada mereka”.
Charles F. Beker mengatakan, “Karena itu kami menyimpulkan dengan yang ditunjukkan Paulus bahwa pembenaran di hadapan Allah adalah tindakan Ilahi yang di dalamnya Allah menyatakan bahwa seseorang sepenuhnya bebas dan dipulihkan berkenan kepada-Nya oleh iman saja, tanpa pekerjaan atau usaha apa pun dari manusia, atas dasar iman kepada kematian Kristus, dan bahwa keseluruhan pelaksanaan tersebut seutuhnya disebabkan oleh anugerah Allah... Di dalam Kristus kita dijadikan orang benar Allah (2 Korintus 5:21)”
10. Regenerasi (Kelahiran Kembali). Rasul Paulus mengatakan bahwa “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Efesus 2:1). Inilah masalah utama manusia setelah kejatuhan, yaitu kematian sebagai akibat dari dosa. Alkitab menunjukkan fakta akibat dari dosa Adam semua manusia itu dilahirkan : (1) dengan natur yang rusak atau natur berdosa; dan (2) dengan kesalahan dari dosa Adam yang diperhitungkan kepadanya.
10. Regenerasi (Kelahiran Kembali). Rasul Paulus mengatakan bahwa “Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu” (Efesus 2:1). Inilah masalah utama manusia setelah kejatuhan, yaitu kematian sebagai akibat dari dosa. Alkitab menunjukkan fakta akibat dari dosa Adam semua manusia itu dilahirkan : (1) dengan natur yang rusak atau natur berdosa; dan (2) dengan kesalahan dari dosa Adam yang diperhitungkan kepadanya.
Akibatnya semua manusia mengalami : (1) kematian rohani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan dengan Allah; dan (2) kematian jasmani yang ditandai dengan terputusnya/terpisahnya hubungan tubuh dari jiwa/rohnya.
Secara khusus jika keadaan manusia yang mati secara rohani (Yohanes 5:24; Roma 5:12-21; 8:6; Efesus 2:1; 1 Timotius 5:6), sekarang ini tidak berubah dalam diri manusia di sepanjang hidupnya, maka kematian kekal atau kematian yang kedua akan menyertainya (Wahyu 20:11-15). Kematian kekal di mana manusia akan dibuang ke neraka, yaitu tempat siksaan yang akhirnya membawa mereka jauh dari hadirat Allah untuk selama-lamanya (Matius10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11; 20:11-15).
Lalu bagaimanakah cara Allah menyelesaikan masalah manusia. Satu-satunya jalan adalah dengan cara mengembalikan apa yang hilang dari manusia, yaitu kehidupan. Manusia yang telah mati secara rohani perlu dihidupkan kembali melalui apa yang disebut dengan regenerasi (kelahiran kembali). Namun, manusia telah mati secara rohani tidak mampu menghidupkan dirinya sendiri (Efesus 2:5). Sebab bagaimana mungkin orang mati dapat menghidupkan dirinya sendiri? Ia tidak bisa melakukannya. Dan secara natur, tidak ada sesuatu dalam diri manusia yang membuatnya layak untuk berhadapan dengan Allah yang benar (Roma 3:10-12).
Jadi, manusia dalam natur lamanya yang berdosa tidak menyadari dan tidak mampu menanggapi hal-hal rohani dari Allah. Manusia tidak mampu melakukan apa pun untuk mengubah natur maupun keadaan keberdosaannya (Roma 3:9-20). Maka jelaslah bahwa manusia memerlukan suatu perubahan yang radikal dan menyeluruh yang memampukannya untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Perubahan yang radikal itu adalah kehidupan rohani yang disebut dengan “kelahiran baru” di dalam Kristus (Efesus 2:5).
Kelahiran baru merupakan suatu perubahan radikal dari kematian rohani menjadi kehidupan rohani yang dikerjakan oleh Roh Kudus yang memampukan manusia yang telah jatuh ke dalam dosa untuk dapat kembali melakukan hal yang benar menurut pandangan Tuhan. Ada dua natur esensial dari Kelahiran baru, yaitu :
(1) Kelahiran baru merupakan perubahan yang terjadi secara seketika dan bersifat supernatural. kelahiran baru bukan suatu proses bertahap seperti pengudusan yang progresif, tetapi terjadi seketika. Paulus mengatakan, “ telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita - oleh kasih karunia kamu diselamatkan -” (Efesus 2:5).
Disini, kata kerja yang diterjemahkan “menghidupkan” adalah “synezoopoiesen”, memakai bentuk aorist tense yang berarti tindakan yang seketika atau sekejap. Namun, regenerasi juga merupakan perubahan yang supernatural. Kelahiran baru bukan merupakan peristiwa yang dapat dilaksanakan oleh manusia (Yohanes 3:6). Kelahiran baru sepenuhnya merupakan tindakan Allah. Secara khusus merupakan karya Roh Kudus.
(2) Kelahiran baru merupakan perubahan yang radikal. Istilah radikal berasal kata Latin “radix” yang berarti “akar”, sehingga regenerasi merupakan suatu perubahan pada akar natur kita.
Dengan demikian regenerasi berarti :
(a) penanaman (pemberian) kehidupan rohani yang baru, karena pada dasarnya manusia telah mati secara rohani (Efesus 2:5; Kolose 2:13; Roma 8:7-8). Manusia yang telah mati secara rohani tidak mungkin dapat bekerja sama dengan Allah untuk menghidupkan dirinya sendiri, karena regenerasi merupakan tindakan Allah dan manusia hanya menerimanya;
(b) perubahan yang total yaitu perubahan mempengaruhi seluruh keberadaan kepribadian, yaitu pikiran, hati nurani, kehendak, emosi. Alkitab menyebutnya sebagai pemberian “hati yang baru” (Yehezkiel 36:26).
Hati menurut Alkitab adalah inti rohani dari satu pribadi, pusat dari seluruh aktivitas; sumber yang darinya mengalir semua pengalaman mental dan spiritual, berpikir, merasakan, menghendaki, mempercayai, dan sebagainya (Bandingkan dengan Matius 15:18-19).
Kelahiran baru ini memampukan manusia untuk percaya dan bertobat. Pada saat seseorang dilahirkan baru maka ia di mampu kan percaya (beriman) kepada Kristus untuk keselamatannya dan bertobat dari dosa-dosanya. Seseorang dapat memberi respon di dalam iman dan pertobatan hanya setelah Tuhan memberikan kehidupan yang baru kepadanya. Iman dan pertobatan disebut dengan istilah per palingan (convertion). Beriman berarti berpaling kepada Kristus untuk mengampuni dosa-dosa dan bertobat merupakan suatu keputusan sadar untuk berpaling dari dosa-dosa dan.
Jenis iman ini mengakui bahwa seseorang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan pada saat yang sama mengakui hanya Kristus yang dapat melakukannya (Yohanes 6:44). Selanjutnya, kelahiran baru ini tidak disadari atau tidak dirasakan saat terjadi, tetapi dapat diamati lewat kepekaan baru terhadap hal-hal rohani, arah hidup yang baru, serta kemampuan untuk hidup benar dan menaati Allah. Kelahiran baru tersebut mengakibatkan perubahan, perubahan ini meskipun tidak disadari, menghasilkan hati (kardia) yang diubahkan yang memimpin kepada karakter yang diubahkan dan kemudian menghasilkan hidup yang diubahkan (2 Korintus 5:17).
11. Persatuan Dengan Kristus. Persatuan dengan Kristus didefinisikan sebagai Allah menempatkan seorang yang percaya kepada Kristus menjadi satu dengan Kristus oleh Roh Kudus (1 Korintus 6:17; 12:13). Jadi, seorang yang telah dilahirkan kembali oleh Roh Kudus kini memiliki persatuan yang hidup dengan Kristus (Efesus 2:5).
Frase “dalam Krisus” adalah terjemahan Yunani “en Christō” yang muncul sekitar tujuh puluh kali di dalam surat-surat rasul Paulus, dan dua kali dalam surat Petrus (1 Petrus 3:16; 5:14). Misalnya, rasul Paulus mengatakan, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus (en Christō), ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Korintus 5:17); “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (en Christō) Yesus” (Roma 8:1); “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4); “Tetapi sekarang di dalam Kristus (en Christō) Yesus kamu, yang dahulu ‘jauh’, sudah menjadi ‘dekat’ oleh darah Kristus” (Efesus 2:13).
Kesatuan orang percaya dengan Kristus berakar di dalam pemilihan Allah, yaitu bahwa Allah di dalam Kristus memilih kita untuk menerima keselamatan dan segala berkat-Nya. Pemilihan (Inggris: election) Allah atas kita dalam Kristus ini berdasarkan kedaulatan-Nya. Perhatikan pernyataan rasul Paulus berikut ini, “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus (en Christō) telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:3-4).
Di sini rasul Paulus menegaskan bahwa Allah telah memberkati kita dengan semua berkat rohani di dalam Kristus (en Christō), bukan berdasarkan kelayakan kita melainkan karena Allah telah memilih di dalam Kristus sebelum dunia diciptakan (Yunani: pro kataboles kosmou). Ketika Bapa memilih Kristus; Dia juga memilih kita (1 Petrus 1:20; Efesus 1:4).
Namun, kesatuan orang percaya dengan Kristus ini pertama kali terjadi saat regenerasi (kelahiran baru) oleh Roh Kudus. Saat regenerasi itulah kesatuan antara Kristus dan orang percaya secara aktual terjadi. Kesatuan pada saat regenerasi ini bukan sekedar awal dari keselamatan, tetapi kesatuan ini juga mendukung, mengisi, dan menyempurnakan keseluruhan proses keselamatan. Sehingga tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa kesatuan dengan Kristus itu sebagai sentral dari keselamatan.
John Murray dengan tepat menyatakan, “Tidak ada yang lebih sentral atau mendasar selain dipersatukan dan di per sekutu kan dengan Kristus... Kesatuan dengan Kristus sungguh-sungguh merupakan kebenaran sentral dari seluruh doktrin keselamatan...” Persatuan dengan Kristus memiliki beberapa ciri atau sifat antara lain : Persatuan ini bersifat rohani (1 Korintus 6:17; Roma 8:9). Persatuan ini adalah persatuan yang hidup (Galatia 2:20). Persatuan ini adalah persatuan yang utuh antara Kristus dan tubuh-Nya (1 Korintus 12:27). Persatuan ini adalah rahasia yang besar (Efesus 5:23). Persatuan dengan Kristus tidak dapat dibatalkan (Yohanes 10:28).
Melalui kesatuan dengan Kristus ini, artinya orang percaya telah dibuat mengambil bagian dalam keseluruhan misi penebusan, yaitu : kematian, penguburan, kebangkitan, kenaikan, dan pemuliaan Kristus.
Orang percaya dikatakan telah disalibkan (synstaurōo) bersama dengan Kristus (Roma 6:6; Galatia 2:20); telah dikuburkan (synthaptomai) bersama dengan Kristus (Roma 6:4; Kolose 2:12); telah dibangkitkan (synegeiro) bersama dengan Kristus (Kolose 3:1); telah dibuat menjadi hidup (synezōopoiēsen) bersama dengan Kristus (Efesus 2:5); telah di dudukkan (synekathisen) bersama dengan Kristus di dalam surga (Efesus 2:6); dan dimasa yang akan datang akan dimuliakan (syndoxasthomen) bersama dengan Kristus (Roma 8:17).
Adapun manfaat persatuan orang percaya dengan Kristus adalah : Jaminan yang kekal (Yohanes 10:28-30). Bertumbuh dan berbuah lebat dalam karakter dan perbuatan (Galatia 5:22,23; Yohanes 15:1-2). Dilengkapi untuk melayani (1 Korintus 12:1-30). Kita dapat selalu bersekutu dengan Dia (Efesus 1:8,9). Jadi ajaran tentang persatuan dengan Kristus ini menjadi dasar bagi ajaran tentang pengudusan dan jaminan kekal.
Persatuan orang percaya dengan Kristus sedemikian pentingnya sehingga dinyatakan dengan kiasan atau simbol antara lain : Bangunan dan dasar bangunan (Efesus 2:20-22; 1 Petrus 2:4,5); Persatuan antara suami dan istri (Efesus 5:31,32); Persatuan pokok anggur dan rantingnya (Yohanes 15:1-6); Persatuan antara kepala dengan tubuh (1 Korintus 6:15; 12:12; Efesus 1:22,23); Persatuan antara gembala dan dombanya (Yohanes 10:1-18; 1 Petrus 2:25).
otomotif, bisnis |
12. Pengudusan. Kata Ibrani Qadesh mengandung dua pengertian yaitu menyediakan dan cemerlang. Yang pertama menekankan kekudusan atau penyucian dalam arti posisi, status, yang kemudian diterjemahkan dalam arti dipisahkan dan diasingkan atau disucikan untuk suatu penggunaan khusus.
Sedangkan arti kedua mengarah kepada pengertian dalam bahasa Yunani Hagiamos yang berarti menjadikan suci, bersih atau menahbiskan. Kata ini menekankan penggunaan berkaitan dengan keadaan atau proses yang terjadi di dalam batin secara berangsur-angsur menghasilkan kemurnian, kebenaran moral dan pemikiran suci yang dinyatakan dalam perbuatan.
Dengan demikian pengudusan didefinisikan sebagai pemisahan atau diasingkannya seseorang bagi suatu pelayanan yang kudus. Dalam hubungannya dengan keselamatan, pengudusan berarti Allah memisahkan atau mengasingkan seseorang yang percaya kepada Kristus dari sifat jahatnya supaya menjadi murni dipakai melayani bagi kemuliaan-Nya.
Alkitab menunjukkan dua aspek pengudusan yang dihubungkan dengan waktu pengudusan, yaitu:
(1) Pengudusan posisi, yang disebut juga pengudusan judi kal yang terjadi secara seketika pada saat kelahiran kembali oleh Roh Kudus (1 Korintus 1:2; 6:11; Ibrani 2:11). Pengudusan ini merupakan pekerjaan objektif Allah, bukan merupakan pengalaman subjektif orang percaya. Dalam hal ini kekudusan Kristus diperhitungkan kepada seseorang pada saat ia percaya. Ia disebut kudus karena telah dipisahkan dengan cara ditempatkan di dalam Kristus. Kedudukannya tersebut adalah kedudukkan yang sempurna di hadapan Allah. Kristus telah menjadi pengudusan baginya (1 Korintus 1:30; Ibrani 10:10).
(2) Pengudusan pengalaman, yang disebut juga pengudusan progresif dan merupakan suatu proses yang terjadi terus menerus. Pengudusan progresif ini berhubungan dengan tingkah laku karena itu disebut juga aspek subjektif dari pengudusan. Jadi pengudusan dapat dilihat sebagai seketika dan juga sebagai proses.
Itulah sebabnya orang percaya, setelah dikuduskan (seketika) harus hidup dalam kehidupan yang kudus setiap hari (Roma 6:19,22; 1 Tesalonika 4:7; 5:23; 1 Timotius 2:15; Ibrani 10:14; 12:14; 2 Petrus 3:18). Namun, pengudusan akhir dan lengkap, yang merupakan pengudusan penyempurnaan bagi orang percaya akan terjadi pada saat Yesus Kristus datang kembali. Pada saat itu segala ketidaksempurnaan kita dan kehadiran dosa dihapuskan dari hidup orang percaya (1 Tesalonika 3:13; 5:23,24; Ibrani 6:1,2).
Penting untuk memperhatikan bahwa pengudusan bukan berarti harus tanpa dosa. Sama seperti pembenaran bukan berarti orang percaya harus benar dalam semua yang dilakukannya, demikian juga pengudusan bukan berarti orang percaya harus suci dalam semua yang dilakukannya. Paulus menulis surat kepada orang-orang Korintus sebagai orang-orang kudus, namun jika seseorang membaca surat tersebut ia akan terkejut melihat betapa berdosanya orang-orang kudus tersebut.
Kenyataan ini kelihatannya seperti kontradiksi, tetapi sebenarnya tidak demikian apabila kita memperhatikan dua aspek berbeda dari pengudusan seperti yang disebutkan di atas, yaitu pengudusan seketika dan pengudusan sebagai proses yang terjadi terus menerus. Seseorang yang percaya kepada Kristus dikuduskan oleh darah Kristus (Yohanes 1:7) dan firman (Yohanes 17:17) dengan iman (Kisah 26:18), mengakibatkan perubahan pada pikiran yang terlihat dalam sikap dan perbuatan baik. 12 MANFAAT PENDAMAIAN (PENCURAHAN DARAH, PEREDAAN MURKA, PENGHAPUSAN KESALAHAN) .https://teologiareformed.blogspot.com/